NovelToon NovelToon
Alone Together

Alone Together

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri / Horror Thriller-Horror / Teen School/College / Romansa
Popularitas:312
Nilai: 5
Nama Author: Mara Rainey

Tujuh murid Seoryeong Academy terpaksa menjalani detention di hari libur setelah membuat onar di sekolah. Park Jiha, si cewek populer yang semua orang iri. Kim Taera, cewek beprestasi yang sempat jadi primadona namun berakhir difitnah dan dikucilkan. Jeon Junseok, murid bandel kesayangan Guru BK. Kim Haekyung, atlet kebanggaan yang selalu terlihat ceria. Min Yoohan, tukang tidur yang nyaris tidak pernah peduli. Serta Kim Namgil & Park Sojin, Ketua Kelas dan murid teladan yang diam-diam suka bolos demi mojok (pacaran).

Mereka mengira hanya perlu duduk diam beberapa jam, menunggu hukuman selesai. Tapi semua berubah saat seseorang mengunci mereka di gedung sekolah yang sepi.

Pintu dan jendela tak bisa dibuka. Cahaya mati. Telepon tak berfungsi. Dan kemudian… sesuatu mulai mengawasi mereka dari bayang-bayang. Tujuh bocah berisik terpaksa bekerja sama mencari jalan keluar.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mara Rainey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 20 : The Fire That Burns the Monster

                                                            ~Happy Reading~

Mereka berada di ruang boiler berukuran sedang.

Di sinilah tempat Jisoo menunjukkan pintu lemari, rupanya terhubung ke ruang boiler ini.

Bohlam lampu menyala di atas kepala. Ada dua pintu di ruangan ini, letaknya berseberangan.

Jiha mengamati keadaan sekeliling dalam diam.

"Keren ya... tepat di bawah sekolah ada tempat-tempat rumit seperti terowongan berhantu dan pintu kemana saja," gumam Junseok.

Untuk sesaat, Junseok maupun Jiha tampaknya tidak mampu bergerak. Bukan karena ruangan itu, tetapi karena apa yang baru saja terjadi.

"Turunkan aku," bisik Jiha.

Junseok menoleh. "Eh? Kenapa?"

"Kau pasti lelah, badanku terlalu berat," gumam Jiha.

"Tidak, kau sama sekali tidak berat." Junseok jujur kok. Jiha tidak berat. "Jangan pikirkan aku."

"Istirahat sebentar di sini, aku mau duduk," pinta Jiha.

Junseok tidak ingin berdebat, dia turunkan Jiha pelan-pelan. Gadis itu berpegangan kuat pada pundak Junseok, bersandar di tembok, meluruskan kedua kakinya, membenamkan wajahnya di kedua tangan, dan diam-diam menangis.

Junseok ingin menghiburnya, namun Jiha pasti butuh waktu sendiri dan tidak ingin diusik dengan ocehan tidak jelas. Makanya dia hanya duduk di samping cewek itu, terdiam, menunggu Jiha selesai menangis.

Jiha masih tidak menatapnya, kepalanya bersandar di pundak Junseok, dahinya menempel di leher Junseok. Hidungnya berada di kulit Junseok, menghirup sepuas-puasnya aroma yang dia inginkan. Bukan aroma pria mengerikan yang diam-diam masuk ke kamarnya. Bukan aroma pria mengerikan yang berniat mengiris kemaluannya dengan pisau.

Junseok memiliki aroma laki-laki yang Jiha rindukan selama dia terbaring tak berdaya di ranjang psikopat.

Junseok menelan ludah. Posisi mereka terlalu dekat, debaran jantungnya kumat.

"Maaf," bisikan Jiha meniupkan hembusan nafas yang membuat jantung semakin ingin melakukan atraksi jungkir balik.

Junseok merangkulnya, menarik tubuhnya lebih dekat, Jiha menangis lebih keras.

"Jiha..."

Jiha tiba-tiba ingin memperbaiki keadaan. Ingin menghapus ingatan buruknya. Kebutuhan dari dalam dirinya datang, mendesak keinginannya untuk tetap berpikir rasional. Itu muncul seperti penyakit yang menguasainya. Datang dari ingatannya saat berbaring di tempat tidur Jangwoo dengan kedua tangan terikat.

Muncul dari dalam alam bawah sadar Jiha.

