Dunia Sakura atau kerap dipanggil Rara, hancur seketika saat video dia yang digerebek sedang tidur dengan bos nya tersebar. Tagar sleeping with my boss, langsung viral di dunia Maya.
Rara tak tahu kenapa malam itu dia bisa mabuk, padahal seingatnya tidak minum alkohol. Mungkinkah ada seseorang yang sengaja menjebaknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yutantia 10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 20
Pertanyaan Jovan sukses membuat Dista kembali membuka mata. Dia mendongak, menatap Jovan yang wajahnya terlihat kusut. Ini adalah hal yang paling dikhawatirkan Dista, tapi dia yakin, Jovan akan tetap menerimanya karena pria itu merasa bersalah padanya.
"Tadi, bukan yang pertama buat kamu kan?" Jovan kembali bertanya.
"Cuma masa lalu, gak usah dibahas," Dista barusan menanggapi dengan santai meski sesungguhnya dia lumayan cemas. Tapi untungnya, dia punya senjata untuk membalikkan keadaan.
"Masa lalu? Berarti dengan mantan kamu?"
Dista mengangguk.
"Sudah tidur dengan berapa laki-laki kamu?"
"Jo!" pertanyaan Jovan membuat Dista sedikit tersinggung. Meski nada bicara Jovan sangatlah halus, tapi tetap saja, dia terkesan seperti wanita murahan karena pertanyaan tersebut. "Apa harus seperti itu pertanyaannya?" Dengan wajah kesal, dia bangun, menarik selimut untuk menutupi tubuhnya sebatas dada.
"Kenapa kamu gak pernah cerita soal ini ke aku?" Jovan ikut duduk di sebelah Dista, bersandar kepala ranjang. Kenyataan ini membuat dia sedikit kecewa.
"Memangnya penting? Ayolah, Jo, aku yakin kamu juga sudah tidak perjaka lagi. Kita sama-sama pernah melewati masa dimana sesuatu hal kadang kala membuat kita sangat penasaran."
Jovan sunggguh terkejut mendengar pernyataan Dista. Penasaran? Penasaran dengan hal maksiat, apa itu dianggap wajar? Apa ini artinya, Dista sudah sering tidur dengan laki-laki? Tapi kenapa saat mereka pacaran, Dista terlihat lurus-lurus saja, seperti gadis baik-baik pada umumnya.
"Ternyata semua laki-laki sama, egois," Dista tersenyum miring. "Mereka menginginkan kesempurnaan pasangan, sementara mereka sendiri tak sempurna. Perihal selaput dara, selalu dipermasalahkan, padahal hakikat pernikahan tak hanya soal itu, tapi komitmen untuk terus bersama, saling mencintai dan saling melengkapi satu sama lain."
Jovan menghela nafas panjang. Sebenarnya bukan soal selaput dara yang sudah koyak yang dia permasalahkan, melainkan kenapa hal ini tak pernah dibahas sebelumnya. Padahal kalau Dista jujur, dia juga akan tetap menerima wanita itu, karena dia tak menilai seorang wanita hanya dari selaput daranya, melainkan ketulusannya.
Dista menitikkan air mata, menatap Jovan dengan tatapan sendu. "Semua orang punya masa lalu. Kenapa saat berpacaran dengan kamu, kita gak pernah melakukan sejauh itu, karena aku tahu, itu gak benar. Dulu aku khilaf. Cara berfikir yang belum matang membuat aku tidak berfikir panjang. Tapi setelah sadar apa yang aku lakukan salah, aku gak pernah melakukan itu lagi. Aku akui, aku pernah melakukan kesalahan, tapi itu jauh sebelum kita kenal. Sekalipun, aku gak pernah mengkhianati kamu, Jo, beda dengan kamu."
Jovan menarik tubuh Dista, menyandarkan kepala wanita itu di bahunya. Bisa dia rasakan, tetesan air mata Dista mengenai bahunya.
"Aku gak pernah mengkhianati hubungan kita, tapi kamu yang mengkhianati aku. Kamu tidur dengan sahabatku. Kamu tahu, hal apa yang paling menyakitkan di dunia ini? Disakiti orang terdekat, orang yang paling kita percaya."
Jovan selalu kehabisan kata-kata jika sudah membahas soal itu.
...----------------...
Pagi hari, Jovan terbangun lebih dulu daripada Dista. Saat melihat jam di ponsel, ternyata masih pukul 5 pagi. Dilihatnya Dista yang masih nyenyak di sebelahnya. Tangannya bergerak merapikan rambut Dista yang berantakan ke wajah, setelah itu membenarkan selimut agar tak kedinginan. Istrinya itu memang tak memakai apa-apa di balik selimutnya.
Jujur, rasa kecewa itu ada saat tahu dirinya bukan yang pertama bagi Dista, tapi bagaimanapun itu, mereka sudah menikah sekarang, dan dia harus bisa menerima kekurangan Dista. Terlebih saat dia ingat, telah menyakiti Dista dengan tidur bersama Rara.
