Ashana Keyra Zerrin dan Kafka Acacio Narendra adalah teman masa kecil, namun Ashana tiba-tiba tidak menepati janjinya untuk datang ke ulang tahun Kafka. Sejak saat itu Kafka memutuskan untuk melupakan Asha.
Kemana sebenarnya Asha? Bagaimana jika mereka bertemu kembali?
Asha, bukankah sudah kukatakan jangan kesini lagi. Kamu selalu bertindak sesuka hati tanpa memikirkan orang lain. Aku butuh privasi, tidak selamanya apa yang kamu mau harus dituruti.” Ucapakan Kafka membuat Asha bingung, pasalnya tujuannya kali ini ke Stanford benar-benar bukan sengaja menemui Kafka.
“Tapi kak, Asha ke sini bukan sengaja mau menemui kak Kafka. Asha ada urusan penting mau ke …” belum selesai Asha bicara namun Kafka sudah lebih dulu memotong.
“Asha, aku butuh waktu untuk menerima semua ini. Walaupun untuk saat ini sebenarnya tidak ada kamu dalam rencanaku, semua terjadi begitu cepat tanpa aku bisa berkata tidak.” Asha semakin tidak mengerti dengan yang diucapkan Kafka.
“Maksud kak Kafka apa? Sha tidak
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayu Anfi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 5. Pukulan untuk kafka
Key berjalan semakin cepat agar Kafka tidak bisa mengejarnya, namun tetap saja dia kalah dengan jangkauan langkah kaki Kafka yang mempunyai tinggi 178 cm itu. Kafka menraih tangan Key dengan tiba-tiba menariknya kedalam pelukan. Jangan tanya bagaimana kondisi Key saat itu, tentu dia rindu dengan pelukan Kafka, aroma khas tubuh Kafka yang juga selalu dia ingat. Namun Key segera berusaha melepaskan dirinya dari pelukan Kafka.
“Maaf dokter, maaf karena aku mucul lagi di hadapan dokter Kafka. Aku sudah berjanji tidak akan menganggu dokter Kafka, aku tidak tahu kalau proyek kerja sama SGH dengan RS Haarapan ada dokter di dalamnya.” Asha berusaha mendorong tubuh Kafka agar melepaskan pelukannya.
“Asha tolong sebentar saja, kita perlu bicara lebih dulu. Hmm .. bisa kan Sha?” rasanya sakit sekali mendengar ucapan Key yang seperti itu bagi Kafka, dia semakin mengeratkan pelukannya pada Key.
Tak ada lagi panggilan hangat dari Key padanya seperti dulu, dia tahu kesalahannya pada Asha sangat besar. Tapi kali ini tidak akan disiakannya semua hal tentang Asha, Kafka masih tidak melepaskan pelukannya sampai ada seseorang yang tiba-tiba mendorongnya dari samping. Membuat Kafka jatuh tersungkur di tanah.
“Buk,” satu pukulan mendarat di wajah Kafka.
“Ngapain lu disini kak? Mau nyakitin kakak gue lagi? Gak puas lu udah buat dia hampir kehilangan nyawanya?.” Rion menarik kerah baju Kafka yang masih terduduk ditanah.
“Rion please. Dek kakak mohon, jangan pukul kak Kafka dong.” Key berusaha menghentikan Rion yang masih ingin memukul kafka, di hadangnya Rion agar tidak memukul Kafka kembali.
“Kak Key masih belain laki-laki brengsek seperti dia? kakak lupa apa yang kakak alami karena dia?” Kafka hanya terdiam tanpa ada niat membalas pukulan dan amarah dari Rion. Dia tahu Rion saat ini dalam kondisi emosi, siapa yang tidak akan marah jika bertemu dengan orang yang sudah menyakiti hati kakaknya.
“Bukan seperti itu Rion, dokter Kafka besuk ada operasi. Banyak pasien yang membutuhkannya, dia tidak boleh mengalami luka fisik. Dia harus sehat untuk bisa melakukan tindakan operasinya besuk.” Key berusaha menenangkan adiknya, diusapnya lembut lengan Rion.
“Hmm .. kamu mengerti kan dek?.” Rion melepaskan cengkeraman tangannya dari kerah baju Kafka. Key meminta Rion untuk menunggu sebentar agar dia bisa berbicara dengan Kafka yang masih terduduk di tanah.
“Kak aku tahu Rion salah karena memukul kakak. Tapi bisakah aku minta tolong maafkan dia?” Key mengulurkan tangannya untuk membantu kafka berdiri, lalu membawanya duduk pada kursi yang ada tidak jauh dari tempat mereka tadi.
“Asha, aku hanya ingin bicara denganmu. Ada banyak hal ingin aku katakan, tentang sembilan tahun lalu dan hal-hal lain.” Key tersenyum kecut mendengar perkataan kafka.
“Ada apa dengan Sembilan tahun lalu kak? Sepertinya tidak ada yang perlu kita bahas tentang sembilan tahun lalu bukan? Aku menepati janjiku untuk tidak lagi muncul dalam hidupmu, kalau karena hari ini kita bertemu kembali aku minta maaf karena ini bukan kemauanku” mendengar ucapan Key membuat hati kafka seperti teriris-iris yang membuatnya merasa semakin bersalah.
“Tidak bisakah untuk kita …” belum sempat Kafka melanjutkan kalimatnya, Rion datang menarik tangan Key, meminta sang kakak untuk ikut dengannya pulang. Bunda sudah menantikan kedatangan Key dari siang.
