— Lanna Xevellyn, gadis berusia 17 tahun itu harus mengalami kecelakaan maut yang membuat nyawanya melayang ketika menolong seorang anak kecil di jalanan.
Tetapi apakah memang Lanna benar-benar sudah tewas atau ternyata gadis itu masih hidup? Atau bagaimana tentang dirinya yang ternyata menjalani kehidupan keduanya untuk menggantikan peran orang lain yang sudah mati?
Ya, itulah yang di rasakan oleh Lanna. Gadis itu terbangun di dalam tubuh milik orang lain di semesta lain. Di mulai dari tubuh barunya itu, Lanna menjalani babak baru kehidupan keduanya dengan alur kehidupan berbeda yang tidak pernah terpikirkan sekalipun olehnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NAYTHAN, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CHAPTER 06 :
Sesuai dengan apa yang Xavier bilang kemarin. Xavier dan Lanna mereka berdiri di luar pondok yang sangat asri itu. Bersiap-siap meninggalkan pondok di kota kecil tersebut, hari ini mereka akan kembali ke asrama. Tetapi sebelum itu, Xavier akan mengantarkan Lanna ke rumah orang tuanya Serena terlebih dahulu.
Lanna menatap Xavier yang setengah meringis seperti menahan sakit, serta memegangi bahu belakangnya.
"Kenapa? Punggungmu sakit, ya?" Tanya Lanna yang berdiri tepat di sebelah Xavier.
"Tidak, aku hanya masih sedikit mengantuk," jawab Xavier berbohong, ekspresinya kembali datar seperti biasanya.
"Oh," sahut Lanna memilih untuk tidak banyak bertanya takut Xavier merasa risih.
Lanna tidak bodoh, dia bukanlah seorang anak kecil. Dia tahu Xavier sedang membohonginya dan mana ada orang mengantuk tapi ekspresinya seperti sedang menahan rasa sakit. Dan Xavier sendiri berpikir, bisa saja dirinya meminta pertolongan Lanna untuk memulihkan luka di punggungnya yang masih cukup basah itu. Mengingat sihir milik Serena yang di ketahuinya dapat memulihkan luka. Dia juga bahkan belum sempat mengganti perban karena mengejar waktu. Di satu sisi, pasti Lanna juga belum beradaptasi penuh dengan tubuh Serena termasuk sihirnya, jadi akan sulit bagi Lanna.
Lanna, gadis itu menunggu arahan dari Xavier walaupun sebenarnya Lanna sendiri pun juga tidak tahu. Karena Xavier sudah langsung mengajaknya menunggu di depan pondok bersamanya. Sekaligus Lanna juga tidak berani bertanya banyak dan rasa penasarannya cukup tinggi sebenarnya, apakah akan pulang dengan cara teleportasi? Ataukah yang lainnya? Lanna juga tidak tahu jadi Lanna memilih untuk memendamnya saja.
"Kau ingin pulang dengan apa?"
Sontak saja pertanyaan yang di layangkan Xavier membuatnya terkejut kemudian tertawa.
"Kenapa tertawa?" Tanya Xavier bingung.
"Tidak, haha! Kau sangat lucu, hahaha! Padahal aku sedang menunggu arahanmu tapi kau? Kau malah bertanya padaku, Hahaha!" Jawab Lanna sembari tertawa terpingkal-pingkal namun masih terdengar cukup sopan.
"Terserah kau," walaupun begitu Xavier tidak ambil hati terhadap Lanna.
Xavier teringat, sepertinya memang yang di katakan gurunya benar. Jantung Serena sudah pulih kembali, lelaki itu tidak melihat adanya sebuah keanehan yang di timbulkan Lanna ketika memakai tubuh Serena.
"Oke, oke, baiklah. Aku berhenti tertawa, aku minta maaf," Lanna menghentikan tawanya lalu berdehem melegakan tenggorokannya yang agak serak sehabis tertawa tadi. "Aku akan ikut saja denganmu,"
Berakhir Xavier yang mengajak Lanna untuk pulang dengan menaiki kereta bawah tanah. Mereka duduk bersebelahan, Xavier yang bersedekap dada sembari tertidur. Sebab sebenarnya dia semalam tidak benar-benar tertidur, luka yang berada di punggungnyalah yang menjadi penyebabnya kesulitan untuk tertidur. Sedangkan Lanna, gadis itu selama setengah perjalanan kereta berangkat hanya diam mengamati orang-orang di sekitar. Suasana hening tanpa bising, mereka yang beberapa memilih untuk tidur, mendengarkan musik dengan earphonenya, ada juga yang hanya diam, menatap ponsel, dan lain sebagainya. Suasana yang tidak jauh berbeda seperti di kereta bawah tanah tempat tinggalnya dulu, bumi.
