Sebuah ramalan kuno mengguncang keseimbangan antara para Akasha dan para Moksa, mereka tinggal di pusat alam semesta bernama Samavetham. Ramalan itu meramalkan kelahiran seorang Akasha terkuat di sebuah planet kecil, yang akan membawa perubahan besar bagi semua makhluk hidup. Ketika para Moksa berusaha menggunakan pohon Kalpataru untuk mencapai ramalan tersebut, para Akasha berupaya mencegah kehancuran yang akan dibawanya.
Di Bumi, Maya Aksarawati, seorang gadis yatim piatu, terbangun dengan ingatan akan mimpi yang mencekam. Tanpa dia sadari, mimpinya mengisyaratkan takdirnya sebagai salah satu dari 12 Mishmar, penjaga dunia yang terpilih.
Ketika ancaman dari organisasi misterius semakin dekat, Maya harus berhadapan dengan kekuatan baru yang bangkit di dalam dirinya. Dibantu oleh reinkarnasi Mishmar yang lain, Maya harus menemukan keberanian untuk melawan atau menghadapi konsekuensi yang dapat mengubah nasib seluruh alam semesta.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Feburizu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
RENDI PRANANTA
Maya masih ingat betul, Rendi selalu menduduki peringkat pertama di sekolah dengan mudah, tanpa dibarengi usaha yang terlalu besar.
Banyak guru yang menyukainya namun tak sedikit juga yang kesal dengan gayanya yang tak pernah bersikap serius, dan terlalu santai. Tak jarang Maya melihatnya tertidur di kelas.
Pernah pada suatu hari Suster Hana, yang adalah suster kepala mendapat panggilan sekolah yang menawarkan agar Rendi mau mengikuti Program Akselerasi Kelas. Namun Maya yang mengira Rendi akan bersedia mengikuti Program itu dibuat melongo, Rendi menolak mentah-mentah kesempatan berharga itu.
Yang membuat Maya semakin merasa bingung adalah jawaban dari alasan Rendi ketika Suster Kepala bertanya padanya apa alasan Rendi menolak Program itu.
"Maaf, Bu, saya...saya.. Tidak mau.." Kata Rendi waktu itu, sambil menatap Maya, karena sepulang sekolah Suster Kepala memanggil mereka berdua ke ruangannya.
Maya yang kebingungan pun bertanya padanya, ketika mereka berdua sudah keluar dari ruangan Suster Hana.
"Kenapa? Kamu kan bisa lulus lebih cepat!?"
Rendi hanya mengangkat kedua bahunya, "Kau masih ingat dongeng tentang Peter Pan di negeri Neverland? Aku juga tidak ingin terlalu cepat dewasa, lebih baik menikmati hidup dengan santai."
Maya waktu itu tidak mampu memahaminya, tapi jawaban jujur Rendi sangat ia hargai.
Keduanya tetap bersahabat dan kini Maya menyadari kejeniusan Rendi tidak hanya pada pelajaran sekolah dan nilai-nilai ujiannya, tetapi juga tentang cara dia memandang dunia di luar sekolah.
Maya tersadar dari lamunannya, ketika Rendi menegurnya.
"Kamu, dengar nggak apa yang kukatakan?" tanya Rendi.
"Iya, iya, aku nggak boleh memberitahu hal ini pada siapa pun, kan?" Maya meninggikan nada suaranya.
"Tumben, kamu paham omonganku," Rendi menatap Maya agak ragu.
"Pasti, dong!" jawab Maya dengan optimis. "Eh...ngomong-ngomong instansi pemerintah itu apa?"
Rendi menepok jidatnya sendiri dan kembali memberi penjelasan pada Maya.
Keesokan harinya, di sekolah, saat berada di kelasnya, Rendi terlihat tidak biasa. Dia dengan tekun membaca sebuah buku tebal sangat serius. Tidak seperti biasanya yang selalu tertidur pulas, Maya yang penasaran mencoba mengintip apa yang sedang dibaca Rendi.
Rendi yang mengetahui gelagat Maya hanya menatap dengan ekspresi datar, seolah-olah hendak menyampaikan bahwa itu tindakan yang sia-sia.
Maya hanya mencebikkan bibirnya dan memalingkan mukanya. Dan Rendi melanjutkan membaca bukunya tanpa mempedulikan reaksi Maya.