“Kita akan bicara tapi tidak sekarang, jangan lupa obati memar dan luka kakak,” Key berlalu pergi dari hadapan Kafka yang masih duduk mematung sampai tak terlihat lagi punggung Key.
“Maafkan aku Asha, kali ini aku akan egois untuk sekali lagi. Tidak akan kubiarkan kamu hilang dari pandangan ku lagi,” Gumam Kafka yang meringis merasakan nyeri akibat pukulan dari Rion.
Sepanjang perjalanan pulang Rion benar-benar tidak berhenti mengomel pada kakaknya, Key membiarkan semua yang ingin dikatakan adik bungsunya itu. Dia biarkan Rion mengeluarkan semua unek-uneknya, anggap saja Rion sedang mengeluarkan stress released.
“Oora masih diparkiran atau sudah keluar dari RS,” tanpa sepengetahuan Rion Key mengririm pesan pada Amoora.
“Baru mau keluar, kenapa?” awalnya Key ragu meminta tolong pada Amoora, tapi akhirnya dia tetap minta tolong pada Amoora.
“Tolong pergi kedekat pintu utama IGD, aku minta toling lihat dokter Kafka. Suruh dia obati lukanya, Rion baru saja memukulnya.” Amoora meminta Argan membaca pesan dari Key, kalau-kalau dia salah baca. Argan sama terkejutnya dengan Amoora setelah membaca pesan dari Key.
“What? Gimana bisa bocah tengil satu itu mukul dokter Kafka?” Key menghela napas panjang membaca pesan balasan dari sahabatnya itu.
“Besok aku cerita, tenagaku seperti sudah benar-benar habis.” Key menyimpan ponselnya dan menurunkan kaca mobilnya sambil menikmati pemandangan jalanan.
Semilir angin yang menyentuh wajah membuat Key perlahan seperti mendapatkan usapan lembut yang membawanya semakin tidak dapat menahan rasa kantuk. Dia memundurkan kepalanya bersandar pada kursi dengan kaca mobil yang masih terbuka, perlahan dia mulai tertidur. Melihat kakaknya yang tertidur Rion meminggirkan mobilnya berhenti sejenak untuk memastikan kakaknya tidur dengan posisi nyaman, dia mengambil jaket untuk menyelimuti kakaknya setelah menutup kaca mobil yang tadi dibuka oleh Key.
“Kak, hiduplah dengan bahagia. Sembuhlah tanpa terluka, gue, bunda dan kak Cia akan selalu ada buatmu. Kali ini gue gak akan biarin si brengsek itu nyakitin lu kak,” Rion kembali melajukan mobilnya, memastikan kecepatannya tidak membuat kakaknya terbangun hingga sampai rumah.
Sementara itu Amoora dan Argan menghampiri Kafka yang masih termenung di tempatnya. Suara Amoora memecah keheningan membuat dokter Kafka sedikit terkejut melihat mereka berdua datang menghampirinya.
“Dokter Kafka baik-baik saja?” Amoora meminta Argan memastikan kondisi Kafka meskipun sebenarnya dia enggan.
“Iya dokter Amoora, saya baik-baik saja” walaupun nampaknya tidak begitu, karena kafka terlihat sedikit meringis menahan sakit.
“Gimana dok? Pukulan dari bocah tengil satu itu cukup menyakitkan bukan? berani juga dia mukul dokter Kafka ternyata,” Argan sebenarnya malas kalau bukan karena key yang minta tolong untuk melihat kondisi Kafka.
“Kenapa kalian kesini?” Kafka tampak serius melihat kedua sahabat Key itu dan masih sedikit meringis merasakan perih diwajah dan ujung mulutnya.
“Key yang minta kami melihat kondisi dokter, dia bilang Rion memukul dokter.” Amoora menunjukkan pesan yang dikirim Key untuk dilihat Kafka.
“Dokter bisa pulang sendir atau perlu kami antar? Setidaknya kami pastikan dokter baik-baik saja.” Argan memberikan air mineral yang diambilnya dari mobil untuk Kafka.
“Trimakasih dokter Argan, dokter Amoora. Saya baik-baik saja, saya bisa pulang sendiri, sekali lagi trimakasih.” Kafka beranjak dari tempatnya untuk pulang, dia meninggalkan mobilnya di RS dan memilih memesan grabcar untuk pulang.
“Jangan lupa diobati dok lukanya, setidaknya jangan biarkan Key lebih terluka melihat luka anda. Dia pasti kesulita saat tadi berada diantara kalian berdua, Rion adalah adiknya sedangkan dokter Kafka adalah orang yang membuat Key.” Argan tak melanjutkan kalimatnya karena sudah ditarik oleh Amoora untu kembali ke mobil karena takut Argan akan ngoceh lebih dari itu.
Kafka memilih pulang keapartemennya dari pada pulang kerumah, tidak mungkin untuknya pulang kerumah dengan kondisi memar di wajah. Belum memungkinkan juga dia bercerita tentang Asha yang saat ini sudah kembali pada orang tuanya.
Sepanjang perjalanan pulang Kafka termenung, dia teringat satu kalimat yang di ucapkan Rion. Rion bilang Asha hampir kehilangan nyawanya karena dia. Apa yang sebenarnya terjadi setelah mereka bertengakar saat itu, sejak saat itu Kafka benar-benar tidak melhat Asha. Bukan hanya Asha tapi keluarganya tiba-tiba pindah seoalah menghilang tanpa jejak selama satu tahun. Mama Kafka berjumpa lagi dengan Bunda Asha, namun tak ada sedikitpun informasi yang di dapatkan dari bunda Maira tentang Asha saat itu.