Sebenarnya, cinta suamiku untuk siapa? Untuk aku, istri sahnya atau untuk wanita itu yang merupakan cinta pertamanya
-----
Jangan lupa tinggalkan like, komen dan juga vote, jika kalian suka ya.
dilarang plagiat!
happy reading, guys :)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Little Rii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Prioritasnya
Sepulangnya Aryan dan Aira dari luar, kini Aira tengah duduk di tepi ranjang, sembari mengoleskan minyak telon ke perutnya yang sudah mulai terlihat membesar.
Aryan yang baru saja keluar dari kamar mandi, tak sengaja menatap perut istrinya yang sudah mulai membesar, ia pun terdiam sejenak dengan detak jantung yang tak karuan. Setelahnya, Aryan pergi ke ruang ganti, untuk berganti pakaian.
Setelah dirasa cukup mengoleskan minyak telon, Aira langsung membaringkan tubuhnya, lalu mulai membaca doa tidur. Malam ini, ia tidur di jam 11 malam, padahal biasanya jam 9 sudah tidur dan paling telat jam 10.
"Kamu udah minum susu?" tanya Aryan yang sudah berada di sisi ranjang. Aryan menatap susu khusus ibu hamil yang ada di atas nakas dan belum di minum.
"Aku gak suka rasa cokelat, mas. Suka vanila," jawab Aira dengan mata yang tertutup.
"Terus kenapa gak beli yang vanila?" tanya Aryan naik ke ranjang, lalu menatap perut Aira yang belum ditutupi selimut.
"Kan mas yang beli," jawab Aira pelan membuat Aryan mengangguk samar. Mungkin karena ia berpikir semua wanita itu suka rasa cokelat, seperti Diana, makanya ia beli rasa cokelat juga.
Tentang Diana, ia sudah menghubungi Adrian dan kata asistennya, Diana sudah sampai di rumah. Ban mobil bukan bocor, hanya kempes saja. Ia juga sudah mengirimkan pesan ke Diana, menanyai kabar wanita itu, namun tak kunjung di balas sampai sekarang. Mungkin masih marah karena bukan dirinya yang datang ke sana, melainkan Adrian.
Aryan menghela nafas perlahan, lalu menatap wajah istrinya yang sudah tertidur. Tenang, namun selalu mengusik hatinya. Ia pun menarik selimut, namun sebelum itu, Aryan menatap kembali perut Aira lalu menyentuhnya pelan.
Sensasinya sangat berbeda dan unik, membuat perasaannya yang tadi kacau, sedikit tenang. Ia pun menarik selimut, lalu menyelimuti Aira hingga ke dada. Setelahnya, Aryan mematikan beberapa lampu, lalu ikut tidur karena memang ia sudah mengantuk. Besok, ia punya pekerjaan yang banyak.
Keesokan harinya.
Aryan sudah berada di meja makan untuk sarapan, sedangkan Aira tak mau makan dulu karena baru selesai muntah-muntah. Kini, wanita itu sudah tertidur lagi, jadi Aryan memilih sarapan duluan.
"Buatkan dia makanan yang dia mau, bu, tapi tetap perhatikan semua bahannya. Jangan sampai sakitnya kambuh," ujar Aryan setelah sarapan dan diangguki bu Imas.
Setelahnya, Aryan kembali ke atas untuk mengambil tas kerjanya. Ia ada rapat pagi ini, siang nanti dan juga ada pertemuan dengan teman-temannya sore nanti. Benar-benar padat.
"Saya pergi kerja dulu, kamu jangan lupa makan ya. Jangan telat, takutnya asam lambung kamu naik. Minum obat juga, terus jangan lupa makan buah," ujar Aryan sebelum pergi kerja.
"Iya, hati-hati, mas." Aryan mengangguk pelan, lalu bergegas pergi kerja.
Di perjalanan menuju kantor, notifikasi pesan terdengar dari ponselnya. Ia pun melirik sekilas, ternyata pesan dari Diana. Mungkin balasan dari pesannya semalam.
Aryan memarkirkan mobilnya di parkiran kantornya, lalu melihat balasan dari Diana.
^^^"Aku maafin, asal kamu mau ketemu aku siang ini! Kalau kamu gak bisa juga, udah, kita gak usah ketemu lagi sampai kapanpun!" ^^^
"Maaf, Na, siang nanti aku ada rapat penting," balas Aryan cepat. Tak mungkin juga Aryan meninggalkan rapat demi Diana, walau perasaannya sedang tak karuan sekarang. Membayangkan Diana mengabaikannya lalu menikah dengan laki-laki lain, benar-benar membuat perasaannya kacau.
