Surat keterangan infertil dari rumah sakit, membuat hidup Anyelir seketika hancur. Tidak ada kebanggaan lagi pada dirinya karena kekurangan tersebut. Namun sebuah kesalahan semalam bersama atasannya, membuat dia hamil. Mungkinkah seorang wanita yang sudah dinyatakan mandul, bisa punya anak? Atau ada sebuah kesalahan dari surat keterangan rumah sakit tersebut?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yutantia 10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
TATM BAB 21
Pagi-pagi, Anye ke warung untuk membeli makanan matang. Dia lagi malas memasak, habis subuh tadi sibuk packing barang yang akan dia bawa ke Surabaya. Memang hanya dua hari, tapi taulah wanita, banyak sekali perintilan yang dibawa, beda dengan laki-laki.
"Eh Nye, yang di rumah mertua kamu itu, calon istri kedua Robby ya?" tanya Bu Jamilah, salah satu tetangga yang juga sedang antri beli makan.
"Bu, kok tanya kayak gitu sih," Bu Ida menyenggol lengan Bu Jamilah. Bu Jamilah yang nanya, kenapa dia yang sungkan.
"Maaf ya, Nye, kalau pertanyaan saya salah," ujar Bu Jamilah. "Masalahnya, ibu mertua kamu sendiri yang bilang kalau cewek itu, calon istrinya Robby," bukannya menghentikan bahasan itu, ia malah memperjelas.
"Masa sih, Bu Dini ngomong gitu?" Mpok Alif si pedagang, jadi kepo. Bu Dini bisa dibilang tak pernah beli makanan matang, dia punya ART yang masak tiap hari. Almarhum ayah Robby, dulunya adalah pegawai BUMN, sehingga sampai sekarang, Bi Dini masih mendapatkan uang pensiun.
Bu Ida melirik Anye, kasihan melihat wanita itu.
"Iya," sahut Bu Jamilah.
Anye tak merespon apa pun. Kalau saja tahu akan jadi bahan pembicaraan, mending tadi dia paksain masak, daripada beli ujungnya malah kayak gini.
"Sabar, Mbak Anye," Bu Ida, mengusap bahu Anye.
"Itu sudah resiko wanita yang gak bisa ngasih keturunan, dipoligami," ucap Bu Jamilah. "Apalagi si Robby kan masih muda, jadi manager pula kerjanya. Sangguplah, dia punya bini dua, secara gajinya 2 digit."
Anye menghela nafas berat. Yang dapat gaji suaminya, kenapa tetangga yang ikut ngitung, bahkan bisa memprediksi kalau cukup untuk 2 istri.
"Berapa, Bu?" tanya Anye saat Mpok Alif menyodorkan lauk yang dia beli.
"30 ribu, Neng."
"Ambil aja kembaliannya." Anye mengangsurkan uang 50 ribu lalu buru-buru pergi.
"Kasihan ya si Anye, cantik, tapi mandul."
Anye menyeka sudut matanya yang berair saat telinganya masih bisa mendengar jelas ucapan Mpok Alif. Sesampainya di rumah, ia segera memindahkan lauk yang dia beli ke piring saji. Nasi di magigcom sudah matang, jadi dia hanya tinggal membuat kopi untuk Robby.
"Kamu kenapa?" Robby yang baru ke dapur, tak sengaja melihat Anye menyeka air mata. "Nangis?" ia mendekati Anye, memperhatikan matanya yang merah.
"Enggak," sangkal Anye. "Gak sengaja habis pegang lauk pedas, malah ngusap mata." Ia mendekati wastafel, mencuci tangan menggunakan sabun.
"Oh... kirain nangis, karena mau pisah dari aku."
Deg
Anye yang tengah membasuh tangan, seketika berhenti meski masih banyak busa di tangannya.
"Pisah?" ulangnya dengan ekspresi kaget.
"Iyalah pisah, kan kamu mau ke Surabaya."
