NovelToon NovelToon
You And Me, In Edinburgh

You And Me, In Edinburgh

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Cintamanis / Romansa
Popularitas:4.9k
Nilai: 5
Nama Author: PenaBintang

Setelah perceraian orang tuanya, dan kematian adik perempuannya, Jasmine, seorang gadis berusia 20 tahun, memutuskan meninggalkan masa lalunya dengan pergi ke Edinburgh—kota yang katanya penuh kehangatan, dia berharap menemukan harapan baru di sini.

Di sana, ternyata takdir mempertemukannya dengan Jack Finlay, pria berusia 27 tahun, yang merupakan pimpinan gangster, pria penuh misteri.

Dunia Jack sangat bertolak belakang dengan kehangatan yang Jasmine inginkan. Namun, entah bagaimana, dia tetap menemukan kehangatan di sana.

Di balik tatapan tajamnya, kerasnya kehidupannya, Jack juga sama hancurnya dengan Jasmine—dia seorang pria yang tumbuh dari keluarga broken home.

Kehadiran Jasmine seperti cahaya yang menyusup dalam kegelapan Jack, membawa harapan yang selama ini tak pernah dia izinkan mendekat. Jack menemukan kedamaian, kehangatan dalam senyum Jasmine. Namun, Jasmine menyadari, bahwa cintanya pada Jack bisa menghancurkan hidupnya.
___________

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon PenaBintang , isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Tawaran Kerja yang Mengejutkan

Jasmine duduk di sudut tempat tidur hotelnya, ponsel di tangannya gemetar. Setelah lama mempertimbangkan, dia akhirnya memutuskan untuk menelpon ayahnya.

Meskipun hubungan mereka sudah renggang, Jasmine merasa ini satu-satunya cara untuk mendapatkan kejelasan soal cek yang tidak bisa dicairkan.

Nada sambung terdengar beberapa kali sebelum suara seorang wanita menjawab. Jasmine langsung mengenali suara itu—istri baru ayahnya.

"Halo?" suara wanita itu terdengar dingin.

"Di mana Ayahku?" Jasmine langsung bertanya tanpa basa-basi.

Ada jeda singkat sebelum wanita itu menjawab dengan nada mengejek, "Oh, dia sedang sibuk. Apa yang kau butuhkan, Jasmine?"

Jasmine menggigit bibirnya, mencoba menahan emosi. "Aku ingin bicara tentang cek yang Ayah berikan padaku. Cek itu tidak bisa dicairkan."

Suara tawa kecil terdengar di seberang sana. "Oh, itu. Ya, aku yang menukarnya. Kau tahu, Jasmine, uang itu lebih baik untukku. Aku punya banyak kebutuhan belanja. Lagipula, kau sudah dewasa, kan? Seharusnya kau belajar mandiri, bukan terus menyusahkan ayahmu. Kau harusnya mencari pekerjaan, dengan begitu kau bisa mendapatkan uang untuk dirimu sendiri."

Kata-kata itu menusuk hati Jasmine. Wajahnya memerah, dan tanpa bisa menahan dirinya, dia membalas dengan suara keras. "Bagaimana kau bisa seegois itu? Kau bahkan tidak pantas bicara soal tanggung jawab! Kau hanya wanita yang memanfaatkan ayahku! Kau perusak keluargaku!"

Wanita itu terkekeh, tidak terpengaruh oleh kemarahan Jasmine. "Oh, kau benar-benar manja, Jasmine. Sebaiknya kau berhenti mengeluh dan cari pekerjaan. Kau menyusahkan saja! Dasar anak manja!"

Sambungan telepon terputus begitu saja setelah wanita itu selesai bicara.

Jasmine tertegun. Dia mencoba menelpon kembali, namun sudah tidak bisa tersambung lagi. Wanita itu bahkan memblokir nomornya dari ponsel ayahnya.

"Wanita ular! Dia benar-benar jahat sekali!" geram Jasmine.

Jasmine membuang ponselnya ke tempat tidur, kedua tangannya menutupi wajahnya. Nafasnya terengah-engah, amarah dan kesedihan bercampur menjadi satu. Seumur hidup, dia tak pernah merasa serendah ini.

Dulu, saat orang tuanya masih bersama, semua keinginannya selalu terpenuhi. Keluarganya tidak miskin, ibunya merupakan pemilik toko pakaian, dan ayahnya seorang dokter gigi.

