Letnan satu Bisma Dwipangga patah hati setelah diputuskan oleh tunangannya. Hubungannya yang sudah terjalin cukup lama itu, kandas karena sebuah alasan. Demi sebuah jenjang karier yang masih ingin digapai, dr. Jelita Permata terpaksa mengambil keputusan yang cukup berat baginya.
"Aku ingin melanjutkan studiku untuk mengejar dokter spesialis. Kalau kamu tidak sabar menunggu, lebih baik kita sudahi hubungan ini. Aku kembalikan cincin tunangan ini." Dr. Lita.
"Kita masih bisa menikah walaupun kamu melanjutkan studi menjadi Dokter spesialis, aku tidak akan mengganggu studi kamu, Lita." Lettu Bisma.
Di tengah hati yang terluka dan patah hati, Bu Sindi sang mama justru datang dan memperkenalkan seorang gadis muda yang tidak asing bagi Letnan Bisma.
"Menikahlah dengan Haura, dia gadis baik dan penurut. Tidak seperti mantan tunanganmu yang lebih mementingkan egonya sendiri." Bu Sindi.
"Apa? Haura anak angkat mama dan papa yang ayahnya dirawat karena ODGJ?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hasna_Ramarta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16 Mengobati Bisma
"Haura apakah kamu akan membiarkan aku terbaring dengan luka yang masih menganga?" Teguran tanda kesal Bisma tiba-tiba terdengar saat Haura tengah termenung.
Haura menoleh ke arah Bisma yang wajahnya kini diliputi ringisan tanda merasakan sakit di sekujur tubuhnya.
Haura tidak menjawab, ia segera meraih kain handuk kecil lalu dicelupkan ke dalam air hangat dari dalam baskom. Kemudian ia mengompres dan membersihkan luka di siku dan kaki Bisma sebelum diberi betadin dan diperban.
"Pelan-pelan," ringisnya kesakitan dengan mata memejam. Dada Haura berdesir saat tanpa sengaja tadi sekilas melihat mimik wajah Bisma yang meringis. Meskipun sedang meringis, tapi ketampanan Bisma tetap terlihat jelas. Hidungnya yang mancung membuat Haura gemas, dia memang memimpikan hidung mancung seperti itu. Seperti aktor idolanya di drama Korea.
"Pelan Haura, sumpah ini sakit," protes Bisma lagi. Tanpa menyahut, Haura seakan tidak peduli protesan Bisma. Yang jelas saat ini dia sedang membuang darah di area luka yang diderita Bisma, tidak peduli Bisma kesakitan. Toh itu tidak akan lama.
"Kamu sengaja membuat sakitku bertambah sakit?" sengor Bisma seraya menarik pergelangan tangan Haura sampai wajah mereka kembali dekat.
Haura memilih menatap area bibir Bisma daripada matanya, karena ia akan langsung mengalihkan tatap ke arah lain. Haura takut dianggap kalau dia berharap terhadap Bisma, sejak perjodohan itu. Tatap mata Haura disadari Bisma sehingga Bisma mengolok saat itu juga, meskipun masih dalam keadaan sakit.
"Kenapa, apakah kamu mau bibir aku ini? Kamu pasti membayangkan ciuman aku malam itu, bukan?" todong Bisma membuat Haura terkejut lalu menarik diri.
Haura bangkit karena ia malu sekaligus kesal. Bisma meradang merasa dipermainkan Haura.
"Haura, apa-apaan kamu ini? Kenapa kamu justru mendiamkan aku seperti ini. Ini bagaimana luka di siku dan lutut aku, apakah kamu akan membiarkan menganga seperti ini?" protes Bisma kesal.
Haura membalik lalu menatap Bisma dengan sedikit nyalang. "Haura mohon jangan olok-olok lagi Haura. Kejadian malam itu sungguh memuakkan kalau Kakak ingin tahu. Lebih baik Kakak jangan bicara, kalau masih bicara, Haura tidak mau mengobati Kakak." Haura melayangkan protes sembari kembali menduduki tepi ranjang lalu melanjutkan kembali mengurus Bisma.
"Ok, baiklah. Lakukan tugasmu," cetus Bisma sembari pasrah tubuhnya kini diobati Haura.
"Kak, eum bisa Kak Bisma buka kemejanya, karena ini sangat menghalangi jika Haura perban," pinta Haura sedikit ragu.
"Buka baju? Kamu pasti ingin melihat tubuh aku yang sixpack ini, kan?" tuding Bisma percaya diri.
Haura menggeleng lalu merah kencing paling atas kemeja Bisma dengan sedikit bergetar. Daripada dibalas kata lebih baik ia segera bekerja dan melakukan tugasnya mengobati Bisma.
"Maaf, ya, Kak," ucap Haura sebelum ia membuka kancing itu. Perlahan satu per satu biji kancing itu terbuka sampai lima biji ke bawah. Haura lega setelah kancing itu terbuka. Lalu kini giliran ia mengarahkan Bisma untuk memiringkan tubuhnya kiri dan kanan supaya kemeja itu lepas.
"Ya ampun, sakit." Bisma kembali meringis, tapi tidak direspon Haura. Untung saja Bisma masih menggunakan kaos oblong lagi di dalamnya sehingga Haura tidak perlu melihat langsung perut sixpack yang dikatakan Bisma tadi.
