dayn seorang anak SMA intorvert yang memiliki pandangan hidup sendiri itu lebih baik daripada berinteraksi dengan orang lain, tapi suatu hari pandangan hidupnya berubah semenjak bertemu dengan seorang gadis yang juga bersekolah di sekolah yang sama, dan disinilah awal mula ceritanya dayn merubah pandangan hidupnya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hamdi Kun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
permintaan maaf yang tulus
Hari ini terasa berat. Aku merasa ada beban yang terus menghimpit dadaku. Sejak kejadian kemarin, aku nggak bisa berhenti memikirkan apa yang sudah aku katakan. Rika pasti kecewa padaku, dan itu nggak bisa aku biarkan begitu saja. Tapi aku nggak tahu harus mulai dari mana.
Kemarin, di belakang sekolah, Rika datang lagi untuk ngajakin aku nonton anime bareng. Tapi, tiba-tiba aku bilang sesuatu yang malah bikin suasana jadi canggung. "Nggak perlu berterima kasih lagi, Rika. Kamu nggak perlu balas budi karena aku udah nolong kamu," kataku waktu itu, berusaha menghindari perasaan bersalah yang terus datang. Tapi malah, aku menyakiti Rika.
Aku nggak tahu kenapa aku ngomong kayak gitu. Seharusnya aku bisa lebih peka, tapi saat itu aku cuma mikirin diri sendiri. Aku takut kalau aku terlalu bergantung padanya, takut kalau dia cuma baik padaku karena merasa terpaksa setelah aku nolong dia waktu itu.
Seharian ini, aku nggak bisa fokus. Tadi pagi, waktu aku lihat dia di sekolah, rasanya ingin langsung meminta maaf, tapi aku bingung. Rika itu ketua OSIS. Dia sangat sibuk dan terkenal di sekolah. Sedangkan aku, seorang siswa yang lebih suka menyendiri, selalu merasa jauh dari semua itu. Aku bukan orang yang bisa dengan mudah membuka diri.
Tapi saat aku berusaha menghindar darinya, Rika tetap muncul di hadapanku. Waktu aku keluar dari kelas, aku melihat dia berdiri di pintu dekat taman sekolah. Dia menatapku, dan aku bisa melihat ada sedikit kekecewaan di matanya. Aku langsung merasa bersalah lagi.
"Dayn," katanya dengan suara yang pelan namun tegas. "Bisa bicara sebentar?"
Aku berhenti dan menatapnya, sedikit gugup. "Rika, aku... maaf, aku nggak maksud bilang begitu kemarin," kataku, langsung ingin menjelaskan. "Aku nggak berniat menyakitimu."
Rika menarik napas panjang, lalu menatapku dengan mata yang serius. "Kenapa kamu bilang kalau aku nggak perlu berterima kasih lagi? Aku nggak paham, Dayn. Apa kamu merasa aku cuma baik karena balas budi?" tanyanya, dan aku bisa lihat ada kesedihan di matanya.
Aku terdiam. Rika pasti merasa bingung, karena selama ini dia nggak pernah mikir kayak gitu. Dia cuma ingin dekat denganku, nggak lebih dari itu. Tapi aku malah membuatnya merasa seperti beban. Aku langsung merasa cemas.
"Aku cuma nggak mau kamu merasa terpaksa berbuat baik padaku," jawabku, dengan suara pelan.
Rika tetap diam sejenak, lalu dia menggeleng pelan. "Dayn, aku nggak pernah mikir kalau kebaikanku ke kamu itu karena balas budi. Aku cuma ingin kita bisa lebih dekat, nggak cuma karena aku ingin balas budi. Aku cuma... pengen kamu nggak takut buat lebih terbuka."
Aku merasa seperti ada beban yang lepas dari dadaku, tapi juga ada rasa malu. Ternyata, selama ini aku sudah salah paham tentang niat Rika. Dia nggak pernah berniat untuk membalas budi, dia hanya ingin menjadi teman yang tulus, teman yang bisa aku percaya. Tapi aku terus ragu dan menganggap kebaikannya cuma karena rasa terpaksa.
"Aku minta maaf, Rika," kataku dengan tulus. "Aku... aku nggak seharusnya mikir kayak gitu. Aku nggak mau kamu merasa terpaksa. Aku cuma... takut kalau aku jadi beban buat kamu."
Rika tersenyum sedikit, meskipun ada kerutan di dahinya. "Aku nggak akan pernah ninggalin kamu, Dayn. Tapi kamu harus tahu, kalau kita mau dekat, kamu nggak bisa terus-terusan mikir kayak gitu."
Aku menunduk, merasa malu. "Aku ngerti, Rika. Aku akan coba lebih terbuka. Aku nggak mau kehilangan kesempatan ini."
Rika mengangguk, dan matanya sedikit bersinar. "Itu yang aku ingin dengar, Dayn. Jangan takut lagi untuk dekat sama orang."
Aku merasa sedikit lega. Mungkin ini adalah awal dari perubahan yang aku butuhkan. Aku nggak bisa terus hidup dengan rasa takut dan keraguan seperti ini. Kalau aku ingin lebih dekat dengan Rika, aku harus bisa membuka diri, seperti yang dia lakukan padaku.
Setelah itu, kami berbicara sedikit lebih lama, dan meskipun ada rasa canggung yang masih tersisa, aku merasa seolah-olah beban di pundakku sedikit berkurang. Mungkin aku nggak bisa langsung berubah, tapi aku akan berusaha untuk lebih mempercayai orang, terutama Rika. Karena dia, ketua OSIS yang selalu terlihat sempurna di mata semua orang, ternyata juga bisa menjadi teman yang baik, yang ingin mendengarkan dan membantu tanpa mengharapkan apa-apa.
Dan hari ini, aku merasa sedikit lebih siap untuk mencoba bergaul dengan orang lain dan tidak terus menyendiri.
episode 6 bersambung