Junseok memeluknya lebih erat. "Seharusnya aku yang minta maaf."

Jiha menahan tangis sambil mengecup leher Junseok. "Tidak, tidak, jangan minta maaf." Jiha menciumi leher Junseok lagi, lalu pipinya, turun ke dagu. "Jangan minta maaf. Aku sangat berterima kasih. Entah harus bagaimana membalasmu." Tangan mungil Jiha mencengkram kain baju Junseok, mencium pipinya lagi dan lagi. Ciuman itu turun ke leher Junseok. Membuat cowok itu terpejam, mulut terbuka, desahan tercipta.

Entah kenapa tiba-tiba Jiha ingin menangis. Ciumannya terputus.

Mereka adalah dua jiwa yang hilang, yang sama-sama berjuang lolos dari maut, hanya untuk percaya bahwa mereka masih punya harapan untuk keluar dari neraka terkutuk ini. Kalau pun tidak ada jalan keluar, setidaknya perasaan mereka tidak mati, ikut tertimbun dengan jasad mereka yang telah membusuk.

Untuk pertama kalinya, Junseok tahu bagaimana rasanya ingin melindungi seseorang.

Jiha menangkup pipi Junseok dengan kedua tangan lalu mencium bibirnya. Mereka berciuman seolah ini akhir dunia, mereka berciuman sampai-sampai bibir mereka sakit.

"Aku mencintaimu," bisik Jiha.

"Kau merasakan hal yang sama?" tanya Junseok dengan intonasi berat.

Jiha mengangguk.

"Benar-benar... merasakannya?"

Jiha mengangguk.

Panas mencekik di bawah sini. Diperparah dengan Junseok berada di dekatnya, memancarkan panas yang berbeda.

Junseok bergeser, semakin menempel pada Jiha, tidak ada jarak lagi yang tersisa antara dua anak manusia ini. Dada bidang Junseok berkeringat di balik kaosnya. Telapak tangan Jiha berada di kaos itu. Lebih tepatnya, berada di dada, mengelusnya dengan gerakan lambat. Junseok dan sorot matanya semakin sayu, semakin tersesat jauh sekali di dalam mata Jiha. Mata mereka merupakan jendela jiwa dan hasrat masing-masing.

"Aku menginginkanmu, Jiha." Cowok itu menempelkan keningnya di kening Jiha. Sorot matanya lembut dan berbeda. Membuat Jiha menyerah. Pengakuan lembut itu membuat Jiha tenggelam semakin dalam ke pelukannya. Dua tangan besar dan hangat Jeon Junseok melingkari tubuh mungil Jiha.

Jiha merasa aman sekarang.

Mereka kembali berciuman. Meskipun ini kondisi dan tempat yang salah. Ciuman brutal, saling menggigit. Nafsu terpendam yang akhirnya dilepaskan, dan hasilnya lebih banyak rasa sakit daripada kesenangan.

"Aku mencintaimu," bisik Jiha berkali-kali, seolah-olah itu mantra yang dapat membuatnya bertahan dan melupakan rasa sakit di sekujur tubuh.

.

.

.

Taera terbangun dengan wajah sembap. Kepalanya terasa pusing. Pandangannya menyapu ruangan dengan mata nanar. Tubuhnya terasa begitu sakit. Sayup-sayup dia mendengar suara langkah berat diseret meninggalkan ruangan.

Oh Changseok menyeret tangan pria tanpa kaki di sepanjang lantai menuju ke pintu. Taera tercekat ngeri.

Terdengar suara lenguhan pelan seorang pria. Holly hell! Orang tanpa kaki itu sekarat. Dan diseret hidup-hidup!

Taera memejamkan mata. Pura-pura mati lagi.

Keringat dingin membasahi telapak tangannya. Dia tetap begitu selama beberapa saat. Pura-pura mati. Menunggu suara langkah berat psikopat itu menjauh.

Bau anyir menyergap hidungnya, Taera mengintip dari sela-sela matanya yang segaris. Ceceran darah bagai torehan cat merah di atas kanvas. Taera sengaja memikirkan hal-hal menyenangkan. Lukisan, gambar pemandangan dan matahari tersenyum, gambar keluarga ceria yang saling bergandengan tangan, entah kenapa dia malah sedih memikirkan nasib keluarganya. Bagaimana kalau orangtuanya tahu dia terbaring lemah di... rumah jagal ini. Bagaimana kalau mereka tahu dia sedang menunggu giliran untuk disembelih? Apa kata dunia?