Haura mulai melakukan tugasnya demi kemanusian, ia membuang jauh-jauh perasaan lain di dalam dirinya yang tiba-tiba saja muncul ketika otaknya dipaksa harus mengingat kembali kejadian panas malam itu. Desiran di dalam dadanya tiba-tiba muncul seiring sentuhan tangannya menyentuh kulit tangan Bisma.
"Aissshhh," desisnya merasakan sakit saat cairan alkohol menyentuh kulit sikunya yang kasar. Luka di sana sedikit dalam sehingga Haura harus lebih hati-hati supaya tidak terlalu menyakiti Bisma.
Siku kanannya sudah Haura perban, kini giliran luka di lutut. Kembali Haura melakukan tugasnya seperti tadi, membersihkan luka dengan alkohol, terakhir diberi betadin lalu diperban.
Bisma seakan betah diobati Haura, sejak perban pertama nempel di sikunya, dia tidak lagi bersuara. Namun, tatap matanya justru mengamati gerakan Haura ketika mengobatinya. Untungnya Haura sama sekali tidak menyadarinya, mungkin karena Haura terlalu fokus mengobati Bisma.
"Kenapa mama dan papa justru ingin menjodohkan aku dengan Haura, apa istimewanya dia? Tapi, kenapa cara dia mengobatiku begitu luwes dan rapi, seperti seorang tenaga medis saja." Bisma berbicara di dalam hatinya setelah puas mengamati gerak-gerik Haura.
Kaki Bisma yang terkilir tidak lupa digarapnya, Haura cukup mengurut pelan dengan dibaluri krim pereda nyeri. Saat kakinya diurut, Bisma begitu menikmati, sebab pijatan Haura terasa enak.
"Kak Bisma istirahat saja dulu, semua luka ini akan mengering beberapa hari lagi. Usahakan jangan dulu terkena air," peringat Haura sembari keluar dari kamar Bisma tanpa berbicara apa-apa lagi.
Jam 20.00 Wib, Pak Saka dan Bu Sindi baru pulang. Mereka langsung menuju kamar Bisma saat tahu kabar Bisma telah mengalami kecelakaan.
"Kenapa bisa seperti ini Bisma? Kamu ini jangan terlalu memikirkan perempuan pengkhianat itu, dia itu tidak baik untukmu. Buktinya gara-gara mengingat perlakuan dia, kamu jadi celaka," dumel Bu Sindi begitu mengkhawatirkan Bisma.
"Sudah, Ma, Bisma mohon jangan sebut nama perempuan itu lagi. Saat ini Bisma justru sedang berusaha melupakan dia."
"Baguslah, Bisma. Kamu jangan keterusan kecewanya. Papa tidak mau melihat kamu murung dan terpuruk. Siapa yang mengobati luka di tangan dan lututmu itu?" ujar Pak Saka menyela sembari mengamati sekujur tubuh Bisma, dan rupanya di siku kanan dan lututnya sudah menempel perban.
"Non Haura yang mengobati Den Bisma. Dia begitu telaten dan pintar banget mengurus orang kecelakaan, padahal Non Haura bukan tenaga medis," seloroh Bi Mimin yang tiba-tiba masuk kamar seraya menenteng baki yang isinya makan malam untuk Bisma.
"Oh ya? Lalu di mana sekarang Haura?" tanya Bu Sindi seraya melihat keluar kamar.
"Non Haura katanya sedang mengerjakan tugas dari kampusnya. Mendesain gaun kalau tidak salah, untuk dimasukan ke dalam sebuah lomba mode busana katanya," jawab Bi Mimin sesuai apa yang dikatakan Haura tadi.
"Oh, ya? Sibuk banget anak itu. Padahal tadi sudah mengobati Bisma. Sekarang mengerjakan tugas desain mode. Pasti dia sangat lelah hari ini," ujar Pak Saka mengkhawatirkan Haura.
Sementara itu, Haura yang saat ini masih berkutat dengan desain salah gaun yang akan dilombakan di salah satu mode busana yang diikuti kampusnya. Mulutnya mulai menguap karena lelah dan ngantuk, padahal waktu masih dibawah jam sembilan malam.
"Ya ampun sedikit lagi, semangat," gumamnya menyemangati diri sendiri.
"Ting."
Sebuah pesan WA masuk ke dalam WA Haura. Haura segera meraih Hp itu dan membacanya.
"Haura, besok pagi pergi kampus bareng aku saja. Aku jemput setengah tujuh, ya. Kebetulan aku bawa mobil." Adi mengirimkan pesan. Haura mau membalas, tapi Adi sudah lebih dulu mengirimkan pesan.
"Please, kali ini jangan tolak. Aku hanya khawatir kertas kita yang ada gambar desain untuk lomba justru rusak kena angin kalau naik motor," pesan Adi untuk yang kedua kalinya begitu perhatian.
Haura tersenyum manis saat membaca pesan yang kedua. Kebetulan sekali motor miliknya rusak oleh Bisma karena kecelakaan tadi. Adi memang teman paling the best baginya.
kamu juga sering menghina Haura...
sama aja sih kalian berdua Bisma dan Jelita...😤
🤬🤬🤬🤬🤬🤬
cinta tak harus memiliki Jelita..siapa suruh selingkuh😁😁😁😁
ada ada aja nih jelita 😆😆😆😆😒
gak sia² si Bisma punya mulut bon cabe 🤣🤣🤣🤣
bilang aja kejadian yang sebenarnya...
Bisma salah paham...