Lanna melirik Xavier. Kepala lelaki itu memiring, pertahanan kepalanya hendak runtuh dengan sigap tangan Lanna meraih kepala lelaki itu cepat, dan di sandarkannya ke pundak Lanna sangat hati-hati agar Xavier tidak terbangun.
Dan apakah memang benar begitu? Tentu saja tidak. Sebenarnya Xavier sudah terbangun di kala Lanna meraih kepalanya tetapi Xavier tetap berpura-pura tertidur, takut Lanna akan merasa malu. Dan Xavier bukanlah tipikal yang langsung salah tingkah begitu saja, perasaannya tetap datar. Berbanding terbalik dengan Lanna, wajahnya sudah merah padam sekarang. Gadis itu tengah menahan rasa malu akibat dari tindakannya sendiri saking dia tidak pernah melakukan hal seperti itu terhadap lawan jenisnya. Ini juga kali pertama mempersilahkan seorang lelaki menyandarkan kepala pada pundaknya.
Sampai mereka pun akhirnya tiba di stasiun kereta yang mereka tuju. Xavier dan Lanna berjalan beriringan, mulai menginjakkan kakinya di kota yang bernama Ravoria⁶. Pertama-pertama, Lanna tentu saja, gadis itu merasa takjub dengan keindahan kota Ravoria, bangunan-bangunan pencakar langit yang menjulang tinggi. Tidak seperti yang di bayangkannya sekaligus menggambarkan bagaimana definisi dari sebuah perkotaan. Dan sepertinya melihat beberapa orang terbang menggunakan sapu terbang bukanlah hal yang aneh sebab mereka sepertinya biasa saja dan orang-orang yang terbang menggunakan sapu terbang itu juga sepertinya mereka para penyihir.
Menyusuri jalanan trotoar yang luas nan asri Xavier melihat ke arah Lanna yang nampak seperti anak kecil. Berjalan, sesekali tubuhnya berputar merasa kagum dengan pemandangan kota Ravoria yang tidak ingin terlewatkan oleh matanya.
Lanna sedikit berlari mengejar langkah Xavier yang sudah beberapa langkah jauh darinya. "Apa perjalanannya masih jauh?"
Tepat setelah Lanna melayangkan pertanyaannya, ponsel Xavier berbunyi menandakan ada panggilan masuk. Xavier menghentikan langkahnya sejenak di ikuti Lanna yang ikut menghentikan langkahnya.
"Iya, halo?" Sapa Xavier mengangkat panggilan teleponnya.
Lanna menatap Xavier yang sedang mengangguk-anggukkan kepalanya mendengarkan lawan bicaranya dari seberang sana. Kemudian memutar tubuhnya kembali mengamati ke sekitar lagi, memandangi orang-orang yang sedang berlalu lalang dengan aktivitasnya masing-masing. Berusaha untuk tidak menguping pembicaraan Xavier sekaligus menunggu lelaki itu menyelesaikan percakapannya. Namun tidak lama kemudian, Lanna menyipitkan matanya. Entah apakah memang Lanna yang salah lihat atau bagaimana, tetapi dalam penglihatan Lanna, gadis itu merasa ada seseorang yang sedang memperhatikan mereka dari kejauhan.
Dari balik pohon Lanna melihat seperti ada kepala yang menyembul, hanya puncak kepalanya saja dengan sedikit rambut yang menjuntai ke bawahnya.
Apa mungkin itu termasuk cabang pohon atau akar? Pikirnya.
Lanna mengucek kedua matanya lalu mengerjapkannya beberapa kali, tidak ada yang berubah. Tetap sama seperti apa yang di lihatnya tadi, puncak kepala yang menyembul dari balik pohon serta sedikit rumbaian rambut yang menjuntai ke bawahnya. Ya, sepertinya memang begitu. Lanna berusaha berpikir positif. Tetapi ketika Lanna mengedipkan matanya sekali, tiba-tiba saja apa yang di lihatnya barusan itu berubah. Adalah snomster. Rambutnya begitu panjang lurusnya menjuntai sampai ke bawah tanah aspal, wajahnya seram dengan mata merah menyala juga gigi taringnya yang tajam, dan tubuhnya berbentuk laba-laba berwarna hitam. Snomster itu merayap dari satu pohon ke pohon lainnya berusaha mendekat.
Lanna memandang ke sekitar, tidak ada yang bisa melihat snomster itu kecuali dirinya. Lalu teringat dengan perkataan Xavier kemarin.
"Ya, tapi mereka akan menampakkannya kepada manusia biasa lainnya ketika memang ingin mengincar dan mengganggu,"
Lanna membalikkan tubuhnya cepat karena takut, kepalanya menunduk seraya memejamkan mata, menelan air salivanya sendiri mentah-mentah.