"Kenapa semua jadi seperti ini!? Aku benci sekali dengan hidup ini!" Jasmine terlihat sangat frustasi. Dia juga tidak ingin menghubungi ibunya, karena dia tahu ibunya tidak akan peduli dengan masalah seperti ini.

Jasmine bangkit perlahan, dia berjalan ke jendela hotel dan menatap langit Edinburgh yang mulai cerah. Hatinya terasa hampa. Dia berusaha menenangkan dirinya, tetapi air matanya akhirnya jatuh.

Jasmine menghapus air matanya dengan cepat. "Aku tidak akan membiarkan mereka menang. Aku bisa melakukannya sendiri," gumamnya.

Namun, fakta jika dirinya kini terabaikan dan tidak memiliki apapun, membuatnya merasa kosong dan tak berdaya. Jasmine tidak tahu lagi dia harus bagaimana menghadapi hari-harinya di Edinburgh. Namun, dia merasa beruntung ketika ingat Jack. Pria itu selalu membayarkan makanannya.

Saat Jasmine sedang larut dalam pikirannya, suara ketukan di pintu mengalihkan perhatiannya.

"Siapa yang datang?" gumam Jasmine, sembari menghapus air mata dengan punggung tangannya.

Jasmine mendekat dan membuka pintu. Dia mendapati Jack berdiri di sana, dengan jaket kulitnya dan ekspresi yang sedikit khawatir.

"Apa kau baik-baik saja?" tanya Jack tanpa basa-basi, menatapnya dengan tatapan tajam namun penuh perhatian.

Jasmine menghela napas. "Kenapa kau di sini? Bagaimana bisa kau tahu kamarku?"

"Aku bisa tahu apa saja tentangmu, Jasmine. Apalagi hanya sebuah kamar hotel," jawab Jack.

Jasmine mengangguk kecil. "Lalu, kenapa kau tiba-tiba datang?"

Jack mengangkat bahu, sedikit canggung. "Aku pikir... mungkin kau membutuhkan seseorang untuk diajak bicara."

Melihat wajah Jack, Jasmine merasa tangisannya nyaris akan pecah lagi, tetapi dia menahannya. "Aku tidak tahu harus mulai dari mana."

Jack mengangguk, lalu melangkah masuk tanpa diundang. "Kau tidak perlu memulai dari mana pun. Cukup katakan apa yang ingin kau katakan."

Jasmine duduk di sofa, menceritakan semua yang baru saja terjadi. Tentang cek palsu, telepon dengan istri ayahnya, dan rasa pengkhianatan yang tak bisa dia ungkapkan dengan kata-kata lagi.

Jack mendengarkan dengan serius, rahangnya mengeras setiap kali Jasmine menyebut nama wanita itu. Dia merasa bahwa mereka sama. Keluarganya juga hancur karena wanita lain yang menguasai ayahnya.

"Orang seperti itu tidak pantas mendapatkan tempat di hidupmu," kata Jack akhirnya.

"Aku tidak punya siapa-siapa lagi," kata Jasmine pelan.

Jack mendekat, duduk di hadapannya. "Kau punya aku."

Jasmine menatapnya, bingung. "Kenapa kau peduli?"

Jack tersenyum tipis, menyentuh dagunya dengan lembut. "Mungkin karena aku tahu rasanya dikhianati oleh orang yang seharusnya mencintaimu."

Jasmine terdiam, merasakan kehangatan yang aneh di dalam hatinya. Di tengah rasa sakitnya, kehadiran Jack memberikan sedikit harapan.

Jack berdiri, menawarkan tangannya. "Ayo, kita pergi. Kau butuh udara segar, dan aku tahu tempat yang bisa membuatmu merasa lebih baik."

Meski ragu, Jasmine akhirnya menerima tangannya. Di tengah badai emosional yang dia alami, mungkin, hanya mungkin, Jack adalah cahaya kecil yang membantunya bertahan.

*

Jack memacu motornya melewati jalanan kota Edinburgh yang sibuk. Perlahan, keramaian itu berubah menjadi pemandangan yang lebih tenang. Gedung-gedung kota digantikan oleh deretan rumah batu bergaya tradisional, diselingi hamparan ladang hijau. Udara segar musim gugur berhembus lembut, membawa aroma daun kering yang menenangkan.