Taera menggeleng cepat. Tidak boleh! Dia tidak boleh patah semangat dulu. Pasti ada cara keluar dari sini. Pertama-tama, temukan senjata!

Hening. Dia berharap pria tadi tidak buru-buru kembali. Taera berguling menjauhi seonggok kepala, bangkit dengan bertumpu pada kedua tangannya.

"Auw—" dia buru-buru membekap mulutnya sendiri. Baru ingat ada luka di telapak tangannya. Gilaa! Masih sakit!

Sebuah erangan lolos dari mulut Taera saat dia mencoba berdiri dari tanah yang dingin dan keras. Dia jalan terpincang-pincang mengelilingi ruangan tanpa berani mendongak ke atas. Karena setiap kali dia melakukannya, setiap kali itu pula dia melihat leher-leher berlubang ditembus besi jangkar kapal. Darah menetes-netes dari ujung-ujungnya yang runcing dan melengkung. Taera menahan napas, sekuat tenaga, tidak boleh bernapas pokoknya! Bau-bau ini membuatnya mual.

Cari senjata... cari senjata... apa saja... tapi apa... ayo senjata... mana sih? Perasaan tadi dia lihat ada... Aha! Kayu! Terlalu cemen. Pria laknat seperti itu pasti kebal peluru, mana mati dipukul sebatang kayu! Bisa-bisa malah Taera yang patah terbagi dua. Bukan kayunya.

Mata Taera jelalatan panik. Itu dia! Ada tas ransel usang menganggur di sudut lain. Sambil tergopoh-gopoh dan nyaris terpeleset genangan darah licin, akhirnya dia berhasil sampai di sudut lain. Walau sudah menahan napas, dia tetap merasa ingin muntah. Ada bangkai juga di samping tas itu. Tidak tahu bangkai apa, bentuknya seperti gumpalan hitam tidak karuan. Banyak belatung menjijikkan menggerogoti bangkai itu. Dengan cekatan dia membongkar tas. Mungkin ini tas remaja cewek. Isinya hanya jepit rambut, kotak bedak, parfum, hairspray...

Dia juga menemukan pemantik kecil.

Hairspray dan pemantik! Senjata yang canggih. Lumayan. Taera juga menemukan kaos merah tanpa lengan. Jackpot! Dia buru-buru melepas pakaian bau amis di badannya. Kaos merah itu mungkin agak ngepas, terlalu ketat memeluk payudara besar dan montok milik Taera. Bodo amat lah! Yang penting dia tidak berkeliaran dengan kemeja polkadot bau darah.

Taera menyambar sepatu bot hitam milik seorang... siapa itu? Taera berjongkok untuk melihat seragam dan nametag-nya. Opsir Seonghwa? Polisi?! Bahkan penegak hukum yang harusnya kuat berubah jadi... santapan... pencuci mulut.

Bau menyengat kembali memenuhi rongga hidungnya. Lebih menusuk. Sekujur tubuhnya merinding. Dia berusaha mengatur napasnya. Dia harus tenang.

Tidak, jangan pedulikan orang lain, dia tidak kenal siapa pun di sini. Cuek saja. Mungkin dia hanya sedikit beruntung nasibnya dari para korban-korban lain. Entah apa tujuan orang itu membiarkannya hidup sampai sekarang. Taera tidak kepingin tahu. Dia cuma ingin pergi dari sini dan tidak kembali lagi.

Sepatu bot dipakai. Kebesaran sih, ini sepatu cowok, tapi tidak apa-apa. Yang penting hangat. Solnya bergerigi. Cocok dipakai di segala medan. Terutama di lantai licin berhias darah. Menghindar dari resiko terpeleset lalu berubah jadi santapan berikutnya.

Ragu dan hati-hati, Taera mengintip sedikit dari celah pintu. Lorong panjang membentang di depan matanya. Mengarah ke suatu tempat. Gelap mencekam. Entah teror macam apa yang menunggunya kalau dia nekat melangkah lebih jauh.

Taera menghela napas. Mempersiapkan diri. Apa dia kelihatan punya pilihan lain?

Satu... dua... tiga...

