Mempunyai paras cantik, harta berlimpah dan otak yang cerdas tidak membuat Alsava Mabella atau gadis yang kerap di sapa Alsa itu hidup dengan bahagia.
Banyak yang tidak tahu kehidupan Alsa yang sesungguhnya. Mereka hanya tahu Alsa dari luarnya saja.
Sampai akhirnya kehidupannya perlahan berubah. Setelah kedua orang tuanya memutuskan untuk menikahkannya di usianya yang terbilang masih sangat muda itu dengan lelaki yang sangat di kenalinya di sekolah.
Lelaki tampan dan juga memiliki otak yang cerdas seperti Alsa. Bahkan Dia juga menjadi idola di kalangan siswi di sekolahnya.
Mau menolak? Jelas Alsa tidak akan bisa. Bukan karena dia memiliki rasa, tetapi keputusan kedua orang tuanya adalah mutlak.
Follow ig riria_raffasya ✌️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Riria Raffasya Alfharizqi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tidak Sengaja
Sampailah Alsa di parkiran cafe tomad. Taxi yang Alsa tumpangi menepi. Setelah membayar dan keluar dari taxi. Alsa melihat ke sekeliling cafe. Rupanga cafe terlihat sangat pada dengan kendaraan. Alsa yakini Cafe itu sangatlah rame pengunjung, persis seperti nongka nongki cafe yang dekat dengan sekolahnya. Tidak pernah sepi dengan pengunjung.
"Nyaman sih, tapi kalau banyak orang gini bikin males," gumam Alsa masih melihat ke sekeliling cafe.
Ponsel Alsa kembali berbunyi. Alsa segera mengambil ponselnya yang berada di dalam tas. Rupanya Icha yang menghubunginya.
*Hallo Cha
(..)
Iya ya gue udah di depan bege*
Tut. Alsa mematikan sambungan teleponnya setelah mengatakan jika dirnya sudah berada di depan cafe. Dengan segera dia masuk ke dalam cafe.
Tidak lama suara teriakan Icha dan Kia yang memanggil namanya membuat Alsa menoleh ke asal suara. Rupanya kedua sahabatnya sudah duduk di pojokan cafe. Suka sekali mereka memilih tempat yang berada di pojok.
Alsa menghampiri kedua sahabatnya. "Ngapain ke sini sih? rame gini nggak bikin tenang tahu, masih mending nongka nongki." Alsa meletak tas dan duduk di depan kedua sahabatnya.
"Elah lo kudat**e banget deh Al, nggak tahu cafe yang lagi hitz," jawab Icha membuat Alsa membuang napasnya malas.
Alsa melirik kedua sahabatnya yang belum memesan satu makananpun, jangankan makanan minuman saja mereka belum memesan. Meja mereka masih kosong dengan makanan hanya berisi ponsel masing-masing.
"Lo berdua ke sini mo numpang wi-fi?" tanya Alsa mengejek.
Icha dan Kia melotot. Enak saja Alsa bilang, mereka seperti orang kesusahan saja jika main sosmed saja sampai menumpang. Tetapi salah satu yang menjadi daya tarik cafe-cafe jaman sekarang juga karena adanya free wi-fi yang membuat banyak anak mudah betah dan sering berkunjung. Lumayan lah sekalian bisa download film yang harus menghabiskan banya kuota.
"Salah satunya, tapi yang lebih spesifik ya karena Icha pengen lihat bos cafenya." Kia menjawab seraya membuka buku menu.
Alsa mengangguk. Tidak lagi bertanya karena rupanya alasan utama adala Icha yang masih begitu menginginkan bisa melihat pemilik cafe tersebut. Mau mengajak pergi juga tidak tega melihat wajah Icha yang kini sedang celingukan untuk melihat bos cafe tersebut.
"Kalian mau pesen apa?" tanya Kia yang sudah selesai memesan menu makanan dan minumnya.
"Gue samain aja deh sama lo," jawab Alsa malas.
"Lo Cha?" tanya Kia yang belum mendapat jawaban dari Kia.
"Icha woy!" teriak Kia lagi.
Icha tersentak kaget. Dia menatap kesal Kia. "Apaan sih lo?"
"Lo mau pesen apa? jangan bikin kesel deh, penasaran sih penasaran Cha, tapi nggak gitu juga kali." Kia mengomel dengan tingkah Icha yang cuek karena terus sibuk dengan misinya untuk menemuka keberadaan si pemilik cafe.
"Sstt lo ganggu banget deh, gue samain aja," jawab Icha akhirnya membuat Kia mengangguk.
"Nah gitu kan jelas, dari tadi kek," kesal Kia yang hanya mendapat cengiran dari Icha.
Berbeda dengan kedua sahabatnya. Alsa lebih banyak diam, raganya memang bersama kedua sahabatnya, tetapi tidak dengan pikirannya yang terus tertuju dengan kedua orang tuanya. Bahkan Alsa sendiri tidak yakin setelah kedua orang tuanya besok sampai di tempar tujuan akan memberitahunya atau tidak.
Meskipun hati Alsa sakit, tetapi Alsa masih berharap akan hal itu, jika besok kedua orang tuanya tidak memberitahunya, itu berati Alsa benar-benar tidak penting dalam hidup mereka. Alsa akan mulai terbiasa dengan dunia barunya. Tidak lagi begitu memperdulikan kedua orang tuanya yang juga tidak peduli dengannya sama sekali. Alsa bertekad akan itu.