"Ke mana kita sebenarnya?" tanya Jasmine, suaranya nyaris tenggelam oleh deru angin.

"Bersabarlah. Aku janji kau akan menyukainya," jawab Jack tanpa menoleh.

Mereka akhirnya tiba di sebuah desa kecil yang tampak seperti keluar dari kartu pos. Jalanan berbatu kecil, rumah-rumah dengan cerobong asap yang mengeluarkan uap tipis, dan pohon-pohon dengan daun berwarna kuning, oranye, dan merah menghiasi pemandangan.

Jack menghentikan motornya di depan sebuah toko kecil dengan papan kayu bertuliskan "The Golden Bakery". Jasmine turun dari motor dan melepaskan helmnya. Aroma roti panggang yang hangat langsung menyambut mereka, membuat perutnya yang kosong mendadak berbunyi.

"Kau membawaku ke toko roti?" Jasmine menatap Jack dengan alis terangkat.

Jack menyeringai. "Percayalah, ini lebih dari sekadar toko roti."

Begitu mereka masuk, suasana toko itu langsung membuat Jasmine merasa nyaman. Interiornya sederhana, dengan rak kayu yang penuh roti dan kue. Dindingnya dihiasi gambar-gambar desa setempat, dan ada sebuah tungku besar di sudut ruangan yang memberikan kehangatan.

"Apa yang ingin kau makan?" tanya Jack sambil melihat ke arah kasir.

Jasmine mengangkat bahu. "Aku tidak tahu, kau yang pilih saja. Kau ahlinya menebak bukan?"

Jack tertawa, dia lalu memesan dua croissant hangat, beberapa kue kecil, dan dua cangkir teh. Mereka duduk di sebuah meja kecil dekat jendela yang memberikan pemandangan jalan desa yang indah.

"Tempat ini… tenang sekali," gumam Jasmine sambil memandangi luar jendela.

*Itu sebabnya aku suka ke sini," jawab Jack. Dia menyesap tehnya dengan santai. "Kadang, kita hanya perlu berhenti sejenak dari semua kekacauan yang ada."

Jasmine menatap Jack dengan penuh rasa ingin tahu. "Kau sering datang ke sini?"

"Cukup sering," jawab Jack. "Ketika semuanya terasa terlalu berat, tempat ini selalu mengingatkanku untuk bernapas."

Jasmine hanya mengangguk. Dia menatap ke jalanan yang terlihat damai. Sesaat dia melamun, memikirkan tentang uang yang sudah menipis.

"Ada apa?" Suara Jack memecah keheningan.

Jasmine menggeleng, berusaha tersenyum. "Aku hanya... tidak tahu apa yang harus kulakukan. Uangku hampir habis, dan aku tidak bisa tinggal di sini selamanya."

Jack memandangnya selama beberapa detik, lalu merogoh dompet kulitnya. Dia menarik beberapa lembar uang dan menyerahkannya pada Jasmine. "Ini, untuk sementara waktu."

Jasmine menatap uang itu dengan kaget. "Aku tidak bisa menerima ini, Jack."

"Kenapa tidak? Kau butuh bantuan, dan aku punya uang lebih. Aku tidak miskin, kau tidak perlu khawatir."

Namun, Jasmine menggeleng kuat. "Aku tidak mau berhutang pada siapa pun."

Jack mendengus pelan, lalu memasukkan kembali uangnya. "Baiklah, kalau kau tidak mau menerima uang, bagaimana kalau aku menawarkan tempat tinggal?"

Jasmine menatapnya penuh tanda tanya. "Tempat tinggal?"

Jack menyeringai. "Aku punya apartemen kosong di pusat kota. Tidak besar, tapi cukup nyaman untukmu. Setidaknya, kau tidak perlu khawatir membayar sewa."

Jasmine membuka mulut untuk menolak, tetapi Jack mengangkat tangannya, menghentikannya. "Sebelum kau bilang tidak, pikirkan ini, kau tidak punya pilihan lain sekarang. Aku hanya mencoba membantu."

"Aku..." Jasmine ragu. "Kenapa kau melakukan ini, Jack?"

Jack mengangkat bahu. "Mungkin karena aku benci melihat seseorang yang kukenal menderita. Atau mungkin karena aku orang baik, siapa tahu?"

