Firman selama ini berhasil membuat Kalila, istrinya seperti orang bodoh yang mau saja dijadikan babu dan tunduk akan apapun yang diperintahkan olehnya.
Hingga suatu hari, pengkhianatan Firman terungkap dan membuat Kalila menjadi sosok yang benar-benar tak bisa Firman kenali.
Perempuan itu tak hanya mengejutkan Firman. Kalila juga membuat Firman beserta selingkuhan dan keluarganya benar-benar hancur tak bersisa.
Saat istri tak lagi menjadi bodoh, akankah Firman akhirnya sadar akan kesalahannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Itha Sulfiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kuras isi ATM ini !
"Sudah merasa lebih baik?"
Pria yang sedari tadi mendekap Kalila dengan penuh kesabaran itu kini mulai bertanya dengan nada pelan. Hampir setengah jam Kalila menangis dalam pelukannya. Ia takut, wanita itu akan mengalami dehidrasi.
"Mau minum?" ia bertanya lagi saat Kalila akhirnya mengurai pelukan mereka.
"Boleh," angguk Kalila.
"Sebentar!" Kalandra berdiri. Bergerak mengisi gelas kaca dengan air minum kemudian memberinya untuk Kalila.
"Terimakasih," ucap Kalila dengan senyuman. Diteguknya air putih itu hingga benar-benar tandas tak bersisa.
"Sekarang, bisa kamu cerita, apa yang sebenarnya terjadi, Kalila?"
"Firman selingkuh."
Jawaban Kalila membuat Kalandra sejenak mematung. Tanpa sadar, telapak tangan pria itu mengepal dengan sangat erat.
"Dia berani mengkhianati kamu?"
"Iya. Aku sendiri yang memergoki pria berengsek itu tadi pagi, Bang." Kalila tersenyum miris.
"Sudah, jangan menangis lagi!" Kalandra mengusap puncak kepala wanita itu. "Kamu sudah di sini. Itu artinya, kamu sudah siap untuk melepaskan laki-laki itu, kan?"
"Iya, Bang," angguk Kalila. "Lila sudah siap. Lila akan menceraikan laki-laki pengkhianat itu!"
"Bagus! Abang dukung keputusan kamu."
"Kak..." lirih Kalila pelan.
"Ada apa? Apa kamu butuh sesuatu yang lain?"
"Maaf!" ucap Kalila. "Maaf, karena sudah mengecewakan dan menyakiti hati Abang. Lila menyesal. Andai waktu itu Lila mendengarkan peringatan dari Abang, nggak mungkin hal seperti ini bakalan terjadi."
"Sudah. Nggak ada gunanya kamu menyesal. Yang sudah terjadi, biarkan saja berlalu. Sekarang, yang lebih penting adalah menata kembali hati kamu. Jangan buang-buang waktu dengan menyesali sesuatu yang tidak bisa kita putar ulang kembali. Sia-sia, Kalila!"
"Padahal... Abang keluarga satu-satunya yang Lila miliki. Tapi, bisa-bisanya Lila malah ninggalin Abang dan memilih untuk bersama pria berengsek macam Firman."
Mendengar itu, Kalandra hanya tersenyum kecil. Ya, dulu hatinya pernah sangat sakit karena adiknya lebih memilih lelaki yang baru ia kenal dibanding dirinya yang merupakan kakak kandung Kalila.
Namun, seiring waktu, kesibukan yang Kalandra miliki perlahan membuat dia belajar ikhlas tentang menghormati keputusan sang adik.
Kalandra menyingkir. Mencoba menepi dan menepati janji untuk tidak muncul dihadapan sang adik lagi usai mengucapkan sebuah taruhan yang malah disetujui tanpa pikir panjang oleh sang adik lima tahun yang lalu.
"Aku cinta sama Mas Firman, Bang! Dia satu-satunya lelaki yang bisa bikin aku ngerasa hidup dan nggak kesepian. Bersama dia, Lila pasti bisa bahagia."
Lima tahun yang lalu, Kalila memohon restu kepada kakak kandungnya Kalandra untuk menikahi Firman. Sayang, Kalandra menolak mentah-mentah permintaan sang adik.
"Sampai mati pun, restu Abang tidak akan pernah kamu dapatkan," ucap Kalandra dengan penuh penekanan.
"Kenapa, Bang? Tolong kasih aku alasan yang logis!"
"Dia tidak sepadan dengan keluarga kita, Kalila!"
"Mas Firman pria yang baik. Dia pantas berada di keluarga kita."
Kalandra mendengkus kasar. Adiknya yang sedang jatuh cinta benar-benar susah untuk dinasehati.
"Ini yang bikin aku malas punya adik perempuan. Selalu mengedepankan perasaan dibanding logika!" ucap Kalandra frustasi. "Orang miskin yang tiba-tiba diberi kemewahan suatu saat pasti akan langsung lupa diri, Kalila. Awalnya, mereka akan berpura-pura menerima semuanya dengan penuh rasa syukur dan terimakasih. Tapi, semakin hari, mereka justru akan menginginkan hal yang lebih lagi. hingga akhirnya, mereka berhasil menggerogoti dan mencuri semua hal yang kita miliki."
"Mas Firman orang baik. Mana mungkin dia seperti itu."
"Kamu terlalu dibutakan cinta, Kalila. Apa kamu mau, seluruh harta kita direbut oleh pengemis yang kamu pungut dari jalanan itu?" tanya Kalandra dengan nada meninggi.