Seketika mood-nya langsung berantakan.
^^^"Terus kamu ada waktu luang kapan? Sore?"^^^
"Sore ada pertemuan sama teman-teman aku, Na."
^^^"Pilih temen kamu apa aku! Aku serius, Aryan! Aku gak mau terus kayak gini!"^^^
Kalau Diana sudah memanggil namanya seperti itu, berarti wanita itu sudah sangat marah.
"Jam 11 nanti ya, selesai rapat aku langsung temuin kamu. Kita ketemu dimana?"
^^^"Di rumah aku."^^^
"Jangan di rumah, Na. Jauh banget dari kantor, nanti jam 2 aku ada rapat lagi." Lagi, Aryan mencoba memberikan pengertian. Kalau sudah ngambek, Diana ini sangat sulit di bujuk.
^^^"Oke, di cafe biasa."^^^
"Oke."
Setelah itu, Aryan pun bergegas masuk ke kantornya, untuk mulai bekerja.
Pukul 11.00.
Aryan sudah masuk ke mobilnya dan akan pergi ke cafe tempat biasanya ia dan Diana bertemu.
^^^"Pak, jangan lupa susu ibu hamil rasa Vanila ya. Soalnya udah 2 hari istri bapak gak minum susu ibu hamil." ^^^
Aryan membaca pesan yang dikirim bu Imas, lalu berpikir sejenak.
Kalau ia beli susu sekarang, maka ia akan membuat Diana menunggu sedikit lama, karena ia tidak mungkin membeli susu satu atau dua kotak saja. Tapi, kalau ia temui Diana, pastinya mereka tidak akan bicara sebentar, pasti lanjut makan dan mengobrol yang lain.
Ck, jadi pusing kan.
Aryan benar-benar dibuat pusing dengan dua wanita di hidupnya.
"Astagfirullah." Aryan memijit keningnya, lalu menyandarkan kepalanya di kursi.
Ponselnya terdengar berdering, membuatnya langsung membuang nafas dengan kasar.
"Halo, Na. "
"Udah dimana, Iyan? Aku udah nunggu dari tadi di sini."
"Na,...
"Apa? Mau apa lagi? Kamu ada acara lain lagi? Gak jadi ke sini? Udah ah kalau gitu, aku pulang aja! Capek-capek aku nunggu di sini, tapi malah gak jadi."
"Bukan itu, Na."
"Terus apa? Giliran sama istri kamu, kamu ada waktu, tapi sama aku selalu aja sibuk. Sebenarnya kamu itu anggap aku apa sih? Kalau emang kamu milih kehidupan kamu yang sekarang, tolong lepasin aku, Aryan! Jangan ngasih harapan gini! Jadinya aku yang paling tersiksa kalau kayak gini," ucap Diana terdengar menangis.
Aryan jadi tidak tega.
Namun, belum juga ia memberi tanggapan, sebuah pesan kembali masuk ke ponselnya.
"Pak, bu Aira pingsan lagi."
"Ya Allah."
"Kenapa, Iyan? Kamu jadi kan ke sini? Please, jangan mainin aku terus."
"Maaf, Na. Aira pingsan, jadi aku harus ke sana. Aku janji bakalan ketemu kamu nanti, aku janji."
Panggilan berakhir begitu saja, membuat kepala Aryan semakin pusing. Ia pun segera melajukan mobilnya menuju tempat yang benar-benar akan ia tuju dan pastinya membuat hatinya lebih tenang.
Sebelum itu, ia menelepon seseorang terlebih dahulu, untuk memastikan sesuatu.
"Tolong bawa Aira ke rumah sakit, kalau benar-benar parah. Kalau hanya pingsan biasa, panggilkan dokter saja. Saya lagi banyak banget urusan, saya minta tolong ya, bu Imas. "
Setelah mengatakan itu, Aryan pun mengirimkan pesan ke Diana untuk tetap menunggu, karena ia akan segera datang.
Menurutnya, Diana masih prioritasnya untuk saat ini, karena wanita itu masih ada di hatinya sampai saat detik ini.
padahal bagus ini cerita nya
tapi sepi
apalagi di tempat kami di Kalimantan,
jadi harus kuat kuat iman,jangan suka melamun
ngk segitunya jgak kali
orang tuanya jgk ngk tegas sama anak malah ngikutin maunya anak
emak sama anak sama aja
si aryan pun ngk ada tegasnya
.