NovelToon NovelToon
Pernikahan Di Atas Skandal

Pernikahan Di Atas Skandal

Status: sedang berlangsung
Genre:Spiritual / Lari Saat Hamil / Selingkuh / Cinta Terlarang / Pelakor
Popularitas:5.1k
Nilai: 5
Nama Author: Edelweis Namira

Btari harus menjalani pernikahan kontrak setelah ia menyetujui kerja sama dengan Albarra Raditya Nugraha, musuhnya semasa SMA. Albarra membutuhkan perempuan untuk menjadi istru sewaan sementara Btari membutuhkan seseorang untuk menjadi donatur tetap di panti asuhan tempatnya mengajar.
Sebenarnya Btari ragu menerima, karena hal ini sangat bertolak belakang dengan prinsip hidupnya. Apalagi Btari menikah hanya untuk menutupi skandal Barra dengan model papan atas, Nadea Vanessa yang juga adalah perempuan bersuami.
Perdebatan selalu menghiasi Btari dan Barra, dari mulai persiapan pernikahan hingga kehidupan mereka menjadi suami-istri. Lantas, bagaimanakah kelanjutan hubungan kedua manusia ini?
Bagaimana jika keduanya merasa nyaman dengan kehadiran masing-masing?
Hingga peran Nadea yang sangat penting dalam hubungan mereka.
Ini kisah tentang dua anak manusia yang berusaha menyangkal perasaan masing

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Edelweis Namira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

PEDULI

Malam semakin larut. Dari luar terdengar suara hujan deras. Suasana yang sangat cocok untuk merebahkan diri di kasur. Terlelap dan bermimpi. Namun tidak untuk Btari. Gadis itu masih begitu sibuk memeriksa segala keperluannya untuk perjalanan besok. Sebenarnya ini perjalanan biasa, namun bepergian ketika musim hujan tentunya ia akan membutuhkan lebih banyak perlengkapan.

Sementara itu, Barra baru saja akan ke kamarnya. Ia baru saja mengambil minum dan melihat pintu kamar Btari belum tertutup rapat. Lelaki itu lalu menuju kamar Btari, bermaksud untuk menutupnya. Namun ia justru terkejut. Ia bisa melihat jelas Btari terlihat berbeda ketika tanpa jilbab. Ini kali pertamanya melihat Btari berpenampilan seperti itu.

Rambutnya tampak agak cokelat bergelombang. Gadis itu hanya menyelipkan rambutnya ke telinga kiri. Wajah seriusnya sangat terlihat cantik. Ia, Barra mengakui, Btari begitu cantik jika dengan penampilan seperti itu.

"Ah, mikirin apa, Bar? Kamu udah punya Nadea. Hanya Nadea yang cantik. Titik." Barra menggerutu sendiri.

Barra harus mengumpulkan kesadaran, tentunya jangan sampai Btari menyadari kehadirannya di depan pintu. Bisa menimbulkan pertengkaran lagi nanti. Walaupun Btari halal untuknya, namun menghormati Btari itu lebih baik.

Selama tiga minggu ini, mereka memang masih sering berdebat kecil. Namun itu membuat Barra merasa senang dengan kehadiran Btari. Suasana rumah terasa lebih hidup, walaupun jika tidak diajak bercanda, Btari lebih mirip patung hidup. Ia lebih sering diam dan fokus dengan seperangkat kameranya.

"Bi, udah tidur belum?" Tanya Barra dari luar. Posisinya dibuat seolah ia belum mendekat ke pintu.

Tidak lama kemudian, Btari muncul. Kali ini dengan jilbab instannya.

"Kenapa?" Tanyanya sambil melipat tangan di dada

"Serius banget. Kenapa belum tidur?"

Btari menghela napas sambil memutar bola matanya seolah malas meladeni Barra.

"Terserah aku dong. Bukan urusan kamu." Sahut Btari ketus.

Jika dulu Barra akan naik darah jika Btari berubah jadi ketus dan galak, sekarang tidak lagi. Aneh memang. Namun percayalah Btari ternyata tidak seidealis dan segalak itu. Btari mempunyai sisi lembut yang tidak Barra kira sebelumnya.

"Mau dibantu nggak?"

Btari menggeleng cepat. Wajahnya masih ketus. Sepertinya ia memang sedang marah karena dikerjai Barra tadi atau ia memang sedang marah karena telepon Nadea? Nampaknya tidak. Btari tidak sebaper itu.

"Besok aku antar aja, ya. Kamu pesawat jam berapa?"

"Siapa bilang aku naik pesawat?"

Barra berubah serius. Memangnya kalau tidak naik pesawat, Btari akan naik apa? Terbang?