Tidak lama pesanan mereka datang. Dengan segera mereka memakan menu yang sudah mereka pesan. Tetapi hanya Icha dan Kia saja yang tampak semangat dengan makanan di depannya. Alsa lebih kelihatan murung dan hanya memainkannya saja.
Icha dan Kia saling pandang. Mereka tahu ada masalah yang sedang Alsa sembunyikan dari mereka.
"Kalau nggak suka makanannnya, harusnya pesen sendiri," sindir Kia sengaja agar Alsa tidak terus berdiam saja.
Alsa menoleh. Menatap ke arah kedua sahabatnya secara bergantian. "Menurut kalian gue gimana sih?" tanya Alsa membuat Icha dan Kia saling pandang bingung.
Mereka belum paham maksud dari pertanyaan Alsava.
"Maksud lo gimana sih? gue nggak ngerti serius," jelas Kia.
Alsa menghela napasnya dalam. "Lupakan, ayo makan."
"Al, jangan sembunyiin masalah lo dari kita, lo pasti ada masalah lagi kan? karena ortu lo?" cerocos Icha.
Alsa tersenyum tipis. Senyuman dari Alsa sudah menjawab semua pertanyaan Icha barusan, jika Alsa memang sedang ada masalah dengan kedua orang tuanya.
Baik Icha maupun Kia tidak lagi bertanya sebelum Alsa benar-benar berniat untuk menceritakannya sendiri. Mereka sangat paham dengan sifat Alsava.
"Oh ya lo kenapa tadi pagi nggak masuk? nggak ngasih kabar lagi," tanya Icha yang langsung membuat Kia menginjak kakinya.
Icha meringis, tetapi dia tahu maksud Kia karena Alsa yang mungkin sedang ada selisih paham dengan kedua orang tuanya. Makanya Alsa sampai tidak masuk sekolah dan tanpa mengabari mereka berdua.
"Gue tahu lo nginjak kaki Icha, gue nggak masuk karena ada kepentingan, dan kalian nggak usah ngerasa nggak enak ok?" jelas Alsa membuat Kia dan Icha mengangguk secara bersamaan.
Mereka kembali melanjutkan makanannya dengan canda tawa. Bahkan membuat Alsa bisa melupakan rasa kecewanya dengan kedua orang tuanya saat ini. Dan itu karena dua mahluk di depannya yang selalu mengerti Alsa.
"Di sini juga rupanya," ucap seseorang membuat Alsa dan kedua sahabatnya menoleh.
Melihat gadis cantik yang sedang tersenyum menyebalkan ke arah mereka membuat mereka bertiga memutar bola matanya malas.
"Ngapain lo di sini?" tanya Icha denga nada kesal.
"Gue nemenin Gerald, emang kenapa?" tanyanya membuat Icha mendengus kesal.
Sampai akhirnya mata Icha melotot mendengar nama pujaan hatinya di sebutkan. "Gerald di sini?"
Gadis itu mengangguk dengan senyum mengejek. Lalu pergi begitu saja setelah mengatakan hal itu. Rupanya Ninda sengaja ingin membuat mereka kesal karena mengetahui jika dirinya sedang menemani Gerald. Sebenarnya bukan hanya Gerald dan Ninda saja. Tetapi ada anggota osis lainnya. Tetapi mereka di tempat khusus yang ada di cafe tersebut. Mereka sedang mengadakan rapat darurat karena tadi Gerald tidak masuk sekolah. Alhasil mereka janjian untuk rapat di cafe tomad. Tidak ada yang tahu jika Gerald pemilik cafe tersebut. Kecuali kedua sahabatnya Abim dan juga Verrel.
Oh ini urusan bisnisnya? dasar play boy tengil Batin Alsa sedikit kesal dengan alasan Gerald yang menyangkut pautkan dengan bisnisnya.
Padahal Gerald tinggal bilang saja kalau mau pergi dengan Ninda, si cabe busuk yang selalu berlagak dan bertingkah itu. Memikirkan hal itu membuat Alsa sedikit kesal.
"Gue ke toilet bentar deh," pamit Alsa yang diangguki oleh kedua sahabatnya.
Alsa menuju ke toilet cafe. Tanpa sengaja ia menabrak seseorang yang baru saja akan keluar.
"Eh sorry gue nggak sengaja," ucap Alsa seraya merapihkan bajunya lagi.
"Nggak papa gue yang sal-" kalimat cowok itu terputus melihat Alsa yang berada di depannya.
"Lo!" tunjuk Alsa dengan terkejut.
Cowok itu tidak menjawab. Dia menatap Alsa dengan tatapan yang susah diartikan.
"Lo kapten basket sekolah kita kan? temennya si ketos alay itu kan?" tanya Alsa lagi.
Lamunan Verrel buyar. Dia sedikit menyunggingkan senyumnya seraya mengangguk.
"Lo nggak papa kan?" tanya Verrel dengan nada datarnya.
Alsa menggeleng. "Gue duluan ya?" pamit Alsa yang kembali diangguki oleh Verrel.
Verrel melihat keprgian Alsa menuju lorong toilet. Dia tersenyum mengingat apa yang Alsa katakan tadi. "Ketos alay, nama yang unik."
Verrel menggeleng menyadari jika sahabatnya mempunyai sebutan unik dari salah satu rivalnya. Dia kembali menemui Gerald dan yang lain. Meskipun Verrel bukanlah anggota osis, tetapi untuk mengusir kejenuhan di rumah. Verrel ikut kumpul di cafe Gerald. Apa lagi beruntung sekali bisa bertemu dengan gadis cantik yang kata Gerald dan Abim si pembuat onar. Takdir memang tidak pernah terduga.