"Hanya aku yang boleh menyiksa dan membuatmu menderita. Hanya aku yang boleh mencintai dan memilikimu."_Sean Aznand.
Sonia Elliezza, rumah tangga yang dia idam-idamkan selama ini menjadi mimpi buruk untuknya, walaupun Sonia menikah dengan pria yang sangat dia cintai dan juga mencintainya.
Hanya karena kesalahan di masa lalu, membuat rumah tangga Sonia bersama dengan Sean Aznand menjadi sangat dingin dan menegangkan serta penuh dendam dan amarah yang tak terbantahkan.
Sean memberikan pilihan pahit pada Sonia di awal pernikahan mereka yaitu pergi atau bertahan. Pilihan apakah yang Sonia ambil?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vebi Gusriyeni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perubahan Setelah Menikah
Nila memasuki ruangan tempat Fian di rawat dan melihat Fian sudah tertidur, dia menatap nanar wajah Fian, wajah itu tampak kusut dan lelah.
"Kenapa kamu nggak bisa mengambil hati papamu Fian? Kalau begini terus, bisa-bisa semua hartanya akan jatuh ke tangan Sean. Mama tidak bisa menerima hal itu, bagaimana lagi cara supaya kamu mau mendengarkan kata mama nak?" Tangis Nila pada Fian, anak itu hanya diam tak menanggapi ucapan mamanya.
"Fian, ayo jawab mama." Nila menggoyangkan tubuh Fian.
"Apaan?" Bentak Fian.
"Kamu ini susah sekali di nasehati."
"Ah banyak bacot lu, mending lu pulang sana, suami lu lebih butuh lu daripada gue. Gue bisa ngurusin hidup gue sendiri." Fian mengusir Nila.
"Jangan begini Fian, mama ini sayang sama kamu."
"Halah taik, jangan banyak drama lu di depan gue. Sana pergi!"
Nila dengan berat hati pergi meninggalkan Fian, Nila memikirkan cara agar Fian dan Endro akur. Dia begitu takut jika seluruh harta Endro jatuh ke tangan Sean dan lebih takutnya lagi jika sekarang Sean masih berusaha untuk mencari Sonia.
"Aku harus bisa membujuk Fian dan mencari tau apa yang sebenarnya Sean lakukan di Bandung. Aku nggak percaya kalau dia di sana hanya sekedar berbisnis, pasti ada sesuatu yang disembunyikan Kenzo dariku dan aku harus mencari tau keberadaan Sonia." Nila mencoba untuk menghubungi orang kepercayaannya agar menggali informasi mengenai Sean dan Sonia.
Sedangkan di rumah, Endro sibuk menatap foto seorang wanita muda yang begitu cantik, siapa lagi kalau bukan Sonia. Dia begitu merindukan gadis itu, selama ini dia diam-diam memendam rasa pada kekasih anak sulungnya, bahkan tak jarang dia bertengkar dengan Sean karena memperebutkan Sonia, Endro tidak pernah memikirkan perasaan mama Sean hingga mama nya meninggal.
Itulah kenapa Sean tidak ingin mengakui Endro sebagai ayahnya, bagi Sean, Sonia adalah sumber kebahagiaan dan juga semangat hidup Sean setelah kepergian mamanya.
"Andai saja waktu itu kau menerima lamaranku Sonia, pasti sekarang aku menjadi pria paling bahagia." Gumam Endro yang masih bisa didengar oleh Nila.
Nila merasa jijik ketika mendengar perkataan suaminya itu, Nila merebut foto Sonia yang dipegang oleh Endro dan merobeknya, hal itu membuat Endro menampar kuat pipi Nila hingga istrinya itu tersungkur.
"Wanita kurang ajar, berani sekali kau merobek foto pujaan hatiku."
"Apa kau tidak tau malu, dia itu kekasih anakmu dan dia lebih layak kau sebut anak dari pada kekasih Endro, kau memang tidak memiliki harga diri sama sekali ya."
