Menunggu adalah cinta yang paling tulus, tapi apakah yang ditunggu juga mencintai dengan tulus? Sudah tiga tahun lamanya Anaya Feroza Mardani menunggu sang kekasih pulang dari Indonesia. Kabar kematian sang kekasih tak akan membuat Naya begitu saja percaya sebelum dirinya bertemu dengan jasad sang kekasih.
Penantian tiga tahun itu, membuat kedua orang tua Naya harus menjodohkan Naya dengan seorang Dokter tampan bernama Naufal Putra Abikara anak dari Abikara Grup, yang tak lain adalah musuhnya saat SMA dulu.
Apakah kekasih yang Naya tunggu akan datang? Dan apakah dia masih hidup atau sudah meninggal? Bagaimanakah hubungan Naya dengan Naufal?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aniec.NM, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
episode 7 Berhenti Mencari Raka
Naya tengah sibuk mencatatkan pengeluaran dan pemasukan kas Butik yang kini sudah di pimpinannya. Ia begitu enjoy melakukan itu di ruangan kerja, sembari ditemani alunan musik dari handphonenya.
Setelah menyelesaikan semuanya, Naya kembali membuka handphone melihat galeri foto-foto dirinya dengan Raka pada waktu kuliah semester satu. Awal dimana dia dan Raka kenal dan mulai pdkt, namun pada semester tiga Raka memutuskan untuk berkuliah di luar negeri dan disitulah Naya terakhir bertemu Raka.
“Kamu dimana sih, Ka. Aku kangen banget sama kamu?” monolog Naya, tanpa sadar air matanya keluar.
“Apa aku harus ikhlasin kamu? Tapi aku nggak lupain kamu, Raka.”
*
Malam yang terasa sunyi, jalanan dipenuhi oleh anak-anak geng motor yang tengah melakukan balapan liar. Di salah seorang mereka ada Vero yang duduk di motor dengan tangan yang sibuk menghisap rokok.
“Vero, kalau lo menang hadiahnya lima puluh juta dan bonusnya lo bisa pakai dia dalam sehari.” Wisnu yaitu temennya Vero menunjuk seorang wanita berpakaian seksi yang berdiri di barisan penonton.
Vero menatap wanita itu dengan teliti, senyum terukir di bibirnya.
“Oke, gue terima balapan ini.”
Di tempat lain, Naufal mengendarai motor dengan kecepatan tinggi. Jalanan terasa sepi kalau itu, ia bebas menguasai jalanan dengan motor KLX nya, Naufal sangat lihai dalam mengendarai motor berbagai aksi dia coba karena memang tak ada para pengendara yang lewat.
Dulunya Naufal pada waktu SMA, ia ketua geng motor bernama Arosky yang memimpin 35 orang anggota. Tetapi setelah lulus SMA geng motor nya terpaksa diberhentikan karena sibuk dengan urusan masing-masing, namun tidak membuat tali silaturahmi itu putus ia masih berkomunikasi dengan para anggota Arosky walau hanya beberapa orang.
Naufal memberhentikan motornya tepat di sebuah warung kopi, ia turun dari motor untuk memesan secangkir kopi. Di saat Naufal tengah asyik menyeruput kopi, suara motor kencang lewat di depan warung kopi
mengganggu waktu kenyamanan.
Naufal memperhatikan dari jauh lelaki dengan motor sport berwarna hijau itu, Naufal melihat postur tubuh lelaki itu begitu familiar.
“Vero!”
Naufal bergegas pergi dari warung kopi itu tak lupa membayar minumannya, menancap gas mengikuti arah motor Vero yang ia lihat tadi.
Naufal memperhatikan Vero melajukan motornya dengan kecepatan tinggi. Naufal menyimpulkan Vero tengah melakukan balap liar. Kemudian Naufal mengambil jalan pintas untuk mencegat Vero, lalu ia memasuki gang kecil dan keluarnya di jalan raya. Benar saja Naufal dari kejauhan melihat Vero menuju kearahnya.
Vero melihat Naufal tengah menghalangi nya, langsung menarik rem motornya mendadak.
“Bang Naufal!”
Naufal menarik kerah baju Vero, menyerahnya turun dari motor.
Bugh
Tinjuan melayang di pipi kiri Vero. Vero memegangi rahang pipi nya yang terlihat memerah itu.
“Gue udah bilang sama lo, jangan balapan, kenapa Lo malah balapan!” sentak Naufal.
Vero terdiam menunduk rasa ketakutan menyelimutinya, Vero tak bisa mengatakan apapun jika Naufal sudah turun tangan. Baginya Naufal adalah orang yang berpengaruh, walaupun dia adalah seorang dokter yang lembut ketika menangani pasien, tetapi dia adalah harimau ketika menghadapi Vero.
“Maaf Bang.” Hanya itu yang keluar dari mulut Vero. Ia tak bisa membangkang, baginya Naufal adalah orang yang penting dalam hidup.
