NovelToon NovelToon
Izin Menikah Mengubah Takdir

Izin Menikah Mengubah Takdir

Status: sedang berlangsung
Genre:Poligami
Popularitas:9.5k
Nilai: 5
Nama Author: Minami Itsuki

Jika ada yang bertanya apa yang membuatku menyesal dalam menjalankan rumah tangga? maka akan aku jawab, yaitu melakukan poligami atas dasar kemauan dari orang tua yang menginginkan cucu laki-laki. Hingga membuat istri dan anakku perlahan pergi dari kehidupanku. Andai saja aku tidak melakukan poligami, mungkin anak dan istriku masih bersamaku hingga maut memisahkan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Minami Itsuki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 8 SEMAKIN DINGIN

Pagi itu, aku bersiap untuk berangkat kerja seperti biasa. Biasanya, Aisyah sudah menyiapkan baju kerjaku di tempat yang mudah kuambil. Tapi kali ini, aku tidak menemukannya.

Aku membuka lemari, mencari dengan cepat, tapi tetap tidak menemukannya. Aku menghela napas dan keluar dari kamar, mencari Aisyah yang sedang sibuk di dapur.

"Aisyah, baju kerjaku di mana?" tanyaku, berharap dia sudah menyiapkannya seperti biasa.

Tanpa menoleh ke arahku, dia hanya menjawab singkat, "Di lemari, ambil saja sendiri."

Aku terdiam.

Nada suaranya begitu datar, tidak ada kehangatan seperti biasanya. Biasanya, Aisyah akan tersenyum dan berkata, "Sudah aku siapkan di tempat biasa, Mas." Tapi sekarang, dia bahkan tidak peduli apakah aku menemukannya atau tidak.

Aku menatapnya, ingin mengatakan sesuatu, tapi entah kenapa rasanya sia-sia. Aku hanya bisa menghela napas dan kembali ke kamar, mengambil bajuku sendiri.

Sejak kapan aku mulai merasa kehilangan hal-hal kecil yang dulu kuanggap biasa?

Saat kami semua duduk di meja makan untuk sarapan, suasana begitu hening. Biasanya, Aisyah akan sesekali bercanda dengan anak-anak atau menanyakan rencana kegiatanku hari ini. Tapi pagi ini, dia hanya diam, fokus pada makanannya tanpa sedikit pun menoleh ke arahku.

Aku merasa ada sesuatu yang mengganggunya. Dan dugaanku terbukti ketika dia tiba-tiba berbicara dengan nada yang tenang namun tajam.

"Reza," panggilnya, membuatku menghentikan suapan.

"Hm?" sahutku sambil menatapnya.

Aisyah meletakkan sendoknya, lalu menatapku dengan ekspresi datar. "Aku sudah menandatangani surat itu. Aku sudah mengizinkanmu menikah lagi, seperti yang Ibu dan Ayahmu inginkan."

Aku menelan ludah, tidak tahu ke mana arah pembicaraannya.

"Jadi, mulai sekarang, aku juga minta izin," lanjutnya. "Aku tidak akan lagi memenuhi kebutuhanmu sebagai istri. Aku tidak akan lagi melayanimu seperti sebelumnya."

Aku tertegun. "Maksudmu?"

Aisyah tersenyum tipis, tapi matanya kosong. "Sebentar lagi, ada istri barumu yang akan menggantikanku, kan? Jadi aku pikir, sebaiknya aku mulai membiasakan diri untuk tidak lagi mengurus hal-hal yang seharusnya sudah menjadi tugasnya."

Aku merasa dadaku sesak. Aku ingin menyangkal, ingin mengatakan bahwa dia masih istriku, bahwa aku masih membutuhkannya. Tapi bagaimana bisa aku berkata begitu, sementara aku sendiri yang telah membuka jalan untuk wanita lain masuk ke dalam hidupku?

Anak-anak menatap kami dengan kebingungan, dan aku merasa seperti pria paling kejam di dunia.

Saat Aisyah berkata seperti itu, aku langsung menolaknya.

"Aisyah, bagaimanapun juga kamu tetap istriku. Kamu masih punya kewajiban untuk melayani suami," kataku, mencoba mempertahankan apa yang selama ini menjadi hakku.

Aisyah tersenyum tipis, tapi bukan senyum yang biasa. Senyum itu terasa dingin, nyaris seperti ejekan. "Istri?" tanyanya pelan. "Bukankah sebentar lagi aku hanya akan menjadi istri dalam status saja? Bukankah sebentar lagi ada wanita lain yang akan mengambil peran itu?"

Aku terdiam.