"Cih Sean dan Sonia itu sudah lama berpisah, aku akan berusaha untuk menemukan Sonia dan akan memaksa nya untuk menjadi istriku, setelah itu kau akan aku ceraikan. Kau dan anak sialan itu memang tidak ada artinya dalam hidupku, kalian berdua hanya membuat hidupku sengsara." Teriak Endro pada Nila.
"Oke silahkan, jika hal itu terjadi, aku tidak akan segan-segan untuk menghabisi nyawa pujaan hatimu itu." Balas Nila yang tak kalah emosinya dari Endro. Endro mencengkram rahang Nila dengan kuat.
"Sebelum kau melakukan hal itu, aku yang akan lebih dulu menghabisi nyawamu." Endro berjalan menuju laci dan mengambil sebuah gunting besar, dengan cepat dia menan*capkan gunting itu ke perut Nila.
Nila berusaha bertahan dan mencabut gunting tersebut, dia melemparkan gunting itu ke sembarang arah dan menutup luka di perutnya menggunakan telapak tangan.
"Kau sudah gila Endro, kau menyakitiku."
"Sudah aku peringatkan padamu jangan macam-macam denganku apalagi sampai mengancamku, hidupmu itu sangat tidak berarti buatku. Masih untung kau dan anak sialan itu aku perbolehkan tinggal di rumah ini dan menikmati hartaku." Nila sudah kehilangan banyak darah akibat tusukan dari Endro.
"Tolong bawa aku ke rumah sakit, aku kehilangan banyak darah."
"Ayo!"
Endro berjalan lebih dulu dan membiarkan Nila berjalan sendiri menuju mobil. Mereka tiba di rumah sakit tempat dimana Fian tadi di rawat, Nila berjalan sendiri dan meminta pertolongan pada perawat yang ada di sana sedangkan Endro sudah pulang,dia hanya mengantarkan Nila sampai depan rumah sakit saja, dokter segera memberikan pertolongan, luka Nila sudah dijahit, dia harus dirawat terlebih dahulu.
"Kenapa jadi seperti ini tuhan, aku bersumpah akan membuat hidup orang yang sudah menghancurkan keluarga ku ini menderita, aku tidak akan membiarkan Sonia masuk dalam keluarga ini, aku tidak sudi jika Sean bersatu kembali dengan Sonia."
Nila meratapi nasibnya sekarang, semenjak menikah dengan Endro, hidupnya memang bergelimang harta tapi batinnya selalu tersiksa, awalnya dia tidak peduli karena bagi Nila harta adalah segalanya.
Sampai saat dimana Nila memergoki suaminya sedang berduaan dengan Sonia di dalam kamar hotel dengan keadaan Endro sedang telanjang dada dan Sonia duduk di atas kasur. Seketika kebencian Nila terhadap Endro dan Sonia tak bisa terbendung, dia berusaha untuk memisahkan Sean dengan Sonia tapi hal itu tidak berhasil karena Sean selalu melindungi Sonia. Nila juga memberi tahu apa yang dia lihat di kamar hotel tapi Sean tidak mempercayainya.
...***...
Satu tahun kemudian, Sean merayakan ulang tahun Sonia yang ke 25 tahun. Sean memberikan kejutan yang indah untuk gadisnya itu dan juga hadiah spesial.
Sean dan Sonia sudah tidak tinggal di Bandung lagi, mereka memilih untuk pindah ke Palembang karena Sean tau kalau Nila berusaha mencari informasi tentang dirinya dan juga Sonia. Sudah setahun juga mereka tinggal di Palembang tapi mereka tidak tinggal bersama melainkan beda rumah.
"Selamat ulang tahun sayang." Sean mengecup kening Sonia dengan penuh kasih sayang.
"Makasih sayang, aku bahagia banget hari ini." Sonia memeluk Sean dengan membenamkan wajahnya di leher Sean seperti biasa karena hal itu adalah hal ternyaman bagi Sonia dan juga Sean.
