Seorang gadis bernama Arumi terjebak satu malam di kamar hotel bersama pria asing. Tak di sangka pria itu adalah seorang CEO. Orang terkaya di kotanya. Apa yang akan Arya lakukan pada Arumi? apakah Arya akan bertanggung jawab dengan kejadian malam itu, lalu bagaimana dengan calon istri Arya setelah tahu hubungan satu malam Arya dengan Arumi. Apakah dia akan membatalkan pernikahannya dengan Arya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aina syifa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pergi ke rumah Arya
Sejak pernikahannya dengan Olivia gagal, tiga hari Arya mengurung dirinya di kamar. Arya tampak tidak bersemangat untuk berkerja. Tiga hari, dia tidak masuk kantor dan ada beberapa meeting yang di tunda karena ketidakhadirannya.
Urusan kantor pun sekarang dia serahkan ke Pak Imron asistennya. Itu semua membuat ke dua orang tuanya bingung dan merasa khawatir. Mereka tidak tahu apa yang harus mereka lakukan untuk menyadarkan Arya. Jika seperti ini terus, pasti akan berdampak pada kondisi perusahaan.
Di ruang makan pagi ini, Bu Monika, Pak Rangga dan Fani masih tampak sarapan bersama. Mereka sejak tadi masih membicarakan soal Arya.
"Kasihan Kak Arya. Sejak Kak Olivia pergi, dia jadi seperti ini. Sebelumnya aku tidak pernah melihat Kak Arya sampai seterpuruk ini," ucap Fani.
"Mama juga baru pernah melihat Arya seperti ini. Padahal dulu, waktu putus sama pacar, dia bisa cepat cari pengganti. Dan nggak pernah berlama-lama dalam kesedihannya," ucap Bu Monika.
"Jangan banyak bicara Ma. Kenapa Mama tidak melaksanakan perintah Papa. Mama jemput Arumi dan suruh Arumi untuk tinggal di sini. Dia itu wanita yang sudah sah dinikahi Arya. Otomatis, dia itu sudah menjadi menantu kita," ucap Pak Rangga.
"Pa, kemarin mama sudah ke rumahnya Arumi, tapi Arumi menolak untuk tinggal di rumah kita. Dia itu lebih memilih untuk tinggal bersama ibunya," jelas Bu Monika.
"Ya udah, ajak aja sekalian ibunya untuk tinggal dengan kita Ma. Lagian rumah ini kan besar. Tidak akan kekurangan kamar," ucap Pak Rangga.
"Apa! kalian mau ngajak Arumi dan ibunya untuk tinggal di sini. Aku nggak setuju," ucap Fani
"Kenapa kamu nggak setuju?" tanya Pak Rangga.
"Ma, Pa, kita itu tidak tahu latar belakang mereka seperti apa. Mereka itu dari keluarga miskin. Mereka tidak pantas dan sama sekali tidak layak untuk memasuki keluarga kita. Lagian, Kak Arya kan hanya ingin menikahi Kak Olivia. Siapa Arumi itu. Dia cuma pengantin pengganti. Sebentar lagi Kak Arya juga pasti akan menceraikannya."
Bu Monika dan Pak Rangga saling menatap.
"Pa, yang diucapkan Fani memang ada benarnya. Untuk apa kita bawa Arumi ke sini. Itu tidak akan merubah keadaan. Arya kan patah hati karena Olivia. Menurut Mama, cuma Olivia saja yang bisa membujuk Arya."
"Untuk apa Mama sebut nama wanita itu di depan Papa. Dia sudah mempermalukan keluarga kita. Walau pun nanti dia kembali, Papa juga nggak akan pernah menerimanya lagi. Kalau Mama nggak mau jemput Arumi, biar Papa dan Pak Bastian yang akan menjemputnya," ucap Pak Rangga dengan nada tinggi.
"Baiklah, baiklah, Papa jangan marah. Mama akan mencoba membujuk Arumi lagi agar dia mau ikut dengan kita."
"Ya udah, sekarang tunggu apa lagi. Setelah makan, Mama datangi rumah Arumi. Yang Papa dengar, Arumi itu kuliah sekampus dengan Fani dan dia juga kerja di kantor cabang kita. Kalau Arumi tidak ada di rumah, temui saja dia di kampus atau di kantor cabang."
Fani sejak tadi hanya diam. Tampaknya dia tidak suka dengan keinginan ayahnya yang akan membawa Arumi tinggal di rumahnya.
Fani bangkit dari duduknya. Tanpa mengucapkan sepatah katapun, dia pergi meninggalkan ruang makan.
Selesai sarapan, Bu Monika bersiap-siap untuk ke rumah Arumi. Dia mengajak Pak Bastian sopir pribadinya untuk mengantarnya ke rumah Arumi.