Lari! Cepat! Jangan menoleh! Kau pasti bisa!

Suara-suara penuh semangat berteriak memenuhi kepalanya. Sekadar berjaga-jaga, dia menoleh sekilas ke belakang. Tidak ada apa-apa selain kegelapan, mengurungnya bagai selimut yang tidak nyaman.

Mata Taera mulai sakit karena terus dipakai mengerjap-ngerjap, ektsra keras membiasakan diri dengan suasana tanpa cahaya. Dadanya mulai sesak. Belum lagi nyeri di seluruh badan, semuanya berdenyut-denyut. Arghhh!

Taera buru-buru menyalakan pemantik. Api kecil yang berkobar di depan wajahnya membuat perasaan Taera membaik. Pipi dan hidungnya terasa panas karena api yang terpancar dari pemantik. Tapi lebih baik begini daripada kabur dalam keadaan gelap-gelapan.

Kesempatan bagus untuk kabur diam-diam. Mudah-mudahan jalan di depan sana bukan jalan buntu.

.

.

.

Pohon-pohon di sekeliling Haekyung tinggi dan benar-benar indah. Sebagian besar daunnya berwarna kuning cerah campur merah-oranye menyala, tumpah di sepanjang lantai hutan.

Haekyung sadar, ini bukan saatnya menikmati pemandangan alam, tapi matanya tetap susah lepas dari warna daun-daun itu. Dia menyorotkan cahaya senter kesana kemari.

Beberapa saat kemudian, langkah kakinya tiba-tiba berhenti. Dia menyipitkan mata, dalam pandangan buramnya, bangunan rumah sakit tua berdiri menjulang di depan, masih kokoh dengan pagar tinggi berwarna putih yang sudah mulai termakan usia.

"Rumah sakit...?" gumam Haekyung.

Rumah sakit yang telah lama ditinggalkan lebih tepatnya.

Seriusan, Haekyung sekolah di Seoryeong Academy dua tahun lebih baru tahu ada rumah sakit terbengkalai di pedalaman kayak gini.

Tidak ada debu yang menari-nari di bawah cahaya senternya. Semuanya hening. Tidak ada cahaya bulan. Keluyuran sendirian membuat Haekyung gelisah lama-lama. Tapi dia tetap memberanikan diri, memegang senter di depannya, menyinari tanah di depan kakinya. Haekyung berhati-hati untuk tidak menginjak pecahan kaca atau tersandung batu-batu kerikil yang mengerumuni sepatunya.

Cahaya senter Haekyung menyoroti jejak aneh di atas batu kerikil. Jejak darah. Seolah-olah tubuh seseorang telah di seret di sepanjang jalan menuju ke...

Rumah sakit itu!

Dia mendekati pagar yang ternyata digembok dan dirantai. Masuk lewat mana? Haekyung kembali menyinari rerumputan di bawahnya.

Jejak darah itu berakhir begitu saja di rumput. Seolah terpotong... atau lenyap...

Kepanikan tiba-tiba menyerangnya. Naluri pertamanya adalah bagaimana cara menyelamatkan Taera. Apa yang telah dilakukan bajingan itu pada Taera? Semoga tidak ada hal buruk yang terjadi.

Haekyung pelan-pelan mendekat, langkah sepatunya terdengar biasa dalam lima kali langkah, gemerisik suara karet sepatu bertemu daun, rumput, dan tanah. Namun begitu memasuki langkah ke-8, Haekyung berhenti di tempat, tercenung. Merasa tidak yakin, dia mundur beberapa langkah, kemudian maju ke titik yang sama. Di bawah sepatu, dia merasa seperti menginjak permukaan papan kayu. Bunyinya berderit-derit ketika terinjak! Bukan cuma bunyi ranting patah dan dedaunan kering. Ada sesuatu... tepat di bawah kakinya!

Haekyung segera berlutut, senter dia letakkan tak jauh dari jangkauan, tangannya sibuk menyingkirkan semua penghalang seperti rumput yang tercabut, daun-daun, bahkan tanah. Begitu selesai, dia menemukan permukaan papan kayu gelap. Tampak sangat usang dan sudah lama, tapi ini benar-benar pintunya! Pasti ada cara untuk membukanya. Seperti tali yang bisa ditarik?

Dimana?

