Di masa putih abu-abu, Juwita dan Calvin Cloud menikah karena kesalahpahaman. Calvin meminta Juwita untuk menyembunyikan status pernikahan mereka.
Setelah lulus sekolah, Calvin pergi ke luar negeri untuk menempuh pendidikan. Sedangkan Juwita memilih berkuliah di Indonesia. Mereka pun saling menjauh, tak memberi kabar seperti kebanyakan pasangan lainnya.
Lima tahun kemudian, Juwita dan Calvin dipertemukan kembali. Calvin baru saja diangkat menjadi presdir baru di perusahaan Lara Crop. Juwita juga diterima menjadi karyawan di perusahaan tersebut.
Akan tetapi, setelah bertemu, sikap Calvin tetap sama. Juwita pun menahan diri untuk tidak memberitahu Calvin jika beberapa tahun silam mengandung anaknya.
Bagaimanakah kelanjutan hubungan Juwita dan Calvin? Apakah Juwita akan tetap merahasiakan buah hatinya, yang selama ini tidak pernah diketahui Calvin?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ocean Na Vinli, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
29. Ceraikan Juwita • Revisi
Ardi tak langsung menjawab, permintaan Calvin kali ini terdengar misterius. "Baiklah aku akan menyelidikinya secara diam-diam, apa ada orang yang kamu curigai?"
"Ada, mamaku dan pamanku, selidiki juga anggota keluarga Pamanku."
Ardi menggangguk. "Apa ada lagi yang ingin kamu selidiki?"
"Ada ...." Calvin tergugu, hendak menyuruh Ardi mencari siapa laki-laki yang berbicara dengan Juwita tadi, tapi ada sesuatu yang lebih urgent dari itu. "Untuk saat ini hanya itu saja."
"Oke, sekarang giliranku Cal, kamu masih ingat dengan Gustav?" Ardi bertanya, berharap Calvin ingat dengan Gustav sebab saat kuliah lain jurusan.
Calvin menyeringai tajam. "Siapa yang tidak ingat dengan pria gila itu, ada apa dengannya?"
Ardi pun menjelaskan maksud dan tujuannya. Sementara itu, di ruang tengah Juwita mengerjakan tugasnya sambil melirik-lirik arloji. Tepat pukul tiga sore, Juwita akhirnya telah selesai berkerja dan saat ini tengah pamit kepada Calvin.
"Aku pulang, aku akan datang lagi besok pagi," ucap Juwita.
Calvin melirik Juwita, sejak tadi dia juga mengerjakan pekerjaannya di ruang tamu. Sementara Ardi sudah satu jam lalu pergi dari apartment.
"Hm, jangan datang terlambat," kata Calvin kemudian tersenyum jahil. "Boleh saja kamu datang terlambat biar bisa melihat burungku kan."
Juwita melebarkan mata. "Jangan gila! Aku pergi!" Secepat kilat dia berlari kencang menuju pintu dan keluar dari apartment. Meninggalkan Calvin tertawa terbahak-bahak di dalam sana.
Sementara itu di lain sisi, Putri akhirnya memutuskan untuk ke rumah Marisa karena Calvin tak kunjung terlihat. Dia sempat bertemu Ardi tadi, tapi sekali lagi lelaki itu tidak mau memberitahu apartment Calvin, justru menghindarinya. Saat ini Putri menyempatkan diri untuk membeli buah di supermarket, buah yang akan dia berikan pada Marisa nanti.
Ketika sedang menaruh buah di stroller. Perhatian Putri seketika teralihkan dengan kehadiran dua wanita, yang disinyalir karyawan Calvin, yaitu Salma dan Dewi.
"Hei kalian karyawan Calvin kan? Mengapa kalian memakai pakaian biasa saja, bukan pakaian kantor." Putri tampak heran kala Salma dan Dewi memakai pakaian casual. Jika pulang berkerja bukankah seharusnya memakai pakaian kantor.
Salma dan Dewi terlihat terkejut dapat bertemu Putri di supermarket.
"Maaf Nona Putri, sebenarnya kami diskors sama Pak Calvin selama sebulan ini, gara-gara kesalahan kami," ucap Dewi sambil tersenyum hambar.
Putri semakin mengerutkan dahi. "Diskors? Karena apa?"
Salma dan Dewi saling lempar pandang sejenak kemudian menceritakan apa yang terjadi kemarin. Keduanya berkata jujur akan perasaannya pada Calvin.
Setelah mendengar penjelasan, Putri membelalakkan mata, sorot matanya perlahan mulai tajam.
"Jadi semua ini gara-gara Juwita? Lina melihat Juwita dan Calvin berciuman begitu?" tanya Putri.
