Remake dari karya berjudul Emas yang belum lama di rilis dan karya teman penguasa berlengan satu yang sudah di drop.
Kisah seorang pria yang selalu di hina akibat dia hanya memiliki satu lengan. Dia di khianati istri yang sewaktu smp di tolongnya sampai mengorbankan lengannya. Mertua dan iparnya menganggap dia sampah karena dia sering di pecat karena kondisi nya.
Dia sempat berpikir mengakhiri hidupnya dan di tolong, dia mendapat lengan bionik karena kebetulan dan sempat mau di bunuh oleh selingkuhan istrinya, namun di saat kondisinya sudah kritis, lengan bionik nya malah menolongnya dan memberinya kekuatan untuk mengubah nasib. Bagaimanakah kisah perjalanan hidup baru nya ?
Genre : Fiksi, fantasi, drama, komedi, supranatural, psikologi, menantu terhina, urban.
100 % fiksi, murni karangan author. mohon like dan komen nya ya kalau berkenan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mobs Jinsei, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 2
Keesokan paginya, Marlon terbangun, dia duduk di atas tempat tidurnya, “krrrk....krrrk.” terdengar suara Vania di sebelahnya yang masih mendengkur tidur. Marlon melihat Vania masih mengenakan pakaian pergi nya kemarin yang dia sendiri tidak tahu punya siapa pakaian yang di pakai istrinya, sebab dia tahu Vania tidak memiliki pakaian yang serba terbuka seperti yang sedang di pakainya sekarang.
“Dling.” Sebuah pesan masuk ke smartphone Vania yang berada di sebelah nya. Tanpa sengaja Marlon melihatnya, isi pesannya, “nanti malam kita keluar lagi ya, sayang.” Marlon mengucek matanya memperhatikan benar atau tidak pesan yang dia lihat itu. Dia juga melihat siapa pengirim nya,
“Ditto ? dia masih berhubungan dengan Ditto ?” tanya Marlon dalam hati sambil melihat Vania yang tertidur.
Ditto adalah seorang senior ketika Marlon dan Vania masih kuliah, dia selalu mendekati Vania dan selalu menjelek jelekkan dirinya karena dirinya berlengan satu dan miskin. Ditto memang anak dari ceo perusahaan yang mengelola restoran berantai yang tersebar seantero negeri, kehidupannya selalu glamor dan sering bergonta ganti pasangan.
Marlon masih berusaha berpikir positif, dia turun dari tempat tidurnya dan menyelimuti tubuh Vania, kemudian dia keluar kamar sambil melihat smartphone nya, berharap ada panggilan pekerjaan walau baru sehari. Marlon membuatkan sarapan untuk dirinya dan Vania menggunakan sebelah tangannya, walau hanya roti tawar isi daging asap dan telur rebus, baginya sudah cukup mewah dan mudah di buat.
“Huaaaah.” Vania keluar dari kamar, dia melihat Marlon yang duduk di meja makan dan langsung membuang wajahnya ke arah lain kemudian duduk di sofa sambil melihat smartphone nya,
“Kamu masih berhubungan dengan kak Ditto ?” tanya Marlon.
“Kenapa memangnya ? Bukan urusan mu kan !” bentak Vania ketus.
“Tentu saja urusanku, kamu kan tahu kak Ditto orangnya seperti apa,” balas Marlon dengan nada sedikit tinggi.
“Hah ? kamu marah ? cari kerja dulu sana, baru boleh marah,” balas Vania ketus.
“Tapi kenapa kamu masih menghubungi dia ?” tanya Marlon.
“Terserah aku, aku bosan di rumah, aku ingin keluar,” jawab Vania.
“Iya, tapi kenapa sama dia,” Balas Marlon lagi.
“Kamu berisik ya, aku mau pergi,” Vania berdiri dan berjalan masuk kembali ke kamar kemudian menutupnya dengan membanting pintu.
Karena yang melihat Vania marah ketika dia menegurnya, Marlon menutup wajahnya menggunakan tangan nya, nafsu makannya mendadak hilang, dia berdiri dan masuk ke kamar mandi untuk berganti pakaian.
Setelah selesai, dia keluar dari rumah tanpa pamit kepada Vania yang tidak keluar lagi dari kamar. Dia berjalan keluar dari kontrakannya, banyak tetangga yang bergosip melihat dirinya ketika dia melewati mereka.
Tanpa memperdulikannya walau dia mendengar apa yang di bicarakan dan menusuk hatinya, dia terus berjalan mempertebal telinganya juga emosi nya agar tidak terpancing.
Sepanjang jalan dia terus memperhatikan smartphone nya, tapi tidak ada satupun pesan yang masuk. Tiba tiba teleponnya berbunyi, dia melihat paman menelponnya,
“Halo Marlon,” sapa paman.
