Ina meninggalkan keluarganya demi bisa bersama Ranu, dengan cinta dan kesabarannya, Ina menemani Ranu meski masalah hidup datang silih berganti.
Setelah mengarungi bahtera selama bertahun-tahun, Ranu yang merasa lelah dengan kondisi ekonomi, memutuskan menyerah melanjutkan rumah tangganya bersama Ina.
Kilau pelangi melambai memanggil, membuat Ranu pun mantap melangkah pergi meninggalkan Ina dan anak mereka.
Dalam kesendirian, Ina mencoba bertahan, terus memikirkan cara untuk bangkit, serta tetap tegar menghadapi kerasnya dunia.
Mampukah Ina?
Adakah masa depan cerah untuknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Mia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
14
Pyarrr…
“Ya Tuhan, Ina…!” Bu Rahayu yang sedang membalik ayam yang digorengnya spontan berteriak mendengar suara barang pecah.
Wanita tua itu bergegas mematikan kompor kemudian mendekat ke arah Ina yang sedang berada di tempat pencucian piring.
“Ina Apa yang kamu lakukan? Kenapa bisa pecah semua seperti ini?” Pekik Bu Rahayu.
“Itu, Bu. Anu, itu, tanganku licin.” Ina menjelaskan apa yang terjadi. “Tadi itu gini Bu, aku lagi cuci-cuci. Yang aku suci kan sudah selesai. Mau aku bawa ke rak piring. Eh tanganku licin. Terus….”
Pyarrr…
Ina memperagakan apa yang baru saja dia alami.
“Ina…! kenapa dijatuhkan lagi?” Bu Rahayu semakin geram.
“Ada apa sih?” tanya Yuli.
Mendengar keributan yang ada di dapur, sontak saja mereka yang berada di ruang depan berlari untuk melihat Apa yang terjadi.
“Ya Tuhan kenapa piringnya pecah semua?” Pekik Ratna ketika melihat banyak beling berserakan di bawah kaki Ina.
“Oh, ini. Tadi itu aku mau angkat piring yang sudah selesai ku cuci, mau aku simpan di rak piring. Tapi ternyata tanganku masih licin. Terus…”
“Sudah stop!” Teriak Bu Rahayu menghentikan gerakan tangan Ina. “Bisa habis nanti piring ibu!” wanita tua itu benar-benar merasa geram. Matanya melotot merah menatap ke arah Ina dengan tajam.
“Ina kan cuma mau cerita saja sama Ratna Bu?” Ina menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Wanita dengan satu anak itu tertawa cengengesan.
“Bilang saja, sebenarnya kamu memang sengaja kan? Kamu memang sudah tidak mau membantu-bantu kami. Makanya kamu memecahkan semua piring itu. Ayo ngaku! Ibu sudah tahu akal bulusmu!” Bentak Bu Rahayu.
“Ehh..? Wah ibu sudah tahu, ya? Ups!” Ina menutup mulutnya menggunakan telapak tangan. Seolah dirinya kaget telah kelepasan berbicara. “Hahaha,,, maaf Bu. Sengaja!” Tanpa takut Ibu dari Andri itu malah meledek Ibu mertuanya. Dia tahu kemarahan Ibu mertuanya hampir mencapai ubun-ubun.
“Dasar menantu kurang ajar kamu. Benar-benar menyesal aku dulu membiarkan Ranu menikahi wanita sepertimu. Selain tidak bisa diharapkan, Kamu juga benar-benar kurang ajar.” murka Bu Rahayu.
“Ya sudahlah aku mau pulang saja. Toh Di sini aku juga tidak perlu melakukan apa-apa. Aku takut Andri pulang sekolah dan tidak ada orang di rumah. Nanti dia bingung lagi.”
Ina segera mencuci tangannya, kemudian mengeringkan dengan bagian samping dasternya. Jorok? Mungkin. Tapi di dapur sang mertua tidak ada lap bersih. Ogah jika Ina harus mencuci lap-lap itu.
“Enak saja ya, kamu mau pulang setelah membuat keonaran!” Ratna dengan geram menerbu ke arah Ina. Dengan sekuat tenaga, diayunkannya kepalan tangan ke tubuh bagian belakang kakak iparnya.
“Auww, aduh…!”
“Ratna..!!”
Semua yang ada di dapur memekik kaget saat melihat ratna yang jatuh terjerembab dan mengenai pecahan piring yang masih berserak.
“Kamu ngapain? Mau akrobat?” Ina bertanya dengan wajah polosnya.
“Auww, sakit..! Dasar kurang ajar!” maki Ratna. Dia tidak menyangka jika Ina bisa menghindar dari serangannya. Serangannya yang menggunakan kekuatan penuh mengenai ruang kosong, sehingga dia kehilangan keseimbangan dan akhirnya malah terjerembab.
“Permisi,,,!”
Di tengah keributan yang sedang berlangsung, dari pintu depan terdengar seseorang sedang bertamu.
“Permisi,,,!”
Suara seruan itu terdengar lagi. Bu Rahayu pun segera bergegas untuk melihat siapa yang datang.
“Ada apa Pak Bayan?” Bu Rahayu heran sekaligus terkejut ketika melihat salah seorang perangkat desa berada di depan rumahnya.
“Maaf Bu Rahayu, saya datang untuk menarik pajak.” Pria yang oleh Bu Rahayu dipanggil sebagai Pak Bayan itu menyampaikan maksud kedatangannya.