Tangan Haekyung cepat-cepat menghapus semua penghalang di atas papan kayu. Sampai tidak ada lagi rumput, tanah, debu, ranting-ranting, bahkan keluarga semut yang sedang piknik di atasnya.

Tuh kan! Benar! Ada cara untuk masuk. Tinggal tarik saja tali kecil yang mencuat dari permukaan papan kayu itu.

Apa yang dia temukan?

Tangga rahasia tentunya.

Pelan-pelan, sambil berpegangan pada tangga, kaki Haekyung terjulur ke bawah secara bergantian, menapak di tangga kayu, kulitnya segera disambut udara panas dan pengap. Dia bisa mendengar dengungan dan dengung mesin elektronik.

Di sudut kanan, dia melihat cahaya lampu putih menguar dari celah pintu.

Ini petualangan. Tak ada salahnya main-main ke bawah tanah. Jadi mengapa jantungnya berdebar-debar?

Seekor kecoak melesat melewati sepatunya, yang membuat Haekyung refleks melompat, terkesiap dan tanpa sengaja menjatuhkan senter ke lantai. Suara kaget yang keluar dari mulutnya terdengar nyaring dalam keheningan yang mati. Dia tanpa sengaja menginjak kecoak di belakang sepatunya. Mungkin ayahanda dari kecoak yang barusan lewat tadi. Untung dia bukan Will Smith di MIB yang sengaja menginjak semua koloni kecoak demi memanas-manasi musuhnya, si alien kecoak, agar murka.

Haekyung menunduk untuk mengambil senter yang berguling beberapa meter darinya. Cahaya senter menyoroti grafiti warna-warni di tembok berlumut.

Setelah mengambil senter, dia melewati pintu yang telah menghitam. Sejauh ini cahaya senternya hanya menemukan sampah jelaga, abu, plastik meleleh, kaca pecah, dan benda logam yang bengkok.

Kamuflase yang bagus sekali untuk menyembunyikan seorang gadis.

Haekyung lagi-lagi menemukan seekor kecoak mati terbaring di lantai. Barangkali ini paman dari si kecoak yang numpang lewat di sepatunya tadi.

Haekyung tidak akan curiga jika seandainya kecoak itu sudah mengering dan dirubungi semut, nyatanya, dia melihat cairan tubuh si kecoak berkilau di sekitar kerangka cokelatnya, seolah baru beberapa detik yang lalu terinjak oleh sepatu orang lain. Itu membuat Haekyung sadar... ada orang lain di sekitar sini.

Haekyung mengencangkan cengkeramannya pada senter.

Dia melanjutkan perjalanan, terus melangkah melewati pintu-pintu, cahaya senternya menyinari celah-celah pintu yang terbuka.

Sayup-sayup dia mendengar suara alunan musik. Asalnya dari pintu di depan sana.

Haekyung memfokuskan cahayanya ke lantai, mengikuti jejak kecil apa pun yang tersisa melalui jalur debu, melintasi lantai, menuju ke pintu itu. Haekyung mengulurkan tangan dan menarik tali lama yang melekat pada lampu langit-langit. Bohlam lampu berdengung dan berkedip sebentar sebelum Haekyung bermandikan cahaya kuning yang redup. Terlalu redup, tapi itu masih lebih baik daripada senternya.

Haekyung melihat sekeliling. Ada meja dan tempat tidur. Dia menyipit, menatap penuh selidik, berputar di tengah ruangan. Kemana perginya suara musik tadi?

Tiba-tiba dia kembali mendengar alunan musik lembut dari bawah tempat tidur.

Haekyung berlutut di samping ranjang besi, bulu-bulu di lengannya berdiri ketika menemukan kotak musik tua, melodi dari kotak musik yang rusak itu memenuhi ruangan. Dia tidak mengenali melodinya. Terdengar asing dan menyedihkan. Kedengarannya sangat tua, Haekyung tidak yakin dia hidup di zaman pada saat musik itu diciptakan. Irama musik klasik...

Tangannya meraih ke bawah tempat tidur sampai jari-jarinya menyentuh permukaan kotak logam yang bergerigi. Dia menariknya dengan hati-hati, lalu mengambilnya untuk memeriksa. Berdiri anggun di tengah-tengah kotak musik ada patung porselen kecil balerina. Lengannya melengkung anggun di atas kepalanya. Ekspresi wajahnya kaku, senyumnya selicik setan di film horror, seolah-olah dia sedang menyimpan rahasia.