"Iy—a Nona, tapi kami kemarin hanya ingin memberi pelajaran sedikit dengan Juwita kok, aku sangat menyayangkan sikap Juwita, meskipun kami menyukai Pak Calvin, tapi kami tahu diri, kami kasihan pada Nona Putri, jadi sekarang kami diskors sama Pak Calvin, sementara Lina dipecat, dan aku dengar-dengar dari kawan kerjaku, katanya Juwita yang menggantikan Lina sekarang," jelas Salma singkat seraya melirik-lirik Dewi.
Semakin bergemuruh dada Putri. Setelah itu tanpa mengucapkan satu patah kata pun pada Salma dan Dewi, Putri berlalu pergi dari situ. Meninggalkan Salma dan Dewi saling lempar pandangan kembali.
***
Tak berselang lama, Putri telah sampai di kediaman Marisa, mama Calvin. Putri langsung memanggil-manggil Marisa.
"Mama, ini aku Ma. Mama di mana? Gawat gawat! Juwita sudah berani melawanku Ma, tolong bantu aku menyingkirkan Juwita, Ma!" seru Putri dengan raut muka menahan air mata.
Mendengar teriakan Putri, Marisa berjalan cepat ke sumber suara. Saat sampai di ruang tengah, Putri bergegas menghampiri Marisa.
"Mama, tolong bantu aku menyingkirkan Juwita, Ma ...." Secara perlahan air mata jatuh pula dari mata Putri.
Sekarang, Marisa mulai mengerutkan dahi, melihat keadaan Putri. Marisa cepat-cepat menghapus air mata Putri.
"Ada apa lagi dengan Juwita? Apa dia menyakitimu?" tanya Marisa sembari memeluk sejenak Putri, berharap wanita yang akan menjadi menantunya ini tidak menangis lagi.
Putri menggangguk cepat, jejak air mata masih terlihat samar di kedua pipinya.
"Iya Ma, tadi dia mengatai aku wanita murahan, dia juga mengatakan akan merebut Calvin dariku, sekarang dia sudah berani denganku Ma, dia bukan Juwita yang aku kenal dulu. Aku yakin sekali dulu dia hanya bersandiwara, menutupi kebusukannya itu ...."
"Apa?" Marisa membelalakan mata sejenak. Saat mendengar Juwita mengatai Putri 'wanita murahan', rahang Marisa langsung mengeras. "Kurang ajar, wajahnya saja yang polos, tapi dia sebenarnya ular, berani-beraninya dia mengataimu murahan! Awas saja dia aku akan membuat perhitungan dengannya!"
Putri menangis kembali, kali ini tangisannya terdengar tersedu-sedu. Namun, di dalam hatinya Putri bahagia karena Marisa semakin membenci Juwita.
'Haha, rasakan kamu Juwita, meskipun suatu saat nanti, Calvin jatuh cinta padamu, tapi Marisa tidak akan pernah merestui hubungan kalian!'
"Sudah kamu jangan menangis lagi. Hapus air matamu itu Putri, kamu tidak boleh kalah dengan Juwita!" sahut Marisa kemudian menuntun Putri menuju sofa.
"Sebenarnya apa yang terjadi tadi, ceritakan pada Mamamu ini?" Sesampainya di sofa dan sudah duduk bersebelahan, Marisa langsung bertanya.
"Tadi aku ingin bertemu Calvin di kantor, tapi saat sampai di sana ternyata Calvin tidak ada jadi aku memutuskan ke apartment Calvin, Mama tahu kan aku tidak tahu apartment Calvin, Calvin tidak pernah mengajakku ke apartmentnya Ma," lirih Putri, menjeda kalimatnya sesaat.
"Ck, anak itu! Mama minta maaf karena Mama juga tidak tahu nomor apartmentnya. Akhir-akhir ini Calvin juga susah diatur, Putri. Semenjak Calvin bertemu Juwita, anakku itu sudah berani melawanku," ucap Marisa, menahan geram.
Sebab dia sendiri sebagai mamanya pun tidak tahu nomor apartment Calvin, padahal dia sudah menyuruh orang mematai-matai Calvin atau pun Ardi. Tapi, sampai sekarang, apartment anaknya sendiri, dia tidak tahu.
"Lalu aku pun terpaksa menunggu Calvin di lobi tapi tadi aku malah melihat Juwita di sekitar situ Ma. Aku bertanya ada urusan apa kamu di sini. Tapi Juwita malah menghina-hina aku Ma dan mengatai aku wanita murahan. Aku yakin sekali Juwita tengah merencanakan sesuatu, apa lagi tadi aku mendapat kabar dari rekan kerjanya kalau Juwita sekarang menjadi sekretaris Calvin,"sambung Putri kembali.
Semakin mendidih darah Marisa, sorot matanya terlihat merah menyala sekarang.