Hari demi hari berlalu dan hari libur pun kembali tiba. Ketika Maya sedang bersantai di atas tempat tidurnya, Tiba-tiba terdengar ketukan pintu kamarnya.
Tok tok tok!
Sebelum Maya sempat turun dari tempat tidurnya, pintu terbuka dan kepala Rendi melongok ke dalam kamar Maya.
"May, ikut aku yuk!"
Maya melangkah menuju pintu dan membukanya lebih lebar dan bertanya,
"Mau kemana?"
Rendi tak banyak bicara dan meraih tangan Maya dan memaksa untuk mengikutinya.
Keduanya kembali menyelinap menuju belakang Asrama Panti.
Namun saat itu Suster Maria terlihat sedang duduk tak jauh dari pintu belakang koridor Panti Asuhan.
"Hayo, mau kemana kalian? Jangan main jauh-jauh ya?!" Suster Maya mengingatkan.
Maya dan Rendi hanya tersenyum dan menjawab bersamaan, "Baik, Susteerrr."
Kedua anak itu kembali melewati belukar kebun belakang Panti yang menyemak dan memasuki gerbang yang penuh karat dari bangunan terbengkalai sebelumnya.
Ketika sebelumnya Maya telah mengunjungi gedung itu tak terlihat begitu seram tapi saat itu Maya seperti merasa seram melihat gedung tua yang sudah lama tidak dipedulikan pemiliknya.
"Kenapa, kemari lagi, aku merasa merinding melihat gedung ini," Maya merengek.
"Ah, kita kan pernah kemari sebelumnya, kamu takut ya..." Rendi menggoda Maya.
"Anggap saja ini gedung misteri, bukan gedung angker," Rendi berceloteh sambil tetap mengajak Maya memasuki pelataran gedung tua itu.
"Gedung misteri, apaan sih?" Sahut Maya
"Bilang saja takut hihihi.." Rendi kembali meledek Maya.
"Ih, nggak aku nggak takut yaaa.. Cuma khawatir kamunya jadi nggak beres berpikir. Lagian, coba lihat tempat ini seperti kapal pecah, langit-langit ruangan juga nampak rapuh," kata Maya sambil menunjuk ke atas ruangan besar bangunan tua itu.
"Itu kan berbahaya untuk kita..." lanjut Maya.
Tapi Rendi membalas santai, "Memang benar tempat ini mungkin berbahaya untukku tapi tidak bagi mu yang diselubungi energi istimewa."
"Huuh, ya sudah, terus kita mau ngapain di tempat ini?" Maya pun mengalah.
"Coba lihat, perkakas bekas dan puing-puing bangunan ini," tunjuk Rendi ke sekitar ruang besar bangunan itu.
"Sama seperti yang telah kita lakukan sebelumnya, benda-benda tak berguna itu bisa dipakai untuk membantumu mengendalikan selubung energi istimewa yang ada pada tubuhmu."
"Aku sudah memikirkan semuanya beberapa hari ini aku sibuk mencari informasi tentang ciri-ciri kekuatanmu, tapi aku hampir tak menemukan jenis yang serupa."
Rendi kembali melanjutkan penjelasannya. Keduanya duduk di sebuah kotak peti kayu.
"Tapi yang aku temukan adalah kesimpulan bahwa kamu akan lebih baik secara langsung diajari bagaimana cara mengendalikannya."
Maya yang mendengarkan penuh perhatian lalu bertanya.
"Lalu apa yang harus kulakukan sekarang, seperti pertama kali kita kemari sebelumnya?"
Dan Rendi pun berdiri mondar mandir menjelaskan apa saja yang menjadi daftar di dalam rencananya.
Rendi membuat rancangan pelatihan untuk Maya, Rendi menunjuk plat baja konstruksi bangunan yang tergeletak dan menyuruh Maya mengangkatnya, setelah itu Rendi meminta Maya memukul sebatang papan kayu tipis, dan ketika Maya mampu mematahkan kayu itu dengan mudah, Rendi meningkatkan tingkat kesulitannya.
Maya kini berusaha mencoba plat konstruksi baja yang sebelumnya dia angkat dengan mudah.
"Blarrrr!!!" Plat Baja itu patah dengan mudahnya.
Rendi tentu saja mencatat semua yang diamatinya. Terakhir Rendi menyuruh Maya menghantam salah satu sisi tembok ruangan yang agak jauh darinya.
Blaaarrr!!!
Tembok itu hancur berkeping-keping. Dan Maya terlihat baik-baik saja.