"Aku lebih memilih fokus mengurus anak-anak. Itu jauh lebih penting daripada mengurus laki-laki yang sudah memilih berbagi dengan wanita lain," lanjutnya tanpa ragu.

Hatiku terasa dihantam sesuatu yang berat. Selama ini, Aisyah selalu patuh, selalu mengutamakan kebahagiaanku. Tapi sekarang, aku bisa merasakan dengan jelas bahwa ia telah menarik diri.

Aku ingin membantah, ingin mengatakan sesuatu yang bisa membuatnya kembali seperti dulu. Tapi di dalam hatiku, aku tahu—ini adalah konsekuensi dari keputusanku sendiri.

...****************...

Hingga akhirnya, hari pernikahanku semakin dekat. Minggu depan, aku akan resmi menikah lagi dengan Laras. Kedua orang tuanya pun sudah setuju, bahkan mereka tampak senang dengan pernikahan ini.

Di satu sisi, aku seharusnya merasa bahagia. Ibu dan Ayahku juga puas karena akhirnya aku akan memiliki kesempatan untuk mendapatkan anak laki-laki yang mereka inginkan. Tapi entah kenapa, semakin hari, rasa gelisah dalam hatiku semakin besar.

Aisyah tetap seperti biasa—dingin, datar, dan tak banyak bicara. Tidak ada kemarahan yang meledak-ledak, tidak ada air mata yang dia tunjukkan di depanku. Tapi justru itulah yang membuatku semakin merasa bersalah.

Aku mulai menyadari bahwa Aisyah tidak lagi mengharapkan apapun dariku. Dia sudah benar-benar melepaskan harapan terhadapku sebagai suaminya.

Dan itu jauh lebih menyakitkan daripada jika dia marah atau menangis.

Hari pernikahanku semakin dekat, dan Ibu terlihat begitu bersemangat mengurus segala persiapannya. Berbeda sekali dengan saat aku menikahi Aisyah dulu—yang acaranya sederhana dan tanpa banyak kemeriahan. Kali ini, Ibu benar-benar ingin semuanya terlihat mewah dan sempurna.

"Kita harus buat acara yang lebih besar, Reza," kata Ibu sambil memeriksa daftar tamu yang akan diundang. "Dulu waktu menikah dengan Aisyah, semuanya serba biasa saja. Sekarang, kamu menikah lagi, jadi harus lebih meriah. Jangan sampai orang-orang berpikir istri keduamu ini tidak dihargai!"

Aku hanya diam, tidak tahu harus merespons apa.

"Reza, dengar Ibu nggak?" tanya Ibu dengan nada tidak sabar.

Aku menarik napas pelan. "Bu, kenapa harus sebesar ini? Aku rasa yang penting sah secara agama dan hukum. Aisyah dulu juga nggak menuntut apa-apa."

Ibu langsung mendengus. "Justru itu! Pernikahan pertamamu terlalu sederhana. Sekarang harus lebih baik. Lagipula, Laras juga pantas mendapatkan sesuatu yang lebih istimewa."

Aku menatap Ibu tanpa bisa berkata apa-apa. Dalam hatiku, aku tahu alasan utama kenapa pernikahanku dengan Aisyah dulu begitu sederhana—karena saat itu, aku tidak merasa perlu membuktikan apapun. Aku hanya ingin menikahinya dengan tulus.

Tapi sekarang, di pernikahan kedua ini, mengapa rasanya semua menjadi beban?

Saat aku masih berusaha mencerna semua ini, Ibu kembali memberikan permintaan lain yang membuatku semakin terdiam.

"Nanti setelah kamu dan Laras resmi menikah, kamu harus siapkan ART di rumah. Biar Laras nggak terlalu capek untuk program hamil," kata Ibu santai sambil menyeruput teh.

Aku mengernyit. "Maksud Ibu?"

Ibu meletakkan cangkirnya, lalu menatapku dengan serius. "Ya, Laras harus fokus untuk segera hamil. Jangan sampai dia kecapekan ngurus rumah, apalagi sampai stres. Kita butuh cucu laki-laki, Reza. Jadi buat dia nyaman supaya cepat berhasil."

Aku terdiam. Dalam hati, aku tahu bahwa semua ini sudah semakin jauh. Aku menikah lagi bukan karena aku benar-benar menginginkannya, tapi karena desakan Ibu dan Ayah. Sekarang, aku bahkan harus memastikan bahwa istri baruku bisa cepat hamil?

Tiba-tiba aku teringat Aisyah. Selama ini, dia tidak pernah meminta apa-apa. Dia mengurus rumah, anak-anak, bahkan diriku tanpa keluhan. Tapi apa yang kudapatkan? Aku malah menyakitinya.