"Mas Firman bukan pengemis."
"Ya, dia pengemis."
Keduanya saling bertatapan dengan sangat sengit. Ego keduanya sama-sama tinggi. Tak ada yang mau mengalah.
"Kalau Abang terlalu takut harta Abang akan dirampas, ya sudah..." Kalila menjeda kalimatnya. "Abang boleh ambil semua harta yang orangtua kita tinggalkan. Abang nggak usah peduliin aku. Nikmati aja semua harta itu sendirian!" lanjutnya penuh penekanan.
"Abang tidak seserakah itu, Kalila!" geleng Kalandra. "Bagianmu akan tetap Abang jaga. Tapi, kamu hanya boleh menikmatinya setelah berhasil membuktikan bahwa lelaki pengemis itu bukanlah pria matre. Pergilah! Hiduplah dengan dia tanpa sokongan dana dari keluarga kita! Lagian, Abang juga penasaran, bagaimana reaksi pengemis itu jika dia tahu bahwa kamu ternyata tak punya apa-apa untuk dia manfaatkan."
"Oke. Lila akan keluar dari rumah ini!" angguk Kalila.
"Jangan lupa! Kamu juga tidak boleh membawa-bawa nama keluarga kita dimana pun kamu berada! Hiduplah sebagai orang baru tanpa bayang-bayang nama Hardian dibelakang nama kamu. Mengerti?"
"Oke. Lila akan lakukan semua yang Abang minta. Tapi, Lila punya satu pertanyaan."
Kalandra terdiam, menunggu lanjutan kalimat dari mulut sang adik.
"Apa yang akan Lila dapatkan jika Lila berhasil membuktikan bahwa Mas Firman bukanlah orang serakah dan jahat?"
"Ambil sepuluh persen saham milikku!" ucap Kalandra tanpa berpikir panjang.
"Oke, aku setuju."
"Jangkanya sepuluh tahun, Kalila. Jika kau berhasil membuktikan bahwa Firman adalah pria baik-baik yang tidak haus akan harta dalam waktu sepuluh tahun, maka sepuluh persen sahamku akan benar-benar jadi milikmu."
"Baik. Aku akan pastikan kalau Abang benar-benar salah dalam menilai Mas Firman."
"Sebaliknya, jika kamu yang kalah, maka Abang berhak mendapatkan lima persen saham milik kamu. Bagaimana?"
"Oke," angguk Kalila. "Aku bakal buktiin kalau tuduhan Abang ke Mas Firman adalah salah. Dan, mulai hari ini, Lila akan pergi dari rumah ini. Lila janji, Lila nggak akan menemui Abang sampai sepuluh tahun ke depan. Selamat tinggal! Semoga Abang betah hidup kesepian untuk selamanya."
Kata-kata itu sungguh menyakitkan hati Kalandra. Ia tak pernah mengira bahwa jatuh cinta akan membuat adiknya buta sampai-sampai tak bisa membedakan mana pria baik dan mana pria yang buruk.
Selang beberapa detik, Kalila berbalik. Ia benar-benar pergi meninggalkan Kalandra yang seketika ambruk dan jatuh terduduk di lantai.
Ia telah merawat Kalila sendirian selama tujuh belas tahun terakhir. Masa mudanya benar-benar ia habiskan hanya demi menemani tumbuh kembali Kalila. Dan, kini saat Kalila telah dewasa, Kalila malah pergi bersama lelaki lain tanpa pernah berpikir dua kali.
"Semoga kamu bahagia, Lila! Abang benar-benar berharap bahwa penilaian Abanglah yang salah."
*
"Abang?"
Suara Kalila membuyarkan lamunan Kalandra tentang masa lalu.
"Ya, ada apa?"
"Abang dengar, apa yang Lila bilang tadi?"
"Ya, Abang dengar, kok."
"Bang... Sekali lagi, maaf!"
"It's oke, Lila! Abang paham, kalau saat itu kamu masih sangat muda. Emosi kamu masih labil. Wajar, kalau kamu melakukan kesalahan."
Mata Kalila kembali meneteskan air mata. Buru-buru, wanita itu menghapusnya dengan telapak tangan.
"Jadi, kapan kamu akan menggugat cerai pengemis itu, Lila?"
"Nanti, Bang. Tunggu sampai aku puas bermain-main dengan dia dan keluarganya."
"Kamu punya rencana apa?"
Kalila menyeringai sinis. "Aku ingin bersenang-senang dulu dengan mereka, Bang. Aku ingin sekali melihat mereka menangis darah. Dan, untuk itu... aku butuh bantuan Abang."
"Apa yang bisa Abang bantu?"
"Kuras habis isi ATM ini!" ucap Kalila seraya mengeluarkan dua lembar kartu ATM dari dalam dompet pria yang sempat ia curi sebelum pergi.
Ya, itu memang dompet milik Firman.
"Masalah gampang. Biar Abang yang lakukan." Kalandra turut tersenyum sinis.
Syukurlah yang akan membeli Kalila sendiri. pethiasan yang untuk modal usaha Firman ditagih sekalian,
Dia penjaja tubuh, dan modal rayuan harus bisa Firman, kamu ngerasa kan tak ada campur tangan Kalila kamu tidak bisa apa- apa, dan buka siapa- siapa. Nikmati saja toh itu pilihanmu, dulu miskin kembali miskin, pas kan. Itu tepat bagimu yg tak bisa bersyukur dan lupa kau jadi kaya darimana