“Halo om, tumben telepon aku ?” tanya Marlon curiga.
“Iya, kamu apa kabar ?” tanya paman baik baik.
“Baik baik saja paman, ada apa menelpon ku ?” tanya Marlon yang malah bertambah curiga karena paman berbicara baik.
“Begini, om kan sedang mencicil mobil untuk keperluan kerja, tapi bulan ini lagi ada kendala di pekerjaan, boleh tidak om pinjam uang, tidak besar kok, hanya segini (menyebutkan jumlahnya),” jawab paman.
“Hah, aku tidak punya uang segitu om,” balas Marlon.
“Tolonglah Marlon, om hanya kali ini saja minta bantuan mu, kamu kan punya mobil, bisa tidak di gadaikan dulu, nanti om yang tebus,” ujar paman memaksa.
“Mobil ku sudah di jual, om. Aku sekarang tidak pakai kendaraan, lagipula waktu itu yang pakai mobil bukan aku, tapi Vania. Om kan tahu aku tidak bisa menyetir karena kondisi ku,” balas Marlon.
“Atau kamu pinjam sama mertua kamu, ayolah Marlon bantu om,” ujar paman.
“Tidak bisa, om. Aku tidak bisa pinjam ke papa mertua, kan om tahu hubungan aku dan mereka tidak baik karena kejadian dulu,” balas Marlon.
“Jadi kamu tidak mau menolong, om nih. Kamu sudah lupa ya, yang membesarkan kamu om dan tante,” balas paman mulai sedikit kencang.
“Loh kok gitu, aku benar benar tidak bisa menolong saat ini om, aku tidak bohong,” ujar Marlon membela diri.
“Baiklah, mulai hari ini kamu tidak usah pakai nama belakang ku lagi, kita putus hubungan....tuuut...tuuut...tuuut,” telepon di putus.
“Loh kok gitu ? om.....om,” teriak Marlon.
Dia menutup teleponnya, kepalanya menjadi semakin pusing, dia ingin menolong pamannya, tapi memang saat ini dia tidak bisa. Marlon tertegun sambil melihat smartphone nya. Tiba tiba smartphone nya berbunyi dan dia mengangkatnya,
“Om ?” Tanya Marlon yang tidak melihat siapa penelponnya.
“Maaf, apa benar ini dengan tuan Marlon ?” tanya suara seorang wanita di telepon.
“Iya benar, maaf, aku pikir om ku, maaf ini dengan siapa ?” tanya Marlon sambil melihat nomor yang tertera di layar dan tidak dia kenal.
“Apa benar anda memasukkan lowongan pekerjaan di tempat kami ?” tanya wanita itu.
“Um....aku tidak tahu juga, tapi memang semua yang ada di situs lowongan itu aku masukkan, nama perusahaannya apa ?” tanya Marlon.
“Itu tidak penting, anda adalah pelamar kami satu satunya, setelah mempelajari cv anda, kami mengundang anda untuk langsung bekerja pada kami, gaji yang kami tawarkan adalah (menyebutkan angkanya),”
“Hah...benarkah, gajinya besar sekali, tapi apa anda tidak salah nih ? aku hanya memiliki sebelah tangan seperti yang ku tulis di cv ku, apa tidak masalah ?” tanya Marlon dengan hati berdebar debar.
“Tidak salah dan tidak masalah, baiklah, saya akan mengirimkan pesan untuk alamat lokasi kerja anda dan peta alamat nya, mohon besok datang jam 9.00, terima kasih, semoga hari anda menyenangkan....tuuut...tuuut,” telepon di tutup.
Marlon tertegun, wajah yang sebelumnya terlihat suram, langsung di penuhi senyuman yang lebar dan berseri seri,
“Aku harus segera pulang dan memberitahu Vania,” ujarnya dalam hati yang mendadak menjadi ladang bunga.
Marlon langung berbalik dan berlari pulang dengan perasaan berbunga bunga. Tapi ketika sampai di depan kontrakan, dia melihat sebuah mobil sedan yang cukup mewah dan hanya ada pengemudi mobil di dalamnya. Karena berpikir bukan urusannya, dia melangkah menuju ke pintu kontrakan nya. Ketika tangannya sudah memegang handle pintu, dia mendengar suara orang yang sedang bercumbu di dalam.
Langsung saja dia membuka pintu dan menerobos masuk, dia melepas sepatu kemudian berjalan ke ruang tengah yang ternyata kosong, tapi dia melihat pakaian Vania yang di pakainya berserakan di lantai, kemudian dia mempertajam telinganya dan mendengar suara dari kamarnya, dengan perlahan dia mendekati kamarnya, tangannya memegang handle pintu dengan gemetar, dia menelan saliva nya untuk mempersiapkan diri. “Blak.” Marlon membuka pintunya.