"Aku naik kereta. Dan kamu nggak perlu nganterin aku kesana. Malas banget denger Alina dan yang lainnya heboh karena kamu jadi suami yang baik." Ujar Btari karena melihat wajah Barra yang bingung.

"Kenapa nggak pesawat saja? Sampainya lebih cepat dan lebih aman, maybe."

Btari menghela napas panjang. Masih dengan wajah datarnya ia duduk di sofa dekat tv. Barra siap mendengarkan penjelasan gadis itu.

"Semuanya sudah diatur, Bar. Lagian aku berangkatnya bareng timku. Aku bukan tipikal orang yang mau ngurusin tiket dan segala macam. Jadi ya tinggal beres aja."

"Aku pesenin aja, ya. Aku nggak tenang kalau kamu harus naik kereta. Mana barang bawaan kamu lumayan banyak. Nanti kamu capek jalan di tempat ramai dengan ransel sebesar itu."

Btari tersenyum sinis membuat Barra bingung. "Kamu khawatir? Nggak cocok, Bar." Katanya ketus. Lalu berjalan menuju kamarnya.

Barra menahan tangan Btari. Gadis itu terkejut. Matanya menatap Barra dengan tajam. Walaupun kulit Barra tidak bersentuhan langsung dengannya karena terhalang baju, namun sikap Barra membuatnya risih.

"Lepasin, Bar." Btari berkata dingin.

"Aku belum selesai bicara." Barra tidak kalah datar. Suaranya lebih dingin dari biasanya.

"Kalau untuk membahas ini aku nggak mau. "

"Aku sudah minta Dika pesankan tiket pesawat untuk kamu besok." Ujar Barra serius. Ia lalu melepaskan tangan Btari dan berlalu pergi meninggalkan Btari yang masih mencoba meredam emosinya.

Gadis itu memijit pelipisnya. "Barra!" Gadis itu berjalan cepat dan menatap Barra dengan tajam.

"Apa? Kenapa kamu pesan tiket pesawat? Aku sudah bilang, aku akan naik kereta dengan timku. Kenapa kamu susah sekali mengerti, Bar?"

Barra menatapnya tidak kalah serius. "Naik kereta itu lama dan melelahkan. Kamu pikir aku bisa tenang kalau kamu harus duduk berjam-jam begitu.

"Timku semuanya naik kereta. Aku nggak bisa meninggalkan mereka begitu saja. Kami satu tim, Barra." Btari berkata dengan lembut. Berusaha agar Barra membatalkan tiket itu.

"Kamu bisa ketemu mereka di Malang. Lagi pula, aku nggak minta mereka ikut pesawat juga, kan?"

"Itu bukan soal nyaman atau nggaknya, Bar. Aku bagian dari mereka. Apa kamu tahu bagaimana rasanya jadi orang yang tiba-tiba terlihat 'berbeda'?"

"Bi, ini soal keamananmu. Aku nggak peduli mereka pikir apa. Yang penting kamu nggak kelelahan di jalan." Barra berkata dengan tenang.

Btari duduk di sofa. Kepalanya benar-benar pusing karena Barra.

"Bar, aku ini bukan anak kecil. Aku sudah biasa bepergian seperti ini. Bahkan sebelum kita menikah, aku sering pergi jauh dengan kereta. Kenapa sekarang jadi masalah?"

Barra tahu kalau sekarang Btari marah besar padanya. Lagipula ia tidak peduli dengan kemarahan Btari. Asal Btari selamat, ia akan melakukan itu. Barra sudah diamanahi oleh Abang Btari untuk selalu menjaga Btari.

"Karena sekarang kamu istriku. Itu sudah cukup alasan untukku peduli."

Suasana jadi hening seketika. Gadis itu tertawa kecil terkesan sinis mendengar itu. "Istri? Bar, hubungan kita hanya sebatas hubungan kerja sama. Jangan bertingkah melebihi kesepakatan kita. Aku memberi tahu kamu tentang kepergianku karena aku menghormati kamu sebagai suami. Aku butuh izin kamu walaupun pernikahan kita hanya sementara."

Kali ini Barra yang memijit pelipisnya. Ia duduk di sofa dekat dengan Btari duduk. Lelaki itu menghela napasnya panjang. Berusaha untuk tenang dan berbicara lembut dengan Btari. Gadis ini begitu keras kepala. Masih sama dengan dulu. Bodohnya Barra tetap saja khawatir dengannya.

"Aku tahu. Kamu tidak perlu mengingatkan aku soal itu. Aku melakukan ini hanya karena kamu istriku. Apapun itu, kamu tetap istriku. Keselamatanmu, kenyamananmu dan keamananmu adalah tanggung jawabku. Aku mohon mengertilah."

