Agnia, 24 tahun terjebak cinta satu malam dengan Richard Pratama akibat sakit hati kekasihnya Vino malah menikah dengan adik sepupunya.
Melampiaskan kemarahannya, karena keluarganya juga mendukung pernikahan itu karena sepupu Nia, Audrey telah hamil. Nia pergi ke sebuah klub malam, di sana dia bertemu dengan seseorang yang ternyata telah mengenalnya dan mengaguminya sejak mereka SMA dulu.
Memanfaatkan ingatan Nia yang samar, kejadian malam itu. Richard minta Nia menikahinya, dan menafkahinya.
Tanpa Nia sadari, sebenarnya sang suami adalah bos baru di tempatnya bekerja.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon noerazzura, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22. Di awasi
"Om, Tante, saya ijin ajak Agnia..."
"Formal sekali sih nak Kalvin" kata Santi yang merasa Kalvin memang sangat formal.
"Iya nak Kalvin, jangan canggung begitu. Anggap saja om dan Tante ini, keluarga sendiri. Kan sebentar lagi kita juga jadi keluarga" ujar Indra menambahkan.
Nia yang berada di belakang ayah dan ibunya, langsung mencebikkan bibirnya.
'Idih, ini gak ada yang mau tanya perasaan aku gimana gitu? main langsung jadi keluarga aja gitu? yang bener aja?' batin Nia.
Sebenarnya dia ingin menyerukan apa yang ingin dia katakan itu. Tapi dia juga khawatir, nanti ayah dan ibunya marah padanya, mengutuknya jadi anak durhaka. Sementara situasinya belum tenang. Nia masih di anggap sebagai seorang anak yang bergaul dengan berandalann. Dia tidak bisa mengatakan yang sebenarnya, dia belum siap di coret dari kartu keluarga, dan belum siap di usir oleh kedua orang tuanya.
Salahnya memang karena menikah diam-diam. Tapi, itu juga terjadi begitu saja. Nia sama sekali tidak bisa menolak kalau di dowan Richard. Mungkin karena memang sudah menyukai sejak 8 tahun lalu. Begitu bertemu lagi, Nia seperti terhipnotis. Seperti lagu Indah Dewi Pertiwi, ada yang ingat tidak? 'kamu suruh datang, mau. Kamu suruh pergi, mau. Mau maunya aku?' ya seperti itulah. Seperti tak bisa menolak.
Asal di tatap saja oleh Richard. Maka Nia akan menjadi sangat penurut. Padahal sebenarnya Richard tidak menggunakan hipnotis. Dia hanya menggunakan tatapan magis yang di miliki oleh matanya yang memang memiliki cinta yang tak terukur untuk Agnia. Bahasa sederhananya, kalau Nia sudah ketemu pawangnya, ya dia akan menjadi tak berkutik.
"Jadi, kita tidak akan berangkat?" tanya Kalvin yang sudah siap di dalam mobil, tapi dari tadi Nia malah bengong.
"Eh..."
Nia tersadar dari lamunannya, dan menoleh ke arah Kalvin yang sudah duduk di sebelahnya, di dalam mobilnya. Sementara saat Nia menoleh ke arah spion mobilnya. Ayah dan ibunya juga masih memantau tampaknya dari teras rumah Indra itu.
"Iya, mas Kalvin mau kemana?" tanya Nia tersenyum canggung.
"Tempat apa yang paling kamu suka datangi?" tanya balik Kalvin.
Pria itu pikir, kalau mau mendekati Nia. Dia memang harus memastikan, mengetahui apa saja yang Agnia suka dan tidak. Dari tempat yang Nia suka dulu pastinya.
"Tentu saja, mall" kata Nia jujur.
Nia memang paling suka ke mall. Memang siapa yang tidak suka ke mall. Di sana semuanya ada kan?
Kalvin pun mengangguk setuju.
"Baiklah, kalau begitu kita bisa ke mall yang paling kamu suka datangi"
Nia mengangguk. Dia tidak punya pengalaman menjadi tour guide sebelumnya. Setidaknya kalau ke mall. Tidak banyak hal yang harus dia jelaskan pada Kalvin kan. Memangnya siapa yang tidak tahu apa yang ada di mall Nia tentu tidak harus memberitahu pada Kalvin, kapan mall itu berdiri, atau siapa pendirinya kan. Seperti menjelaskan tentang museum, tugu, atau semacamnya.
Nia menghidupkan mesin mobilnya, lalu melajukan kendaraannya itu keluar dari gerbang rumah ayahnya yang cukup tinggi itu.
Di teras, Indra dan Santi saling pandang.
"Menurut mu, Nia tidak akan membuat masalah kan?" tanya Indra pada istrinya.