"Benar-benar ular! Awas kamu Juwita, kamu telah menggali sendiri kuburanmu," kata Marisa kemudian.
"Iya Ma, maka dari itu aku mohon tolong bantu aku menyingkirkan Juwita Ma ...."
Marisa membuang napas kasar lalu menyeka lagi air mata di pipi Putri.
"Kamu tenang saja, serahkan sama Mama, Juwita biarkan Mama saja yang mengurusnya," ucap Marisa sambil mengelus-elus kepala Putri.
Putri tampak sesenggukkan kemudian menaruh kepala di pundak kanan Marisa. "Terima kasih Ma, maaf karena merepotkanmu."
"Eits, Mama tidak merasa direpotkan, justru Mama senang, karena calon menantu Mama ini sangat lah baik dan tidak bermuka dua seperti Juwita itu," sahut Marisa penuh penekanan.
Putri diam-diam mengembangkan senyuman.
"Sudah sekarang kamu beristirahat lah di kamar Mama, kamu pasti kelelahan karena berhadapan wanita ular itu, Mama akan menyuruh Calvin untuk datang ke sini dan mengantarmu nanti," ujar Marisa.
Putri mengangguk. Usai itu dituntun Marisa pergi ke kamarnya. Setelah memastikan Putri dalam keadaan aman, Marisa lantas keluar dari kamar dan menyuruh Calvin datang kemari.
Tak berselang lama, Calvin datang ke kediaman mamanya. Lelaki itu baru saja selesai mandi, hal itu dapat dilihat dari rambutnya yang setengah basah.
"Lama sekali kamu Calvin," ucap Marisa, duduk di ruang tengah sambil menoleh ke arah Calvin yang baru saja masuk ke ruangan.
"Perkerjaanku baru selesai, ada apa Ma? Aku tidak punya banyak waktu." Calvin menghempas cepat bokongnya di sofa dengan raut wajah yang terlihat malas.
Melihat respons Calvin, Marisa mulai tersulut emosi. Sebab untuk pertama kalinya anak tunggalnya ini seakan-akan malas menemuinya.
"Baru selesai apa, mama tahu kamu tidak masuk kerja kan hari ini? Di mana saja kamu?" tanya Marisa, setengah berteriak.
Calvin justru menyeringai tajam. "Tumben Mama bertanya? Aku penasaran dari Mama tahu aku tidak berkerja, apa dari mata-mata Mama?"
Lagi dan lagi, Marisa tampak terkejut dengan reaksi Calvin. Apa anaknya ini tahu bila selama ini dia memantau gerak-gerak Calvin? Baik di sini mau pun di luar negeri ketika Calvin menempuh pendidikan. Tapi, kali ini dia mendapatkan informasi dari Putri bukan dari mata-matanya.
"Jangan balik bertanya Calvin, kenapa kamu sekarang berubah, ada apa denganmu? Mengapa kamu tidak menuruti perkataan Mamamu ini sekarang!" Marisa beranjak dari sofa seketika. Tangannya mulai terkepal sekarang.
Calvin telah berubah dan tak seperti dulu. Hal itu diperkuat dengan senyuman smirk di wajah Calvin sekarang. Senyuman yang membuat Marisa semakin naik pitam. Menurutnya, Juwita telah memberikan dampak buruk untuk Calvin.
"Berubah apanya? Aku dan dulu sama saja, bedanya dulu pemikiranku masih bisa disetir Mama, tapi sekarang aku sudah dewasa, aku bebas melakukan apa yang aku inginkan," kata Calvin dengan suara pelan, tapi terdengar bagai sebuah sindiran di telinga Marisa.
Kedua tangan Marisa semakin terkepal erat, kemarahan kian membuncah di relung hatinya. Kini, Marisa menahan amarah yang sudah sampai di ubun-ubunnya.
"Kamu benar-benar keterlaluan Calvin, walaupun kamu sudah dewasa, aku ini Mamamu, aku berhak menentukan hidup—"
"Cukup Ma!" sela Calvin sambil bangkit berdiri. "Cepat katakan apa yang mau Mama sampaikan, kalau tidak ada, aku pergi!" serunya, sorot mata Calvin mulai terlihat dingin.
Calvin hendak menggerakkan kaki. Namun, perkataan Marisa membuat gerakkan kakinya tiba-tiba terhenti.
"Ceraikan Juwita, dan menikah lah dengan Putri, Cal!" sahut Marisa dengan sangat lantang, hingga Putri yang diam-diam menguping pembicaraan di balik pilar merekahkan senyuman.
o ya ko' Chester bisa ke perusahaan sendiri,dia kan masih bocah... sementara kan jarak rumah ke perusahaan jauh?