"Berhenti bertindak berlebihan, Albarra. Ini hanya masalah sepele, jangan membuatnya berlebihan. Aku sudah sering bepergian dengan kereta. Jadi hentikan kekhawatiranmu yang tidak beralasan itu."

"Kalau bukan untukku, aku mohon lakukan ini untuk Abangmu. Kamu tidak tahu betapa khawatirnya ia ketika kamu bepergian jauh tanpa kabar."

Btari tersenyum tipis. Kenyataan bahwa Barra mengkhawatirkannya ternyata hanya karena abangnya membuatnya sedikit tersentil. Ia yakin, Barra tidak mungkin sepeduli ini padanya.

"Abangku itu urusanku. Jangan kamu mempersulit itu semua. Aku tahu apa yang aku lakukan. Jangan berlebihan seperti itu. Aku melakukan ini bahkan sebelum kita menikah."

"Tapi sekarang berbeda. Orang tahunya kamu istriku. Aku bahkan tidak bisa pura-pura untuk tidak peduli."

Mendengar kata-kata jtu menggelitik Btari. Tampak lucu dan miris. Matanya menatap Barra dengan sinis.

"Lucu ya, kamu bilang nggak bisa pura-pura nggak peduli. Tapi apa kamu lupa, pernikahan ini sendiri adalah pura-pura?"

Kata-kata Btari membuat Barra terdiam. Dia menatap Btari dengan pandangan yang sulit dibaca, ada campuran rasa bersalah dan frustasi. Ia sudah membawa Btari ke kehidupannya, namun ia juga malah terjebak dalam ritme hidup Btari.

Barra menarik napasnya dalam-dalam. Ia menatap Btari dengan lembut. Senyum kecil terbit di wajahnya. "Aku tahu ini semua hanya kesepakatan. Tapi, Bi, aku tetap manusia. Aku nggak bisa berhenti peduli begitu saja."

Btari berdiri. Ia lalu menggeleng pelan, "Kalau kamu benar-benar peduli, biarkan aku menjalani hidupku sesuai caraku. Jangan campuri urusan pekerjaanku. Itu satu-satunya hal yang aku miliki di luar pernikahan ini."

Barra mendekat ke Btari. Berusaha tenang. "Aku nggak bermaksud merebut kebebasanmu, Bi. Aku cuma nggak tahu cara lain untuk menunjukkan kalau aku peduli."

"Kalau kamu peduli, hormati aku. Hormati caraku menjalani hidup." Kata Btari lalu berlalu masuk kamar.

Hening menyelimuti ruangan. Barra tidak membalas, hanya menggangguk seolah mengiyakan perkataan Btari. Meski perdebatan selesai, perasaan tidak nyaman tetap terasa di antara mereka.

Btari kembali fokus pada persiapannya, sementara Barra hanya duduk diam, merenungkan apa yang baru saja terjadi. Ada sesuatu dalam kata-kata Btari yang membuat hatinya terasa berat.

"Mengapa aku harus sepeduli ini padamu, Btari?"

1
jen
aku suka karakter Btari /Good/
jen
mengecewakan. ngapain mau SM cwo ga punya prinsip
jen
kayak nyata kak ... cm suka bingung sm namanya kak.
ceritanya kayak beneran, jd senyum" sendiri
Mundri Astuti
semangat kk author, jangan sampai luluh btari, bisa"nya barra ngomong gitu, kelakuannya semaunya sendiri ngga menghargai
Mundri Astuti
nah bagus btari kamu harus punya sikap dan mesti tegas ke barra
Mundri Astuti
si barra bener" ngga punya hati, dah lah btari jangan percaya bualan barra lagi, bodoh banget barra masih ngarep sama pacarnya aja, bener" ini yg namanya cinta itu buta, ... kucing berasa coklat .
Mundri Astuti
barra baru begitu dah cemburu, gimana perasaan betari saat di tlpnan ma kekasihnya, saat dia perhatian dan khawatir sama kekasihnya
Mundri Astuti
si barra kelaguan, biar aja betari dilirik org noh, dah ada yg mo nadangin, blingsatan" dah
Mundri Astuti
cuekin aja btari jangan diangkat, ngga usah diladenin si bara
Arsène Lupin III
Saya terhanyut dalam dunia yang diciptakan oleh penulis.
Oscar François de Jarjayes
Cinta banget sama karakter-karaktermu, thor. Mereka bikin ceritamu semakin hidup! ❤️
Aishi OwO
Bikin happy setiap kali baca. Gak bisa berhenti bacanya.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!