Ajeng harus pergi dari desa untuk menyembuhkan hatinya yang terluka, sebab calon suaminya harus menikahi sang sepupu karena Elis sudah hamil duluan.
Bibiknya memberi pekerjaan untuk menjadi pengasuh seorang bocah 6 tahun dari keluarga kaya raya di Jakarta.
Ajeng iya iya saja, tidak tahu jika dia adalah pengasuh ke 100 dari bocah licik itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lunoxs, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9 - Bakso Tussuk
Ajeng dengan cepat semakin menyingkir ke pinggir jalan ketika melihat ada sebuah mobil seperti hendak berhenti di dekat dia. Ajeng takut, sangat takut jika mobil itu adalah mobil milik seorang penculik.
Apalagi saat ini hari sudah malam dan jalanan yang dia lewati sangat sepi.
Jadi sebelum pemilik mobil tersebut sempat keluar Ajeng pun dengan segera berlari kencang.
Dia juga berteriak ... "Ahk! Tolong!" pekik Ajeng, lari tunggang langgang.
Reza tercengang.
"Apa-apaan gadis itu," ucapnya dengan terbengong-bengong.
"Kejar pakai mobil, aku akan memanggilnya dari dalam mobil saja," titah Reza kemudian.
"Baik Pak."
Mobil kembali melaju, menyusul Ajeng yang sudah berlari di depan sana. Tak sampai lama mobil itu pun akhirnya bisa mengimbangi larinya gadis desa ini.
Reza yang sudah membuka kaca mobil pun langsung memanggil.
"Ajeng!" panggilnya sedikit berteriak.
Ajeng tersentak, kaget bagaimana orang itu bisa tahu namanya. Dia berhenti dan mobil pun ikut berhenti juga, Reza buru-buru keluar menampakan diri.
"Papa," panggil Ajeng diantara nafasnya yang terengah.
Reza membuang nafasnya dengan kasar.
"Masuk mobil, kita pulang bersama," ajak Reza.
"Alhamdulilah ..." Ajeng bahkan sampai mengelus daddanya merasa lega, akhirnya dia selamat dan tidak jadi gelandangan di kota Jakarta.
Jam 7 malam akhirnya Ajeng tiba di rumah. Reza juga sudah menghubungi Ryan mengatakan jika Ajeng telah ditemukan. Reza juga memerintahkan semua anak buahnya untuk menghentikan pencarian.
Masuk ke dalam rumah, Ajeng langsung di sambut oleh pelukan Oma Putri ...
"Ya Allah Ajeng!! untung kamu ketemu Nak," ucap Oma Putri dengan cemas, Ajeng yang bertubuh mungil dan wajah begitu imut membuat Oma Putri merasa Ajeng benar-benar seperti cucunya, karena itulah dia cemas bukan main.
Rilly juga ada disana dan menghembuskan nafas lega.
"Ayo ku antar ke kamar mu," ucap Rilly pula, wanita cantik itu pun langsung menggandeng tangan Ajeng.
Berjalan menuju kamar belakang.
Tapi Ajeng belum mau kembali ke kamarnya, dia harus bertemu Sean lebih dulu ...
"Mbak Rilly_"
"Kak Jeng, biasakan saja panggil Kak."
"Maaf Kak, tapi aku mau ke dapur dulu."
"Oh kamu lapar ya?"
Ajeng hanya tersenyum kikuk. Rilly tertawa pelan, lalu mengantar Ajeng ke dapur, bukan ke kamar gadis itu.
Dan setelahnya Rilly pun pergi.
Hampir jam 8 malam setelah Ajeng membersihkan tubuhnya, dia pun berlari naik ke lantai 2. Oma Putri hanya memandang dan bersyukur Ajeng tidak trauma.
Gadis itu bahkan kembali menemui Sean tanpa dia minta.
"Oma," panggil kakek Agung.
"Kenapa Kek?"
"Itu Ajeng tingginya berapa sih? mungil banget."
"149," balas Oma Putri apa adanya, info tersebut ada dalam data diri Ajeng.
"Oh pantesan, menolak gede," balas kakek Agung hingga membuat Oma Putri tertawa, lalu memukul lengan sang suami.
Di lantai 2.
Ajeng membuka pintu kamar Sean dengan perlahan. Bocah yang sedang duduk di kursi belajarnya itupun menoleh dan melihat siapa yang datang ...
Ternyata mbak Ajeng, tersenyum menatap ke arahnya.
"Untung belum tidur, ini bakso tusuknya," ucap Ajeng seraya meletakkan piring berisi bakso tusuk yang Sean minta di atas meja belajar tersebut.
Tadi siang Ajeng tetap membelinya, di dapur tadi dia minta pada pelayan untuk kembali dihangatkan, dan kini Ajeng akhirnya bisa memberikan bakso itu pada sang pemilik.
Sean tergugu, menatap nanar pada bakso tusuk di hadapannya.