"O iya aku mau kasih kamu sesuatu." Sean melepaskan pelukannya dan mengeluarkan sebuah kotak yang berisi cincin berlian. Sean memasangkan cincin itu di jari manis Sonia, terlihat sangat pas dan cantik.
"Maukah kamu menikah denganku Sonia Elliezza?" Sean berlutut pada Sonia dengan wajah tersenyum bahagia, Sonia tidak menyangka akan dilamar oleh Sean dihari ulang tahunnya ini.
"Aku mau Sean, aku mau." Sean memeluk Sonia dan tangis bahagia Sonia pecah dalam pelukan Sean, dia sangat senang karena dilamar oleh pria yang sangat dia cintai dan juga mencintainya.
...***...
Sean dan Sonia sudah siap dengan segala keperluan pernikahan mereka, mereka memutuskan untuk menikah saja tanpa ada resepsi karena memang tidak ada keluarga inti yang akan mereka undang, kalau Sonia jelas dia sebatang kara tapi Sean, dia tidak berniat sama sekali untuk mengundang keluarganya.
Hari pernikahan mereka akhirnya tiba, walaupun hanya sekedar akad nikah saja tanpa resepsi tapi Sonia sangat bahagia sekali, jantung Sonia berdegup kencang, sebentar lagi dia akan menjadi istri seseorang. Pernikahan mereka hanya dihadiri oleh beberapa karyawan kantor Sean dan juga Sonia terutama Vanno, dengan hati yang hancur dan terluka, Vanno memaksakan hadir di hari pernikahan Sonia.
"Wah cantik banget calon istrinya Sean." Puji Kenzo yang sangat lancang memasuki kamar rias Sonia, mereka sudah dekat semenjak Sonia balikan dengan Sean.
"Kenzo, kamu datang." Sambut Sonia dengan wajah yang berbinar, karena kata Sean, Kenzo tidak bisa kembali ke Indonesia karena banyak pekerjaan di London.
"Masa teman sendiri menikah aku nggak hadir, gimana sih."
"Hehe iya juga, makasih ya Ken, selama ini kamu selalu membantu aku dan Sean."
"Santai aja Sonia, aku mau lihat Sean dulu ya."
"Iya."
Kenzo mendatangi Sean yang sedang duduk termenung, acara pernikahan mereka di adakan di Bandung.
"Cie elah, yang mau nikah, kenapa wajah mu murung begini?" Ledek Kenzo lalu ikut bergabung dengan Sean, mereka berdua menyalakan rokok.
"Nervous ya, santai aja kali, ini acara pernikahan bukan acara pemakaman bro, ceria dikit dong." Kenzo tak hentinya meledek Sean tapi wajah Sean hanya menampilkan ekspresi datar.
"Siapa yang nervous, kenapa hatiku tiba-tiba ragu untuk menikahi Sonia ya Ken?"
"Hah? Kau jangan bercanda Sean, ini hari pernikahan mu, harusnya menjadi hari bahagia untukmu. Apa yang membuatmu ragu?" Tanya Kenzo penasaran, karena selama ini yang dia tau, Sean sangat mencintai Sonia bahkan pria itu hampir gila ditinggalkan oleh Sonia.
Walaupun Kenzo dari semula tidak mengetahui hubungan awal mereka berdua, dulunya Kenzo saat SMP sudah pindah ke London.
"Aku masih ingat perselingkuhan Sonia dengan papa waktu itu, yang mana Nila bilang kalau dia memergoki Sonia bersama dengan papa di kamar hotel. Aku tidak tau kenapa tapi hatiku awalnya tidak percaya dengan semua itu sampai aku melihat dengan mata kepalaku sendiri papa menjemput Sonia dari kampusnya dan aku mengikuti mereka." Tutur Sean mengingat masa lalunya.
"Lalu? Apa yang kau lihat? "
"Aku melihat mereka masuk ke dalam hotel, papa juga menggandeng tangan Sonia, mereka berjalan seperti sepasang kekasih."