Atau mungkin cuma perasaan Haekyung saja. Dia memang tidak pernah suka kotak musik.

Akhirnya, nada-nada sedih itu berhenti, dan ruangan kembali hening.

Dia membalik kotak itu dan menemukan sebuah prasasti terukir di bagian bawah.

Untuk Yeoreum: Aku mencintaimu

Haekyung menatap kata-kata itu untuk waktu yang lama. Semakin lama dia pikirkan, sia-sia jadinya, Haekyung tetap tidak mengenal siapa itu gadis bernama Yeoreum. Kenapa kotak musiknya tertinggal di bawah sini?

Dia meletakkan kotak itu kembali ke lantai dan berbalik untuk meninggalkan kasur di belakangnya. Tapi tiba-tiba, lagu yang terputus-putus itu mulai berbunyi lagi, semakin keras dan jelas. Boneka balerinanya berputar dua kali lebih cepat.

Haekyung berpikir untuk menghancurkan kotak itu untuk menghentikan lagu seramnya yang terlalu sedih, alih-alih dia malah menungging di sisi ranjang, memungut kembali kotak musik di kolong tempat tidur.

Haekyung membeku tiba-tiba melihat pantulan wajah manusia tersenyum di cermin kecil.

Di belakangnya ada...

Bulu-bulu di bagian belakang lehernya berdiri. Jantungnya berdetak cepat di dada.

Haekyung mendengar deru napas orang... dekat sekali. Sebelum dia sempat berbalik dan menengok ke belakang, moncong pistol lebih dulu menempel di sisi kepalanya.

Kepanikan Haekyung berubah menjadi kesiagaan.

Haekyung terkenal dan menjadi murid kesayangan guru-guru olahraga karena gerak refleksnya yang bagus. Dia bereaksi menurut nalurinya. Ketika pelatuk ditarik, Haekyung dengan sigap menjatuhkan diri ke ranjang, pisau di genggaman tangannya terlepas dan terlempar akibat gerak refleks. Orang itu mengarahkan tangan hendak mencekik leher Haekyung, tapi sekali lagi Haekyung lebih cepat, dia berbalik dari posisi tengkurap sambil mengarahkan tendangan. Kakinya yang panjang terayun di depan wajah orang itu, sayang, tendangannya meleset, Changseok lebih dulu menjauh dari jangkauan. Namun tendangan Haekyung rupanya berhasil mengenyahkan pistol dari tangan Changseok. Pistol itu terpental ke tembok.

Changseok menatapnya, kelihatan geram.

Haekyung meloncat turun, matanya melihat tongkat besi yang sepertinya merupakan kaki ranjang yang patah, tergeletak di lantai. Dia sambar tongkat itu. Lalu berbalik cepat dan mengayunkan tongkat ke kepala si bedebah.

Changseok terus mengelak berkali-kali dari serangan, gerak refleksnya tak kalah bagus.

Ketika Haekyung mencoba mengayunkannya lagi, tangan pria itu terulur cepat dan menangkapnya. Cengkramannya begitu kuat. Sayang lengan kiri Haekyung yang terluka membuat cengkramannya sendiri pada tongkat itu melemah, tenaganya cepat terkuras.

Haekyung merasa besi itu dirampas dengan kasar dari tangannya hingga membuat telapak tangannya terasa sakit. Pria itu melangkah maju, memojokkan Haekyung sampai terdesak di tembok.

"Dimana kau sembuyikan Taera?!" ucap Haekyung lantang.

Pria itu bungkam.

"Kau apakan dia? Kau apakan Taera?!"

Tidak ada sahutan.

Haekyung bingung. Orang ini agak pendiam, tuli, atau bisu?

Haekyung celingukan mencari benda apa lagi yang dibiarkan menganggur di sekitar sini.

Pria itu tiba-tiba melayangkan tinju, Haekyung cepat menghindar dan berlutut di lantai. Menangkap satu pergelangan kaki dan menariknya hingga punggung Changseok bertemu dengan lantai yang keras. Tidak ada suara yang keluar. Menandakan pria itu memang tidak pernah mengeluarkan kata-kata sejak bayi.