Santi sebenarnya tidak yakin, tapi masa iya dia bilang pada suaminya kalau dia firasat Nia mungkin akan membuat masalah. Bisa tambah ketat suaminya mendisiplinkan Nia. Bisa-bisa di kurung di rumah Nia nanti oleh suaminya, tidak bisa keluar bahkan tidak bisa bekerja pula.
"Santi..."
"Mas, bagaimana kalau kita positif thinking saja pada anak kita, ya? kita harap yang baik-baik saja" kata Santi sambil tersenyum dan merangkul lengan suaminya.
Sedangkan di depan gerbang, seorang pria tengah masuk ke dalam mobilnya setelah menghubungi seseorang. Pria itu dengan mobil mewahnya sedang mengawasi Nia, dan dia juga segera melajukan kendaraan mewahnya itu untuk mengikuti Nia.
Kenapa dia membawa mobil mewah, mobil sport yang pastinya hanya bisa di miliki oleh kalangan ber'uang saja. Alasannya ya, karena dia tidak mungkin di curigai sebagai penguntit kan? mana ada penguntit pakai Lamborghini.
Dan di kantornya, di ruangan meeting lebih tepatnya. Richard baru saja mendapatkan laporan dari anak buah Felix, tentang istrinya yang malah pergi dengan seorang pria dengan mobilnya.
"Benar-benar nakal" gumam Richard di tengah dia memimpin meeting itu.
Beberapa orang pengusaha yang datang untuk menghadiri rapat itu saling pandang dan tampak bingung.
Bahkan seorang pengusaha senior yang sedang presentasi di depan Richard terlihat canggung dan tak dapat melanjutkan apa yang ingin dia sampaikan setelah mendengar apa yang di katakan oleh Richard tadi.
"Maaf tuan Richard, anda bilang apa?" tanya nya ragu.
Masa iya dia di bilang nakal oleh Richard. Tapi, kalau bukan dia, lantas siapa? Kan yang sedang presentasi hanya dia.
Richard menoleh ke arah pria paruh baya itu.
"Bukan anda pak Sofyan, lanjutkan saja presentasi anda. Saya mendengarkan!" katanya.
Dan meski Richard bilang mendengarkan, akan tetapi pandangan matanya tertuju pada layar ponselnya. Semua yang hadir dalam meeting itu juga tidak berani protes. Mereka berada di sana untuk mendapatkan persetujuan kerja sama dengan Richard. Bukankah, jika mereka protes, maka mereka sendiri yang akan kehilangan kesempatan untuk bisa bekerja sama dengan Richard. Siapa yang ingin rugi? hingga mereka semua pun hanya diam. Entah benar-benar di dengarkan atau tidak apa yang mereka sampaikan itu oleh Richard.
Dan belum juga mereka selesai meeting, Richard tiba-tiba berdiri.
"Aku ada keperluan penting, kalian lanjutkan saja presentasi nya. Felix akan menentukan siapa yang akan bekerja sama setelah mendengarkan semuanya"
Dan Richard pun langsung pergi keluar dari ruangan meeting itu tanpa menoleh ke belakang atau melihat ke salah satu pengusaha yang ada di sana.
Melihat kelakuan itu salah satu perusahaan yang baru bergabung tampak mendengus kesal.
"Yang namanya anak muda di suruh jadi Presdir perusahaan besar ya seperti itu, yang di khawatirkan. Dia bertindak semaunya sendiri" bisiknya pada pengusaha lain di sampingnya.
"Siapa yang suruh tuan Richard jadi Presdir, pak Candra?" tanya pengusaha senior yang di bisiki okeh pak Candra itu.
"Tentu ayahnya lah! Kenapa tidak tuan Marshall saja yang memimpin rapat?" tanya pria paruh baya yang baru pertama kali punya kesempatan untuk bekerja sama dengan perusahaan milik Richard itu.
"Pak Candra bercanda ya?" tanya pria itu.
Candra mengernyitkan keningnya bingung.
"Pemilik perusahaan Marshal ini ya tuan Richard itu, dia yang mendirikan dan membangun perusahaan ini sampai sebesar ini, satu-satunya perusahaan multinasional di di kota ini. Aku dengar dia sudah tidak punya ayah sejak kecil" jelas pria yang sudah mengenal cukup lama Richard.
Candra menghela nafasnya panjang. Untungnya dia tidak bicara di depan Felix, atau Richard. Kalau tadi, dia bicara seperti itu pada Felix atau Richard. Habislah dia, tidak punya lagi kesempatan bekerja sama dengan Richard.
***
Bersambung...
eeehhh malah Nia yang duain ini yaa wkwkwkw