"Apa kau sudah mempertanyakan hal ini pada Sonia? "
"Tidak, aku tidak mau mempertanyakan hal itu. "
"Ya sudah, kau tanyakan saja padanya, ada hubungan apa antara dia dengan papamu jangan sampai hanya karena kecurigaanmu saja kau jadi kehilangan Sonia lagi."
"Aku akan bertanya jika waktunya sudah tepat nanti."
"Lalu? Apa yang akan kau lakukan sekarang?"
"Ya menikahinya lah."
"Dasar taik."
Tamu yang hadir menjadi saksi sakralnya pernikahan Sean dan Sonia. Sonia menitikkan air mata bahagianya saat mencium tangan Sean yang sudah sah menjadi suaminya.
Selama acara berlangsung, Sean tidak menampakkan raut wajah yang bahagia, seakan dia terpaksa untuk menikahi Sonia. Hal itu dirasakan oleh Sonia yang sedari akad nikah tadi dia sama sekali tidak melihat kebahagiaan di wajah Sean.
"Kamu kenapa sih Sean? Kok aku perhatikan dari tadi kamu murung gitu." Tanya Sonia.
"Aku gapapa." Jawab Sean singkat.
Setelah acara selesai, Sean membawa Sonia ke hotel yang sudah dia booking untuk malam pertama mereka, dia tidak membawa Sonia ke rumah.
"Besok kita balik ke Jakarta, aku ada pekerjaan penting disana." Kata Sean dengan nada dingin tak terbantahkan, Sonia mencoba untuk mencari tau kenapa dengan suaminya. Sonia duduk di samping Sean dan bertanya dengan hati-hati agar Sean tidak tersinggung.
"Kamu kenapa sih sayang? Kok aku perhatikan sedari tadi mood kamu jelek banget, aku ada salah ya sama kamu?"
"Nggak ada kok, aku cuma lelah aja, pengen tidur." Sean merebahkan tubuhnya tanpa mempedulikan Sonia.
"Masak iya malam pertama kita sedingin ini sih sayang, kamu nggak pengen romantis-romantisan dulu apa? Atau kita ngobrol gitu."
"Aku capek Son, kamu mending tidur deh, besok pagi kita harus berangkat kan." Bentak Sean, Sonia yang kaget mendapat bentakan itu seketika menangis dalam diam, dia tidak menyangka dengan perubahan Sean yang begitu drastis padanya.
"Malam pertamaku hambar ternyata," gumam Sonia yang masih bisa didengar oleh Sean.
Suara azan subuh sudah berkumandang, Sonia bangun dari tidurnya dan akan menunaikan shalat subuh, dia membangunkan Sean yang masih tidur agar bisa menjadi imam nya.
"Sayang, udah subuh, ayo bangun. " Sean membuka matanya dan memandang malas ke arah Sonia lalu tidur lagi.
"Kamu itu hobi banget ya ganggu ketenangan orang, kalau mau shalat ya shalat aja sendiri." Ujar Sean dengan mata yang tertutup lalu membelakangi Sonia.
"Maaf kalo kamu keganggu tapi ini udah masuk waktu subuh, kamu nggak mau jadi imam aku dalam shalat?"
"Ya ampun Sonia, kamu kan bisa shalat sendiri, kalo mau pake imam ya sana ke masjid." Bentak Sean lagi, Sonia tidak habis pikir dengan sikap Sean yang tiba-tiba berubah seperti ini, dia seperti tidak menikahi Sean yang dulu, seakan di hadapannya sekarang adalah orang lain yang tidak Sonia kenali.
"Kamu ini kenapa sih? Kalau aku ada salah sama kamu ya tolong kasih tau aku, jangan tiba-tiba berubah tanpa sebab begini Sean. Aku salah apa sama kamu?" Tanya Sonia dengan air mata yang tidak mampu dia tahan lagi.