Haekyung melakukan sesuatu yang nekat, dia berusaha menarik tongkat besi itu dari genggaman Changseok. Ujungnya yang runcing menghadap wajah Haekyung, sialnya. Dan si kampret menggunakan kesempatan itu untuk mendorong bagian yang runcing ke mata kanan Haekyung. Dengan segenap tenaga Haekyung menahannya.

Haekyung sadar dia kalah tenaga dari lelaki yang lebih prima tenaganya. Akhirnya dia menangkis tongkat itu menjauh dari wajahnya, buru-buru beringsut mundur, kembali terpojok di tembok, sementara Changseok bangkit, melangkah mendekatinya.

Changseok berdiri di depan bocah tak berdaya itu, mengangkat tongkat besi ke atas, berniat dihujamkan ke kepala Haekyung.

Pada saat itu juga, Haekyung melihat cahaya di belakang tubuh Changseok. Cahaya kemerahan yang tampak membesar dari belakang punggungnya... seperti semburan api yang mendekat.

"Heeeeii! Jelek!"

Pria itu menoleh.

Taera berdiri tepat di belakangnya, menggunakan kombinasi semprotan dan pemantik sebagai penyembur api.

Tongkat besi itu tidak pernah sampai ke kepala Haekyung, malah meluncur jatuh di sampingnya. Tongkat terlepas dari tangannya. Changseok menampakkan wajah tersiksa, mulutnya terbuka namun tak ada suara yang keluar. Saat dia berputar, Haekyung melihat api menyala terang di punggung si pria bisu. Berkobar seperti sayap... sayap yang membunuh pemiliknya.

Haekyung mendongak, dia melihat Taera, bola mata cewek itu tampak menyala memantulkan kobaran api.

Namun Changseok cukup tangguh, api tidak membuatnya tumbang segampang itu, dia berjalan mendekati Taera, berusaha menyerangnya dengan cara mencekik lehernya. Tak ingin buang-buang waktu, Haekyung meraih tongkat besi, bangkit berdiri, dan menusuk punggung pria itu dari belakang, tembus hingga ke depan, ke jantungnya. Taera menggunakan pemantik dan hairpsray untuk menyemprotkan api ke wajah Changseok. Ada suara berdesis dari daging yang terbakar ketika mata kiri Changseok terpanggang dilahap kobaran api.

Untung Haekyung sigap menjauh, loncat ke belakang saat tubuh pria itu tumbang ke lantai.

Taera berdiri gemetaran. Matanya basah karena air mata, dia sangat ingin memeluk Haekyung, tetapi tidak bisa. Tubuhnya membeku, dia sedang berusaha memahami semua yang terjadi. Lelaki yang hampir membunuhnya mati tergeletak dalam selimut api, menguarkan bau daging gosong terpanggang.

Ketika tangan Haekyung menyentuh bahunya, kehangatan yang tidak tampak secara ajaib mencairkan es dalam diri Taera. Kabut di kepalanya seperti terangkat. Kemudian dia berpaling menatap cowok itu. Haekyung tampak kacau sekali. Tubuhnya basah oleh keringat, dan luka akibat kecelakaan masih membekas di jidatnya, lebam, membiru.

Taera menggigit bibir bawahnya, berusaha menelan kembali tangisannya.

Haekyung tersenyum lega. Dia merasakan ketertarikan yang dalam terhadap gadis ini. Taera lebih kuat dibanding gadis-gadis seumurannya, dibandingkan gadis-gadis lainnya.

Haekyung menggenggam jemari Taera. "Ayo keluar dari sini. Masih ada misi penting yang belum selesai."

.

.

Bersambung...

1
QueenRaa🌺
Keren banget ceritanya thorr✨️ Semangat up!!
Kalo berkenan boleh singgah ke "Pesan Masa Lalu" dan berikan ulasan di sana🤩
Mari saling mendukung🤗
Mara Rainey: siappp aku akan mampir. makasih juga lho udah berkenan mampir dan meninggalkan komentar serta vote. /Heart/
total 1 replies
QueenRaa🌺
satu kata untuk novel ini, SERU!
Rasanya kaya bener bener ada di sana dan ikut ngerasain apa yg tokoh tokohnya alami
Mara Rainey: Makasih bangett untuk reviewnya, aku akan berusaha lebih baik lagi dan lebih semangat lagi. senengg banget dikunjungin author favoritkuuu
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!