"Kita akan di jemput sebentar lagi. Kita tunggu di sini," kata Xavier memasukkan ponsel ke saku celananya.
"Iya, baiklah," Sahut Lanna masih menundukkan kepalanya.
Kemudian sebuah mobil datang, meminggirkan kendaraan beroda empat itu ke bahu jalan. Xavier menghampiri mobil tersebut mengobrol dengan seorang pria berpakaian formal yang baru saja keluar dari pintu mobil pengemudi, dengan Lanna yang mengikuti langkah Xavier di belakang sambil sesekali menoleh ke arah snomster yang juga masih mengikutinya, berjalan dari satu pohon ke pohon selanjutnya seperti tadi.
Xavier membukakan pintu mobil penumpang belakang, mempersilakan Lanna untuk masuk lebih dulu. Lanna menurut dan masuk ke dalam mobil lebih dulu setelahnya di susul Xavier kemudian mereka pun berangkat.
Selama di perjalanan, perasaan Lanna tidak pernah tenang. Sesekali Lanna menoleh ke belakang sebab snomster itu benar-benar mengejar mereka. Snomster itu merayap dengan kaki-kakinya—bukan, bukan kaki yang di maksud seperti laba-laba normal pada umumnya tetapi ini adalah tangan-tangan manusia tepatnya yang di jadikan kaki untuk merayap dengan kuku-kuku panjang berwarna hitam di setiap jari-jemarinya. Lanna bergidik ngeri sekaligus merinding. Sementara Xavier, lelaki itu kini tertidur kembali dengan tenangnya seperti tidak melihat maupun merasakan kehadiran snomster itu. Ingin rasanya Lanna membangunkan Xavier untuk memberi tahu, tetapi niat itu langsung di urungkannya melihat wajah Xavier yang terlihat begitu lelap. Pada akhirnya Lanna pun menyandarkan kepalanya ke sandaran jok mobil memutuskan untuk tidur, walaupun tidak yakin dirinya akan benar-benar tertidur seperti Xavier.
Lalu sampailah mereka di tempat tujuan, yaitu rumah orang tuanya Serena Lyra yang berada di dalam sebuah perumahan. Pak Robert, supir sekolah yang menjemput mereka tadi memutuskan untuk pergi sebentar ada urusan kecil mendadak sementara Xavier dan Lanna masuk ke dalam. Dan akan menjemput mereka ketika pertemuan dengan orang tuanya Serena usai.
"Xavier, " panggil Lanna setengah berbisik dan Xavier menoleh padanya. "Aku takut. Bagaimana kalau nanti aku bersikap aneh?"
"Tidak akan," jawab Xavier tenang.
Ting tong... Ting tong...
Xavier memencet bel, tidak lama kemudian muncullah seorang wanita dan pria yang tidak terlalu tua membukakan pintu. Xavier membungkuk hormat di ikuti Lanna yang juga ikut membungkuk.
"Anak ku sayang, ibu sangat merindukanmu!" Seru wanita yang itu adalah ibunya Serena, wanita itu memeluk Lanna erat.
"Benar. Kami berdua sangat merindukanmu, sudah lama kau tidak pulang," timpal ayah Serena, pria itu melangkah lebih mendekat tangannya terulur mengusap lembut rambut Lanna seraya tersenyum penuh kerinduan.
Tentang perasaan Lanna? Tentu saja gadis itu merasa di buat terkejut dengan sambutan hangat yang di berikan oleh orang tua Serena. Ada perasaan haru namun juga sedih semuanya bercampur aduk menjadi satu. Tepatnya, memang Lanna sangat merindukan mendiang kedua orang tuanya saat masih tinggal di bumi. Dan sekarang dia merasakan kehangatan itu kembali, perasaannya yang dingin mengenai orang tuanya mulai menghangat perlahan-lahan walaupun mereka bukanlah orang tua kandungnya. Kemudian mata Lanna melirik Xavier yang tengah menatapnya dan gadis itu melemparkan senyuman manis kepada Xavier. Sorot mata Xavier seperti mengatakan : Lihat? Sudah ku katakan tentang kerinduanmu terhadap orang tuamu akan terkabul walaupun mereka bukanlah orang tua kandungmu. Aku sudah mempertimbangkannya dengan baik kenapa aku memilihmu. Tapi Xavier tidak membalas senyuman Lanna.
...****************...
*Ravoria⁶ : Daerah perkotaan namun masih terdapat hutan lebat yang di lindungi di titik-titik tertentu, kota yang terkenal masih menjaga keasrian alamnya sekaligus kelahiran Xavier Walters dan Serena Lyra.