Jasmine menatapnya dengan ragu, tetapi tatapan tulus di mata Jack membuatnya akhirnya menyerah. "Baiklah. Tapi hanya sampai aku bisa menemukan pekerjaan."

Jack tersenyum lebar. "Setuju."

**

Setelah beberapa menit dalam keheningan, Jasmine akhirnya mengungkapkan keinginannya. "Jack, kau bilang kau ingin membantu. Bisakah kau mencarikan aku pekerjaan? Aku tidak bisa terus bergantung padamu."

Jack bersandar di kursi, menatapnya dengan tatapan yang hampir nakal. "Tentu. Bagaimana kalau kau bekerja untukku?"

Jasmine mengernyit. "Bekerja untukmu? Sebagai apa?"

Jack menyeringai, menyandarkan dagunya di tangan. "Pelayanku."

"Pelay... apa?" Jasmine memelototinya, tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya.

"Pelayan. Kau tahu, membawakan kopi, membersihkan rumahku, hal-hal seperti itu," kata Jack dengan nada main-main. "Aku bahkan akan membayar mahal."

"Jack, aku serius," protes Jasmine, wajahnya memerah karena kesal.

"Aku juga serius," balas Jack, meskipun matanya memancarkan godaan. "Hei, kau bilang ingin bekerja, kan? Itu tawaran kerja. Atau, kau lebih suka bekerja di tempat lain?"

Jasmine mendesah, melipat tangannya di dada. "Kau benar-benar tidak bisa serius, ya?"

Jack terkekeh, lalu mencondongkan tubuh ke depan. "Dengar, aku bercanda. Tapi aku sungguh akan membantumu menemukan pekerjaan yang layak. Kau tinggal di apartemenku, aku akan pastikan kau tidak kekurangan apa pun."

Jasmine menghela napas panjang, merasa frustrasi sekaligus terhibur. Meskipun Jack seringkali menyebalkan, dia tidak bisa mengabaikan kebaikan hati pria itu. "Baiklah. Tapi tolong, jangan tawarkan hal-hal aneh lagi."

Jack tertawa. "Tidak ada janji. Tapi untukmu, aku akan mencoba."

Di tengah percakapan itu, Jasmine merasakan sesuatu yang aneh di hatinya—sebuah perasaan hangat yang perlahan tumbuh. Mungkin, untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, dia mulai merasa tidak sepenuhnya sendirian.

Namun, percakapan mereka terhenti saat Jack menerima panggilan telepon dari Cornor.

...****************...

1
caca_cantik
jack dan jasmine harus bahagia selamanya 🥰
caca_cantik
adehhh benalu datang lagi 😭😭
Ibue Deva Desya
Luar biasa
yunidarwanti2
mulai nih main teka teki deh🤔🤔siapa tuh ya😔😔
yunidarwanti2
aws tuh pipa dipotong sma Jasmine mncing"mau main jlang,mw jdi mini apa tuh pipa Jack😂😂😂
yunidarwanti2
Jack sngat senang ekspresi lucu,imut Jasmine jika slalu digoda otw sling bucin 😍😍
safana
jangan2 pacarnya jack
safana
pendekatan yang sempurna
safana
mudah2n Jasmine menjadi kehangatannya Jack dalam kesepian nya
safana
ibu dan anak kayaknya satu frekuensi begitu cerita anak kucing langsg ngerti
safana
ternyata oh ternyata di dalam pikiran Jasmine penuh dengan Jack benih2 cinta sudah bertumbuh kayaknya
safana
waah sudah di klaim nih sama Jack " dia kucingku"
safana
memperhatikan dalam diam
safana
aku baru mampir thor
caca_cantik
pasti fans nya jack datang atau orng yg menggilainya 🤣🤣🤣
te~amor❤️
Aduh Siapa itu🤔🤔 semangat ci❤️❤️
te~amor❤️
Jangan jackkk nanti ular pinto mu di tembak jasmine🤣🤣🤣🤣
LISA
Seru jg ceritanya
Melfiana Zain
aku mampir kak, kalau berkenan mampir juga ya ke cerita ku 🤗
te~amor❤️
Love banget sama jack🥰🥰 sisa kan satu untuk ku ci🤣🤣🤣
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!