"Pak Bastian, antar saya ke rumah Arumi lagi."
"Baik Nyonya."
Pak Bastian membuka mobil untuk Bu Monika. Bu Monika masuk ke dalam mobil. Setelah itu Pak Bastian ikut masuk juga. Dan mereka kemudian meluncur pergi meninggalkan rumah untuk ke rumah Arumi.
Sesampainya di depan rumah Arumi, Bu Monika mengetuk pintu rumah itu. Beberapa saat kemudian, Bu Maya membuka pintu.Bu Maya tersenyum saat melihat Bu Monika.
"Eh, Nyonya Monika."
"Bu Maya, jangan panggil saya dengan sebutan itu lagi. Sekarang kita sudah menjadi besan. Bu Maya bisa panggil apa saja. Yang penting jangan panggil saya Nyonya."
"Ya sudah, Bu Monika. Anda ke sini mau mencari Arumi?"
"Iya. Arumi ada di rumah?"
"Dia sudah pergi ke kampus tadi. Masuk dulu yuk Bu. Kita bicara di dalam saja."
Bu Monika kemudian masuk ke dalam rumah Bu Maya. Mereka duduk di sofa ruang tamu untuk membicarakan masalah anaknya.
"Bu Maya, apa Bu Maya sudah bujuk Arumi agar dia mau tingal di rumah saya?" tanya Bu Monika.
"Saya sudah bujuk Arumi. Tapi Arumi belum bersedia pindah Bu Monika."
"Apa itu karena dia berat meninggalkan ibu? Kalau begitu, kenapa ibu tidak tinggal bareng saja dengan kami," usul Bu Monika.
"Kalau saya sih, tidak keberatan kalau Arumi tinggal bersama Nak Arya. Tapi Arumi belum mau pindah. Kalau saya pindah juga, bagaimana dengan rumah ini. Sayang sekali kalau di kosongkan," ucap Bu Maya merasa berat untuk meninggalkan rumah kenangannya dengan almarhum suaminya.
"Kontrakan saja Bu rumahnya," ucap Bu Monika memberi ide.
"Sayang juga kalau di kontrakan Bu Monika. Ini rumah satu-satunya peninggalan ayahnya Arumi. Saya tidak ingin meninggalkan rumah ini."
"Sejak kejadian malam itu, Arya anak saya selalu ngurung diri di kamar. Dia sudah tiga hari tidak ke kantor. Pekerjaannya di kantor, jadi terbengkalai semua. Saya khawatir kalau dibiarkan seperti ini terus, bisa-bisa akan berdampak buruk pada perusahaan. Saya meminta Arumi datang, siapa tahu Arumi bisa membujuk Arya agar dia tidak berlarut-larut dalam kesedihannya."
"Saya akan coba bujuk Arumi Bu Monika. Bu Monika tenang saja. Saya akan suruh Arumi untuk datang ke rumah Bu Monika."
"Makasih ya."
****
Sepulang kerja, Arumi tidak langsung pulang ke rumahnya, melainkan dia pergi ke rumah Arya. Seperti biasa, dia selalu mengendari motor saat berpergian.Arumi menghentikan laju motornya setelah dia sampai di depan rumah mewah tiga lantai yang tak lain adalah rumah Arya.
"Benarkah ini alamat rumah Pak Arya. Aku baru pernah melihat rumah Pak Arya. Ternyata besar banget rumahnya. Tapi seandainya aku tinggal di sini, bagaimana dengan Fani. Apakah dia akan menerima aku menjadi kakak iparnya," ucap Arumi.
Dari kemarin Arumi belum bersedia pindah ke rumah Arya, karena Fani. Sewaktu di kampus, Fani sering sekali membuly Arumi. Bagaimana seandainya Arumi pindah ke rumah Fani.
Arya terkejut saat melihat Arumi dari lantai atas rumahnya. Saat ini, Arya berada di sisi jendela kamarnya dan menatap ke bawah. Dia melihat Arumi yang masih berdiri di sisi motornya.
Arya tidak tinggal diam. Dia menelpon Bik Ijah untuk menyuruhnya membuka pintu gerbang.
"Halo Tuan muda. Ada apa?"
"Tolong bukankan pintu gerbang untuk istri saya. Istri saya sekarang ada di depan rumah."
"Baik Tuan."
Arya menutup saluran telponnya. Setelah itu dia duduk di sisi ranjang.
"Sebenarnya aku tidak ingin memaksa Arumi untuk tinggal bersamaku. Jika dia berat sama ibunya, aku akan membiarkan Arumi untuk tinggal di rumah ibunya," ucap Arya.