Hanin, gadis yatim piatu tak berpendidikan tiba-tiba di jodohkan dengan seorang Pria mapan. Awal nya semua mengira calon Hanin adalah Pria miskin. Namun siapa sangka, mereka adalah orang kaya.
Hanin begitu di sayang oleh mertua dan juga ipar nya.
Tidak ada siapa pun yang boleh menyakiti Hanin. Tanpa mereka sadari, Hanin menyimpan rahasia di masa lalu nya.
Yang penasaran, cus langsung meluncur. Baca nya jangan di loncat ya. Nanti Author ya nggak semangat nulis.
Selamat membaca, ☺️☺️☺️☺️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Uul Dheaven, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8
Sore itu, rombongan warga desa yang terdiri dari ibu-ibu yang sering membantu Hanin, di jemput dengan minibus.
Mereka agak sedikit terkejut karena tidak menyangka akan di jemput seperti itu. Padahal mereka sudah berpikir bagaimana cara nya mendapatkan uang untuk pergi ke kota.
"Kami belum bersiap. Maaf ya pak. Kami tidak tahu akan di jemput sore ini."
"Silahkan bersiap-siap. Katakan juga pada undangan yang lain. Kami akan menunggu. Ini perintah Bu Ambar, untuk mengantar ibu-ibu semua ke hotel kami dengan selamat."
"Ke hotel? Bukan rumah calon mertua nya Hanin?"
"Bu Hanin dan Pak Abi akan menikah di sana. Jadi, Ibu-ibu sekalian tidak akan lelah untuk ke pesta pernikahan mereka. Dan, hotel itu adalah milik keluarga Pak Abi."
"Wah, kalau begitu kami akan bersiap dengan cepat."
"Oh ya, katakan pada ibu-ibu yang menerima undangan. Jika tidak perlu membawa banyak barang bawaan. Karena Bu Ambar sudah menyiapkan segala nya untuk Ibu-ibu semua."
"Baik, Pak. Kami tidak akan lama."
Mereka pun bersiap dengan cepat. Tidak perlu menunggu lama karena memang tidak membawa banyak barang bawaan.
Tiga minibus terparkir di depan rumah salah satu warga. Dan mereka pun telah siap untuk naik.
Namun, mereka di absen satu persatu terlebih dahulu. Karena di dalam sana, mereka harus duduk sesuai dengan tempat duduk mereka masing-masing.
"Kalian siapa? Dan mau apa?" Tanya supir minibus yang bertugas mengabsen tamu undangan dari desa.
"Kami mau ikut naik juga. Kami itu saudara nya Hanin."
"Maaf, nama kalian siapa?"
"Nama ku Cantika. Dan ini, Ibu ku Marni."
"Maaf, nama kalian tidak ada di sini."
"Tapi, kami memiliki undangan nya juga."
"Itu saya tidak tahu."
"Berani sekali kau ya. Baru jadi babu juga sudah begini. Awas saja, jika aku adukan ini pada Hanin, kau pasti akan di pecat." Ucap Cantika dengan pongah nya.
"Maaf, saya hanya menjalankan perintah dari Bu Ambar. Jika mau protes, hubungi saja beliau."
"Hmm,, kami tidak punya nomor nya. Sini, berikan pada ku. Biar aku yang menghubungi beliau."
Pak supir hanya geleng-geleng kepala. Ia tak habis pikir. Mengapa majikan baru nya memiliki keluarga seperti mereka.
"Maaf ya. Kami harus berangkat. Soal nya nanti malam ada acara adat yang harus di hadiri oleh ibu-ibu ini. Permisi."
"Tidak. Kalian tidak boleh pergi tanpa kami."
"Kenapa anda tidak pergi sendiri saja. Bukan kah alat transportasi sudah sampai ke desa ini?"
"Tapi,."
"Sudah. Silahkan minggir. Kami mau jalan. Jangan jadi pengganggu."
"Woy Marni,, minggir sana! Kami mau lewat. Maka nya jadi manusia itu tahu diri. Coba kalian memperlakukan Hanin dengan baik, pasti kalian juga akan seperti kami."
"Betul itu. Kalian itu jahat nya melebihi ibu Tiri di sinetron."
Marni dan juga Cantika hanya memasang wajah masam. Mereka malu sekali di perlakukan seperti itu.
Untung saja para Ibu-ibu yang ada di dalam minibus itu tidak bekerja di sawah dan ladang milik nya.