Rara, Jovan teringat istrinya tersebut. Melihat Dista yang masih nyenyak, dia mengambil ponsel yang ada di atas nakas. Senyumnya mengembang melihat pesannya kemarin sudah centang 2 biru, itu artinya, ponsel Rara sudah aktif. Setelah memakai pakaian, Jovan membawa ponselnya menuju pantry agar tak mengganggu tidur Dista.
"Assalamu'alaikum, Abang," ucap Rara setelah menggeser tombol hijau. Dia senang Jovan masih ingat padanya meski semalam, pria itu tengah menikmati malam pertama bersama Dista.
"Waalaikumsalam. Sudah bangun?"
"Belum. Ini masih mimpi lagi teleponan sama Abang," sahut Rara sambil tertawa cekikikan. "Maaf ya, pesan kemarin gak aku balas, baru aku aktifin tengah malam tadi ponselnya."
"Lagi ngapain?"
"Baru selesai sholat subuh. Em... Bang, aku mau minta izin."
"Izin?" Jovan mengerutkan kening. "Untuk?"
"Selama seminggu ke depan, Hana ngajakin aku stay di pesantren."
"Kamu mau mondok?"
"Gak mondok yang jadi santri gitu, Bang," Rara tersenyum. "Cuma mau bantu-bantu, karena sebentar lagi ada acara besar di ponpes milik Kakeknya Bang Haidar."
"Kakek kamu juga dong?"
"Bukan," Rara terkekeh pelan. "Bang Haidar itu bukan anak kandung Om Haikal. Tante Rania sudah janda saat menikah dulu. Ayah kandungnya seorang gus, putra salah satu Kiai di Jawa."
"Oh... " Jovan manggut-manggut. "Berarti kamu dan Haidar, tidak ada ikatan persaudaraan dong. Dia anak tiri Om kamu, gak ada ikatan darah sama sekali."
"Bisa dibilang gitu sih. Tapi meskipun gitu, Bang Haidar sayang banget sama aku. Gimana, dikasih izin gak?"
"Iya, terserah kamu, tapi jangan capek-capek. Ingat, kamu lagi hamil, Ra."
"Siap, Sayang.. Ups, salah manggil ya," Rara tertawa cekikikan, begitupun dengan Jovan. "Makasih buat izinnya. Tapi... "
"Tapi apa?"
"Abang jangan menghubungi aku seminggu ini, karena aku gak bawa HP. Astaga.... GR banget ya aku," Rara kembali tertawa. "Abang lagi honeymoon, pasti gak akan ingat aku sama sekali." Sejujurnya, hati Rara sakit sekali saat mengatakan itu. Sejak tadi dia bisa tertawa, sesungguhnya hanya palsu, hanya ingin terdengar baik-baik saja.
"Kenapa gak bawa HP? Gak boleh?"
"Santriwati lainnya gak boleh bawa HP, jadi aku menyesuaikan. Selain itu, aku juga mau fokus ibadah, jadi gak mau keganggu sama HP. Oh, iya, Bang, tunggu bentar." Rara mencari foto kemarin saat dia memakai cadar lalu mengirimkan pada Jovan. "Bagaimana menurut Abang kalau aku pakai cadar?"
Jovan menatap foto yang baru saja di kirim Rara. Meski hanya terlihat matanya, tetap saja cantik.
"Aku ingin melindungi diri dari pandangan laki-laki yang bukan mahram. Kecantikanku, hanya untuk Abang seorang. Cie... " lagi-lagi Rara tertawa. "Sok cantik banget ya aku, padahal aslinya B aja. Jangan diketawain ya, Bang. Kalau mau ngatain aku jelek, dalam hati aja, biar aku gak denger." Rara sengaja membuat Jovan baper, merasa sangat dispesialkan. Dengan cara itu, dia akan mengambil hati Jovan.
"Cantik kok."
"Cantik mana sama Dista?"
Jovan seketika terdiam mendengar pertanyaan itu. Dia tak ingin membandingkan-bandingkan kedua istrinya.
"Hahaha. Becanda, Bang, gak usah dianggap serius. Ya udah ya, Bang, aku mau telepon Hana dulu, bilang kalau udah dapat izin dari Abang. Assalamu'alaikum."
"Waalaikumsalam."
Rara yg jadi korban g perlu capek buat balas dendam
jangan mimpi kamu Dista nyuruh Fano balas dendam ke Rara secara Fano cinta mati ke Rara ,karena Fano tau Rara itu wanita istimewa beda kelas sama kamu yg wanita gampangan cepat buka SE Lang kang an 🤮🤮👊👊
gimana dgn ancaman Fino, bakalan Dista nurutin gk nih.
Fino sayang banget sama Rara, maka nya dia gk mau nyakiti Rara dan kamu jadi sasarannya Dista
Fino kan gamon sama Rara, dia gak bakal bisa nyakitin Rara jadinya dilampiasin ke elu, Dis