Sean bangkit dari tidurnya dan langsung melayangkan tamparan keras di pipi Sonia hingga Sonia terjatuh menghantam lantai.
"Jangan berisik bisa nggak, aku ini lelah dan butuh ketenangan, bawel banget jadi orang."
Sonia memegang pipinya yang terasa panas akibat tamparan dari Sean. Sean kembali melanjutkan tidurnya tanpa merasa bersalah sama sekali pada Sonia, Sonia menunaikan shalat subuh sendiri dengan linangan air mata.
Semenjak kejadian subuh tadi, tidak ada percakapan yang terjadi antara Sean dan Sonia, Sonia cukup takut memulai pembicaraan, dia takut Sean akan menamparnya lagi. Saking tidak inginnya berdekatan dengan istrinya, Sean dan Sonia bahkan duduk terpisah di dalam pesawat.
Perjalanan yang cukup panjang dan melelahkan membuat Sonia sedikit pusing, Sean akan membawa Sonia untuk tinggal di rumah mewahnya yang ada di Jakarta. Mereka disambut oleh para pelayan di rumah itu.
"Tunjukkan kamar untuknya Mosi." Perintah Sean pada wanita paruh baya yang sudah menjadi kepala pelayan di rumah itu, wanita tersebut bernama Khadijah, dia berusia 54 tahun tapi masih sangat kelihatan segar dan berwibawa.
Khadijah adalah ibu kedua bagi Sean, Khadijah lah yang merawat Sean dari kecil sampai sekarang, dia memiliki panggilan khusus untuk Khadijah yaitu mosi. Itu merupakan panggilan sayang dari Sean pada Khadijah.
"Mari ikut saya nyonya." Sonia terlihat bingung kenapa harus pelayan yang menunjukkan kamarnya.
"Iya."
Sonia mengikuti langkah Khadijah yang menuju ke lantai dua. Wanita paruh baya itu berhenti di depan sebuah kamar yang terbilang cukup besar dari kamar di rumahnya dulu.
"Ini kamar nyonya." Sonia dipersilahkan untuk masuk, Sonia menatap sekeliling ruangan, ruangan itu begitu nyaman dan sangat elegan.
"Bagus juga kamar ini, tapi kok nggak ada barang-barang Sean terlihat disini ya bu." Sonia heran melihat isi kamar yang hanya akan diisi oleh barang-barangnya saja, tidak ada satupun milik Sean terlihat disana.
"Ini kamar nyonya, sedangkan kamar tuan ada di seberang kamar ini."
"Hah?"
Sonia tidak menyangka bahwa Sean dan dia pisah kamar saat baru menikah. Hati Sonia sangat tidak karuan sekarang, dia masih tidak tau apa salahnya sehingga Sean memperlakukannya seperti ini.
Kamar Sonia dan Sean memang berseberangan, saat keluar kamar Sonia akan langsung di hadapkan dengan kamarnya Sean jadi dia masih satu lantai dengan suaminya.
"Bu, kenapa Sean menempatkan aku disini? Aku ini kan istrinya, harusnya kami satu kamar." Protes Sonia.
"Maaf nyonya, saya hanya menjalankan perintah dari tuan saja. Kalau ada keperluan apa-apa nyonya boleh memanggil saya. Saya permisi." Khadijah pergi meninggalkan Sonia sendiri di kamarnya lalu menutup pintu.
"Aku harus menanyakan hal ini pada Sean." Sonia bergegas keluar dari kamar namun ternyata kamar itu dikunci dari luar. Sonia menggedor-gedor kamar itu dan berteriak supaya ada yang membukakan pintu.
"Tolong siapa saja diluar, tolong buka pintunya." Para pelayan yang ada disana mendengar teriakan Sonia tapi tidak ada yang tergerak untuk membantu. Sean juga terlihat cuek dengan teriakan istrinya itu karena memang dialah yang meminta Khadijah untuk mengunci Sonia di dalam kamar.
......***......
Sorry aku langsung emo... geram perangai perempuan mcm nie.