Mereka bekerja di kebun milik orang lain. Maka dari itu mereka berani melawan Marni sesekali.
Minibus itu pun berangkat. Kini, tinggal lah Cantika dan juga ibu nya di depan rumah tetangga.
Entah bagaimana mereka bisa tahu jika akan ada minibus yang menjemput ibu-ibu itu. Mereka benar-benar tidak tahu diri.
"Bu, kok Hanin kayak gitu sih. Dia benar-benar nggak menghargai kita. Trus, apa Ibu tadi dengar? Mereka menikah di hotel."
"Ah, paling juga cuma hotel lima puluh ribu semalam. Lihat aja tu, kalau memang mereka kaya. Tidak mungkin di jemput dengan mobil kayak gitu."
"Benar juga ya, Bu. Ya pasti di jemput dengan mobil mewah sejenis limousin. Aah,,,."
"Itu kamu tahu. Jadi, nggak usah mikir macam-macam. Besok kita lihat saja dia dimana. Siap-siap kamu rekam ya. Biar kita buat malu dia. Sok mau nikah di hotel."
Kedua ibu dan anak itu pun tertawa. Mengira sama sekali tidak mengira akan kejadian selanjut nya.
Sementara itu di dalam minibus, para Ibu-ibu di buat terkejut dengan isi dalam nya. Semua ada di dalam benda bergerak itu.
Mereka bisa menonton sambil rebahan dan makan cemilan. Bahkan ada toilet mini di dalam nya. Namun sayang, mereka tidak memiliki ponsel. Jadi, tidak bisa mengabadikan momen tersebut.
Maklum, ibu-ibu yang di undang Hanin memang bukan orang berada. Bahkan ada yang susah.
Maka dari itu, Hanin tidak ingin membebani mereka dengan datang jauh ke kota hanya demi pernikahan nya.
Hanin membiayai mereka semua. Mulai dari atas hingga ke bawah. Bahkan, pakaian mereka pun Hanin yang berikan.
"Ibu-ibu semua, kita telah sampai."
"Sampai? Secepat itu?" Ucap salah satu Ibu-ibu yang ikut.
"Iya. Kok cepat sekali ya. Apa kita terlalu nyaman di dalam mobil ini. Udah seperti rumah. Nggak terasa goyang."
"Iya. Ini produk terbaru perusahaan Pak Abi."
"Wah, luar biasa ya suami nya nak Hanin."
Mereka pun turun dan masuk ke dalam hotel. Di depan sana, mereka sudah di tunggu oleh pemandu.
"Ini kah hotel? Yang kita lihat di tv?"
"iya. Kita bisa ke hotel karena Hanin. Hotel nya besar sekali. Apa lantai nya tidak kotor ya, kalau kita injak."
Mereka sibuk berbicara sendiri hingga di antar oleh pemandu untuk naik ke lift. Mereka yang belum pernah naik lift, tidak berhenti beristighfar.
"Ya Allah. Kayak gempa ya. Aku sampe pusing loh ini."
Yang lain bahkan ada yang diam dan tak bicara. Lalu tiba-tiba
Uwek..
Uwek..
"Aku nggak kuat naik benda kotak ini. Pusing sekali kepala ku."
"Sini, biar saya pakai kan minyak angin. Apa Ibu tidak keberatan?"
"Boleh nak. Maaf ya. Kami orang kampung baru pertama kali naik ini."
"Tidak apa, Bu. Saya juga begitu saat pertama kali bekerja di sini."
"Tapi itu, muntah saya bagaimana?"
"Biarkan saja. Nanti akan ada yang membersihkan. Ayo. Saya bantu, kita sudah sampai di kamar ibu-ibu sekalian."
Untung saja kamar untuk ibu-ibu itu berada di lantai lima. Seandainya sampai lantai ke seratus, di jamin ibu-ibu itu sudah pingsan.
"Wah, ini kamar kita. Nak, apa bisa fotokan kami semua?"
"Boleh, bu. Ayo saya foto."
"Tapi, nanti gimana ambil nya?"
"Tenang saja. Nanti biar saya cetak dan berikan pada ibu-ibu semua."
Mereka semua pun berfoto bersama. Setelah itu, mereka pergi ke kamar masing-masing dan tidak tidur malam itu.
"Aku tak mau tidur. Bisa rugi kalau tidur di hotel dan tidak menikmati nya."
Dan ternyata benar saja. Mereka tidak ada yang tidur dan malah mondar mandir di kamar hotel hingga pagi menjelang.