Anye membuang nafas kasar, lanjut membasuh tangan. Fikirannya sungguh sangat kacau sekarang, dengar Robby bilang pisah, otaknya malah nyambung ke cerai.
Robby memeluk Anye dari belakang. "Aku pasti bakalan kangen banget sama kamu, 2 hari gak ketemu," ia meletakkan dagu di bahu sang istri.
"Kan bisa VC, Mas. Lagian kamu juga mau pergi ke rumah Sera kan?" Anye memutar kedua bola matanya malas.
"Bos kamu, masih muda atau su_"
"Mas, lepasin bentar, airnya mendidih tuh," Anye melepas belitan lengan Robby, buru-buru mematikan kompor. Dia sengaja mengalihkan topik, tak mau Robby tahu jika bosnya masih muda, bisa-bisa dia gagal ke Surabaya, dan endingnya malah ngenes di rumah sendirian. Setelah kopi siap, dia mengajak Robby untuk sarapan.
Robby memasukkan koper kecil milik Anye ke dalam bagasi, sementara Anye sudah duduk manis di dalam mobil. Terlihat Sera berjalan cepat ke arah mobil, membuat Anye benar-benar muak.
"Mas Robby, aku bawa bekal 2, nanti kita makan siang bareng ya," sambil tersenyum, Sera menunjukkan tentengannya, tas bekal. "Aku sendiri loh yang masak."
"Yakin, kamu yang masak?" seru Anye dari dalam mobil. Kaca mobil dalam posisi terbuka, sehingga dia bisa langsung melihat ke arah Sera. "Tadi aku lihat di dapur, Bi Siti yang lagi masak," ia mencebikkan bibir.
Sera mendengus kesal, namun saat Robby melihat, cepat-cepat tersenyum. "Mungkin pas Mbak Anye lihat, Bi Siti yang lagi masak, tapi sebenarnya, aku juga ikutan masak kok."
"Oh ya?" Anye seketika nyengir, sama sekali tak percaya itu.
"Mbak Anye beli makanan matangkan, makanya aku buatin bekal sekalian buat Mas Robby."
"Darimana kamu tahu?" Anye menatap Sera sengit, apa mungkin gadis itu memata-matainya?
"Tadi gak sengaja Raisa lihat Mbak Anye di warung."
"Wah-wah, besok mending pasang CCTV di depan rumah aku, biar kalau aku keluar, bisa langsung nguntit."
"Mbak Anye ngomongnya kok sinis amat sih," Sera berlagak seperti orang tertindas karena ada Robby, kalau saja tidak, sudah dia balas semua omongan Anye.
"Udah, buruan masuk! Gak enak di denger tetangga kalian bertengkar kayak gini." Robby segera masuk ke dalam mobil.
"Vibesnya, kayak punya istri dua ya, Mas," sindir Anye. "Bini tua dan muda lagi berantem," ia menatap Sera dari spion tengah.
"Kamu itu kenapa sih, Mbak, kayak benci banget sama aku?" Sebenarnya Sera malas banget manggil Mbak, hanya karena ada Robby saja, jadi harus jaga imej.
"Hello!" Anye berseru lantang, sampai Robby yang di sebelahnya menoleh, padahal baru saja pria itu menjalankan mobil keluar dari halaman. "Masih nanya kenapa aku benci sama kamu? Ya karena kamu pelakor, mau rebut suami aku."
"Hello!" Sera berujar tak kalah lantang. Robby sampai nyebut dalam hati. Apa kalau punya istri dua, akan seperti ini tiap hari, melihat kedua istrinya bertengkar? "Kamu sendiri yang nyuruh aku deketin Mas Robby."
Robby langsung menoleh ke arah Anye, kaget mendengar pernyataan Sera. "Apa maksudnya, Nye?"
"Istri kamu itu, jadiin kamu bahan taruhan, Mas," Sera semangat ngomporin saat tahu Robby mulai marah.