Dadaku terasa sesak. Entah kenapa, kebahagiaan yang seharusnya kurasakan untuk pernikahan ini justru terasa semakin jauh.

"Ibu, Aisyah saja selama ini nggak pakai ART, Bu. Dia bisa ngurus semuanya sendiri, anak-anak juga baik-baik saja," kataku, mencoba memberi alasan.

Ibu langsung mendelik tajam. "Reza, jangan samakan Laras dengan Aisyah!" katanya dengan nada tinggi. "Aisyah memang tipe perempuan yang mau susah, tapi Laras tidak. Dia butuh perhatian lebih, apalagi dia harus segera hamil. Kamu mau dia kelelahan dan malah nggak bisa punya anak?"

Aku menghela napas panjang. "Tapi, Bu—"

"Tidak ada tapi! Kamu sudah memutuskan untuk menikah lagi, jadi kamu harus tanggung jawab! Jangan egois!"

Aku hanya bisa diam. Dadaku terasa sesak mendengar kata-kata Ibu. Aisyah tidak pernah menuntut apa pun, sementara pernikahan yang belum terjadi ini sudah penuh dengan permintaan dan tekanan.

Aku mulai bertanya-tanya… apakah ini benar-benar keputusan yang tepat?

1
dyah wiryastini
Begitulah kalau jadi lelaki ga tegasss
Machmudah
karmanya blm seberapa thor
Yuli Yulianti
satu keluarga sangat egois ..kamu pikir keluarga Aisyah membiar akan cucu nya diambil kalian
Innara Maulida
aku gak rela klo Aisyah balik lagi ke keluarga toxic itu,,lagian kenapa Aisyah gak pergi jauh aja si,,..knpa masih satu kota sama cecunguk Reza itu ..iih sebel.deh
Fetnayeti Winarko
tp tdk melindungi ansk2nya yg lain...
dyah wiryastini
Ibu mertua yg sangat egoiss
Machmudah
tp kamu sdh menyakiti istrimu terdahulu
Ais
lah klo emang bnr trus kamu mau apa reza mau tanggungjwb seperti apa misalnya ngasih nafkah lahir gt jelas itu sdh tanggungjwb kamu selebihnya kamu ngak pny hak buat mengambil alih hak asuhnya apalg dia msh bayi trus ngak mungkin jg dong anak aisyah mentang"yg ketiga laki"hrs kamu ambil paksa dan minta laras yg ngurus jng ngaco kamu ya ingat kamu udah pny anak laki"dr laras jd fokus aja sm anak laras apalg anak laras membutuhkan perhatian ekstra
Machmudah
kasian Thor kl anak yg jd korban, mending dibuat mandul aja gak ada anak lg
dyah wiryastini
Reza benar benar lelaki membleee
Mar lina
buat orang tua nya
Reza menyesal seumur hidup, thor
terutama Reza yg menjadi wayang...
semangat Aisyah
kehidupan baru mu
akan datang
Innara Maulida
sukurin,,,Karama itu ,,,Jagan kasih Aisyah ketemu sama keluarga durjana lagi Thor,,,
Ais
intinya aisyah jng rujuk sm laki pecundang ini berarti aisyah hamil ya wkt cerai dr reza dan ternyata anak yg lahir dr rahim aisyah yg ketiga adalah laki"smoga laki pecundang ini ngak akan tau smp kapanpun karena klo tay bahaya bakalan direbut paksa sm orangtua reza yg laknat ini
Daulat Pasaribu
aku sih GK terima Thor si Aisya rujuk sama mantan suami GK tau diri.mending Aisyah sama pria lain aja.biar menyesal si reza
Ais
mungkin ngak ya aisyah hamil anak reza disaat dia minta cerai wkt itu dan ternyata anaknya laki"
Innara Maulida
sukurin Laras,,, ekpektasi kamu tidak sesuai dgn kenyataan...semoga Laras ke guguran dan gak bisa puny ank lagi
Innara Maulida
sukurin liat lah hasil dari curian mu laras,,dapat mertua yg otoriter dan suami yg masih berlindung di ketiak emak bapak nya,,selalu manut apa kta emak bpk nya,,,rasain lama2 kamu stres dan ke guguran...
Machmudah
Aisyah hamil anak laki2, Lara's melahirkan anak perempuan Dan gak bisa hamil lg
Yuli Yulianti
semoga Laras menghasilkan anak perempuan biar tau rasa nya jadi Aisyah ..
Fetnayeti Winarko
dialog berulang2 terus...
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!