“Pulang!”
Keduanya menancapkan gas motor dan melaju pergi, membelah jalanan malam yang terasa sunyi itu. Aksi balap liar itu terpaksa Vero berhentikan.
**
Sesampainya di rumah, waktu menunjukan pukul satu malam. Suasana rumah mewah itu terlihat gelap karena penghuninya sudah tidur. Kakak beradik itu pergi ke kamar masing-masing.
Memasuki kamar dengan disambut foto-foto idol K-Pop itu cukup membuat Naufal terkejut, pasalnya foto-foto itu sudah memenuhi ruangan kamarnya. Matanya beralih kepada perempuan yang tengah tertidur di meja belajar. Naufal mendekati Naya, memperhatikan wajah istrinya itu, merapikan rambut yang menutupi bagian wajah istrinya.
Matanya kembali melihat sebuah buku diary di sebelah Naya, Naufal membuka buku diary itu membaca halaman yang baru saja Naya tulis.
Raka rindu aku rindu, aku berharap bisa bertemu dengan kamu lagi, entah dengan diriku atau dengan batu nisan yang tertulis namamu.
“Lo cinta banget ya sama Raka?” tanya Naufal dalam hati.
Walaupun pernikahan mereka tidak melandasi rasa cinta, namun sebagai suami cemburu itu Naufal rasakan di dalam hatinya.
Kemudian Naufal kembali menatap Naya, mata wanita itu terlihat bengkak mengartikan dia baru saja menangis. Naufal mengangkat tubuh Naya, lalu dengan penuh hati-hati agar Naya tidak terbangun, Naufal membaringkannya tubuh Naya di kasur dan menyelimuti Naya.
Setelah itu dia kembali membaca membaca buku diary itu di sofa.
Gue benci banget sama cowok yang namanya Naufal, anak kelas 12 IPA 1, udah bule nyebelin lagi apalagi suka ngerjain gue, pokoknya nanti kalau udah lulus gue nggak mau ketemu dia lagi, amit-amit deh kalau gue nanti nikah sama dia, nanti gue sumpahin dia bewoken.
Naufal tersenyum membacanya, Naya menceritakan dirinya di buku diary itu, apalagi tulisan itu mengatakan dia tidak menikah dengan Naufal, padahal kenyataannya saat ini dia sudah menjadi istri dokter muda tampan itu.
**
Keesokan harinya, Naya terbangun dengan selimut yang menutupi tubuhnya. Ia keheranan, Naya ingat dirinya ketiduran di meja belajar dan ketika bangun sudah di kasur.
“Siapa yang mindahin gue di kasur ya?” tanyanya dengan wajah yang kebingungan.
“Gue yang mindahin lo,” sahut Naufal.
Lelaki itu duduk di sofa dengan kopi yang ia seruput, ia sudah rapi dengan kaos hitam dan celana panjangnya.
Naya melihat jarum jam menunjukan pukul sembilan pagi.
“Lo nggak kerja?” tanya Naya masih ditempatnya.
“Cepet lo siap-siap.”
“Kemana?”
“Cari Raka.”
Raut wajah Naya berubah menjadi sedih, Naufal yang melihat itu menghampiri Naya dan duduk di sebelahnya.
“Kenapa?” Lelaki itu tau Naya tengah menyembunyikan sesuatu.
“Tadi malam tante Cika telefon gue, dia bilang gue harus berhenti cari Raka,” ungkap Naya.
“Alasannya?”
“Gue nggak tau alasannya apa, tapi apa gue salah cuma mau tau Raka itu masih hidup atau udah meninggal?” Naya sedang berkelahi dengan pikirannya, hatinya sedang tidak baik-baik saja.
Naufal sangat tau sifat wanita itu, dia wanita yang teguh tengah tujuannya. Naya tidak akan bisa diam sebelum dia menemukan jawaban dari pertanyaan itu. Sikap tente Cika jika membuat Naufal mecurigankannya, sikap yang tiba-tiba berubah kepada Naya yang seolah-oleh dirinya tengah menyembunyikan sesuatu.
“Terus sekarang lo mau apa?” tanya Naufal dengan lembut.
“Gue mau berhenti cari Raka, mungkin benar apa yang dikatakan papa kalau Raka udah meninggal.”
Naufal melihat ada kepasrahan di kata Naya, ia juga melihat ada kesedihan menyelimuti perempuan itu.
Perlahan tangan Naufal merangkul pundak Naya, mengeringkan tubuh Naya untuk bersandar di bahu lelaki itu. Ajaibnya, Naya tidak melakukan penolakan, wanita itu tengah membutuhkan sandara dan Naufal adalah orang yang tepat.
“Lo bebas nangis disini nggak ada orang yang ngelarang lo buat nangis.” Naufal mempersilakan Naya untuk mengeluarkan tangisannya di pelukan lelaki itu.