Matanya langsung membulat, dia melihat istrinya yang hanya memakai pakaian dalam sedang berciuman mesra dengan seorang pria bertubuh besar yang sudah setengah telanjang di atas tempat tidurnya. Marlon mengenali pria itu,
“Vania ? kenapa kak Ditto ada disini ?” tanya Marlon.
Mendengar pertanyaan Marlon, Ditto terlihat kaget tapi Vania langsung menenangkan nya, kemudian Vania bangun dan berdiri, dia menghampiri Marlon,
“Ke..kenapa dia di sini Vania ?” tanya Marlon lagi.
Tangan nya sudah mengepal dan gemetar karena emosinya sudah memuncak sampai melewati batas maksimal.
“Kenapa ? karena aku mengundangnya, masalah ? tentu tidak kan, kamu sendiri siapa yang menyuruh pulang hah ? cari kerja sana,” jawab Vania.
“Blaaar.” Kepala Marlon meledak, dia langsung mendorong pundak Vania dengan sebelah tangannya, tapi Ditto berdiri menghampiri Marlon kemudian langsung mendorong Marlon keluar dari kamar dan tersenyum sinis memandangnya.
“Jangan sentuh Vania ku,” ujarnya di hadapan Marlon.
“A...apa ? kamu bilang apa kak Ditto ? Vania mu ? aku suaminya...” Teriak Marlon.
“Lalu kenapa kalau kamu suaminya, memang kamu bisa memberi Vania apa ? di ranjang pun susah dengan tangan yang hanya satu itu kan hahaha,” ejek Ditto.
“Keterlaluan kamu...” Bentak Marlon.
Dia langsung menerjang maju, tapi apa daya, tenaganya kalah kuat dari pria bertubuh besar nan kekar bernama Ditto di depannya dan dia malah terpental jauh ke belakang menghantam meja di ruang tengah. Marlon bangkit perlahan, dia melihat Vania hanya melihat nya saja dan tidak menolongnya sama sekali, malah Vania bertanya pada Ditto apa Marlon menyakitinya atau tidak. Hati Marlon benar benar hancur, akhirnya sesuatu yang sudah dia simpan lama keluar dari mulutnya.
“Kamu keterlaluan Vania, aku menjadi buntung seperti ini demi kamu !” bentak Marlon.
Vania terdiam, dia membuang wajahnya menoleh ke arah lain sambil melipat tangan di dadanya seperti tidak merasakan apa apa,
“Ya, aku tahu, makanya aku bertanggung jawab menikahi mu, tapi sekarang sudah dong, bebaskan aku,” ujar Vania.
Bukannya sadar, Vania malah memojokkan Marlon dengan mengatakan Marlon adalah anak yatim piatu yang tidak punya apa apa dan dia menikahi Marlon hanya karena merasa hutang budi di tambah kasihan tanpa ada rasa cinta sama sekali. Marlon yang mendengar perkataan istrinya langsung menunduk, air matanya sudah tidak keluar lagi karena amarahnya sudah melewati puncaknya, dia memaksakan dirinya berdiri walau tubuhnya terasa sakit sekali.
Dengan tertatih, dia berjalan masuk ke kamarnya melewati kedua orang yang masih setengah telanjang di depan kamar, dia mengambil tas dan mengisi tas itu dengan pakaiannya, setelah selesai, dia berjalan keluar dari kontrakan tanpa menoleh sedikit pun kepada Vania dan Ditto yang sedang merangkul Vania sambil tersenyum melihat dirinya keluar, walau Vania nampak menoleh melihat ke arah lain sehingga wajahnya tidak terlihat.
Marlon dengan gontai berjalan tanpa arah, kepalanya benar benar pening dan tidak bisa berpikir sama sekali. Wanita yang dia cintai dari sejak smp sampai dia rela mengorbankan satu lengan nya, tidak menghargai dan tidak mencintai diri nya sama sekali. Perkataan Vania yang mengatakan kalau dia menikah dengan Marlon hanya untuk balas budi benar benar menusuk dan mengoyak hati Marlon. Air matanya mengucur dengan deras seperti bendungan jebol.
Dia benar benar merasa bodoh selama ini menahan caci maki mertua dan kakak iparnya dan teman teman Vania yang sering mencemoohnya hanya demi bisa bersama Vania.
“Aaaaaaaaaaaah,” Marlon mengeluarkan isi hatinya yang membuatnya sesak dengan teriakan keras tanpa memperdulikan sekelilingnya.
Setelah lega, dengan langkah terhuyung, dia meneruskan jalannya, kepala nya benar benar sudah blank atau kosong total, hidupnya sudah berakhir, yang ada di tatapan nya hanyalah jalan raya yang di penuhi banyak mobil yang melaju kencang di depannya.