“Pajak? Pajak apa?” Bu Rahayu terlihat bingung.
“Ya pajak, Bu. Pajak bangunan dan pajak lahan garapan milik Bu Rahayu. Biasanya tahun-tahun sebelumnya dibayar oleh mbak Ina. Tapi waktu itu saya datang ke rumah Mas Ranu, mbak Ina bilang kalau mulai sekarang pajak akan dibayar sendiri oleh Bu Rahayu.” terang Pak Bayan.
“Ehh, ada mbak Ina juga di sini?” Tanya Pak Bayan ketika seluruh keluarga yang tadi berada di dapur akhirnya keluar.
“Ina, kenapa kamu tidak bayar pajak punya Ibu sekalian?” Bu Rahayu menoleh ke arah menantunya.
“Ngapain Ina yang harus bayar? Memangnya Ina ikut tinggal di rumah ini? Atau Ina pernah ikut makan hasil dari ladang dan sawah ibu? Tidak kan? Jadi memang sudah seharusnya ibu yang bayar sendiri pajak itu.”
Ina menjawab dengan santai. Tidak peduli jika wanita tua itu marah-marah padanya. Tidak peduli jika dia dikatakan tidak berguna. Toh mencoba bersikap sebaik apapun, itu takkan pernah terlihat di mata mereka.
“Benar begitu kan Pak Bayan?” Ina menoleh pada ke perangkat desa yang masih berdiri di sana karena menunggu pembayaran pajak dari Bu Rahayu. Pria berseragam warna krem itu hanya menganggukkan kepalanya.
“Oh iya, Pak? Bapak sudah tahu belum, kalau di rumah ini ada anggota baru. Sudah ada laporan masuk, belum?” Bertanya pada pak Bayan, tapi tatapan mengarah pada sang ibu mertua. Tatapan sinis dengan senyum miring.
“Saya ambil uang dulu, Pak!”
Bu Rahayu segera masuk ke dalam untuk mengambil uang, dan kembali secepat kilat. Jangan sampai Ina bicara macam-macam tentang menantu barunya. Malu juga jika dia harus berdebat dengan Ina di depan Pak Bayan.
Melihat perangai menantunya yang sekarang, dia merasa cemas, jika Ina akan membuat masalah untuk keluarga mereka.
Lagipula terlalu malu jika dia dikatakan tidak bisa membayar pajak.
“Terima kasih Bu Rahayu. Kalau begitu saya pamit dulu.” Pak Bayan pun segera pergi setelah menerima uang pembayaran pajak.
“Ahh, aku juga pulang, ahh…!” Ina pun segera hendak berlalu.
“Ehh, enak saja. Selesaikan dulu kerjaan dapur!” Teriak Bu Rahayu.
“Oh, cuci piring sama goreng ayam, kan? Oke. Tapi jangan salahkan jika tidak sesuai dengan yang Ibu inginkan!” Ina bermaksud hendak kembali ke dapur.
“Apa maksudmu dengan tidak sesuai keinginan?” Siska yang sejak tadi hanya bungkam kini ikut urun suara.
“Kita lihat saja nanti!”
“Apa yang sedang kamu rencanakan?” Siska menghadang langkah Ina yang hendak masuk ke dalam.
“Ups,” Ina menutup mulutnya dengan telapak tangan. “Sudah tertebak ya? Ha ha ha…” Ina tertawa terbahak. “Jadi bagaimana, aku lanjut, atau tidak.” Bersedekap dengan gaya menantang.
“Sudah sana pergi. Aku tidak butuh kamu!” Bu Rahayu tiba-tiba merasa takut, semua akan semakin berantakan.
Melenggang pergi, Ina tersenyum penuh kemenangan sebenarnya dia tadi memang sengaja. Seenaknya saja mereka semua menjadikan dirinya sebagai babu gratisan. Tentu saja Ina tidak akan membiarkan itu terjadi lagi.
Tangannya tidak selicin itu meskipun dia menuang banyak sabun. Tapi dia memang sengaja menjatuhkan piring-piring itu. Dengan begitu kekesalannya juga akan terlampiaskan.
Biar saja, toh itu piring-piring , dulu dia yang beli. Ibu mertuanya saja yang tamak, meminjam tapi kemudian tidak dikembalikan, dan berakhir mengklaim sebagai hak milik. Anggap saja dia sedang mengambil kembali miliknya.
Begitu pula dengan ayam-ayam yang dia goreng. Dia sengaja membesarkan kompor maksimal. Memasukkan ayam ketika minyak benar-benar panas, kemudian membiarkannya hingga warnanya berubah menjadi hitam. Gosong di luar tapi mentah di dalam. Dia bahkan tidak bisa membayangkan bagaimana rasanya.
Selama ini mereka tidak mau rugi kan? Bahkan untuk Ina yang susah payah membantu mereka dari awal sampai akhir, untuk makan Ina mereka hanya memberikan sepotong tempe. Sekarang biarkan saja mereka kehilangan banyak. Meskipun itu juga tidak bisa dianggap impas. Setidaknya Ina merasa sedikit puas.
“Lalu siapa yang akan mengerjakan dan membereskan semua ini, Bu?”
Suara yang sempat didengar Ina. Wanita itu hanya mengangkat dua bahunya. “Masa bodoh!”
ttp semngat thor/Good/
padahal belum tentu Ranu mau meresmikan pernikahannya.. pasti alasannya krn sayang duitnya.. 😅😅😅