"Diam kamu!" bentak Anye, memelototi Sera dari spion.
"Dengar aku ya, Mas!" Sera malah semakin semangat. "Dia ngasih aku waktu 3 bulan buat deketin kamu. Kalau aku berhasil ngajak kamu nikah, dia bakal kasih kamu ke aku, kalau aku gagal, dia nyuruh aku pergi. Apa namanya coba, kalau bukan jadiin kamu bahan taruhan. Ada ya, istri macam itu, heran deh."
"Sialan gadis ini," batin Anye. Ingin rasanya dia nampol mulut pelakor itu. Ia tahu jika Sera sengaja menggunakan kesempatan ini untuk membuat Robby marah padanya.
"Beneran kamu ngomong kayak gitu, Nye?" wajah Robby mulai terlihat mengeras. Laki-laki itu marah, tak terima dirinya dijadikan bahan taruhan.
"Aku ngomong gitu, biar dia segera pergi dari hidup kita, Mas," Anye menatap Robby tak kalah kesal. Dia tak merasa bersalah disini. Kalau saja Robby tidak memberi celah Sera masuk ke kehidupan mereka, dia juga gak akan senekat ini.
"Ya tapi kenapa pakai nantangin Sera kayak gitu?" suara Robby mulai meninggi, dan itu membuat Sera tersenyum bahagia, pengen tepuk tangan. "Kamu tahu, Nye, aku beneran kayak gak ada artinya di mata kamu, sampai kamu jadikan taruhan kayak gitu," mata laki-laki itu terlihat menyala-nyala, emosi.
"Gak gitu, Mas. A_"
"Semudah itu ya, Nye, kamu mau ngelepas aku. Gak ada artinya banget ya, aku buat kamu?" potong Robby.
Anye terdiam, meremat celana kulotnya. Dia yakin, saat ini Sera tengah tertawa bahagia melihat dia dan Robby bertengkar.
"Kenapa diam? Jawab!" bentak Robby.
Robby tak pernah semarah ini, dan hal itu membuat Anye sedikit takut. Namun selain rasa takut, juga kecewa, karena Robby memarahinya tepat di depan Sera. "Aku berani ngomong gitu, karena yakin kamu gak akan tergoda sama dia," ia menujuk Sera. "Aku percaya kamu akan nepatin janji untuk tidak poligami. Aku hanya pengen wanita itu segera pergi dari hidup kita, Mas," suara Anye mulai bergetar, karena saat ini dia sedang menahan tangis, tapi dia tak mau menangis di depan Sera. "Aku muak tiap hari harus melihat dia sama-sama dengan kamu."
Robby menarik nafas dalam, membuangnya perlahan. Melakukan itu berkali-kali untuk meredam emosinya. Dia tahu Anye tak suka dengan kehadiran Sera, tapi yang dia lakukan sudah diluar batas. Mana ada istri yang nantangin wanita untuk mendekati suaminya dan minta dinikahi.
Tak ada obrolan atau pertengkaran lagi di antara mereka hingga mobil yang dikendarai Robby berhenti di depan kantor Anye.
"Aku pergi dulu, Mas," Anye mencium punggung tangan Robby. Ia menunggu suaminya itu mengecup kening seperti biasa, namun hingga beberapa saat, tak ada yang dilakukan Robby, pria itu malah anteng, menyandarkan punggung di kursi dengan tatapan lurus ke depan. "Biar aku ambil sendiri kopernya. Assalamu'alaikum."
karena perlakuan keluargamu.
ternyata si Robby yg mandul
pantesan kekeuh nggak mau cerai..
ia masih bersama Robby..
apa udah cerai ya???
kalo masih bersama Robby....
maukah Robby terima annak itu..
akakah perstlingkuham itu dimaafkan Robby?
❤❤❤❤❤
sdh hsl di manipulasi
saudqra sm ibu nyakiti anye g dibela
kamu yg tdk sempurna.