Kehidupan memang penuh lika-liku. Itulah yang terjadi pada kisah kehidupan seorang gadis cantik yang merupakan putri seorang pengusaha kaya raya. Namun hidupnya tidak berjalan semulus apa yang dibayangkan.
Jika orang berpandangan bahwa orang kaya pasti bahagia? Tapi tidak berlaku untuk gadis ini. Kehidupannya jauh dari kata bahagia. Ia selalu gagal dalam hal apapun.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Clara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24
...𝙲𝚒𝚗𝚝𝚊 𝚝𝚊𝚔 𝚜𝚎𝚕𝚊𝚖𝚊𝚗𝚢𝚊 𝚑𝚊𝚛𝚞𝚜 𝚖𝚎𝚖𝚒𝚕𝚒𝚔𝚒. 𝙼𝚞𝚗𝚐𝚔𝚒𝚗 𝚍𝚎𝚗𝚐𝚊𝚗 𝚖𝚎𝚕𝚒𝚑𝚊𝚝𝚗𝚢𝚊 𝚋𝚊𝚑𝚊𝚐𝚒𝚊 𝚍𝚎𝚗𝚐𝚊𝚗 𝚢𝚊𝚗𝚐 𝚕𝚊𝚒𝚗 𝚒𝚝𝚞 𝚋𝚒𝚜𝚊 𝚍𝚒𝚜𝚎𝚋𝚞𝚝 𝚌𝚒𝚗𝚝𝚊...
...𝓓𝓮𝓿𝓪𝓷 𝓒𝓱𝓪𝓷𝓭𝓻𝓪 𝓔𝓻𝓵𝔂𝓸𝓼...
"Arlla" ucap Devan dengan mata yang berbinar menatap pergerakan tangan wanita pujaan hatinya itu. Perlahan Arlla mulai membuka kedua matanya dan disambut dengan gembira oleh Devan. Inilah hal yang ia nanti dari kemarin.
"Assshh" ringis Arlla saat merasakan pening di kepalanya.
"Sakit? Mana yang sakit sayang? Biar aku panggil Raen sebentar" ucap Devan lembut.
Tangan Arlla menggenggam lengan Devan mencegah pria itu pergi hingga pergerakan pria itu terhenti. "Gausah gapapa. Aku baik-baik aja" ucap Arlla dengan tersenyum.
Arlla menyentuh perutnya yang sudah kembali datar membuat wanita itu kembali menatap Devan dengan tatapan penuh pertanyaan. "Anak kita selamat kan?" tanya Arlla pelan
"Anak kita gapapa kan? Dia baik-baik aja kan?" Arlla mengguncang lengan Devan dengan tatapan penuh tanya.
"Sayang" Devan menyisir rambut Arlla penuh kasih sayang. Devan tersenyum lembut ke arah Arlla tanpa menjawab pertanyaan dari istrinya itu.
"Kamu laper? Mau aku ambilin makanan?" tanya Devan lembut seolah mengalihkan pertanyaan dari istrinya itu.
"Mas!! Jawab aku" Arlla terus menggoyangkan lengan Devan meminta sebuah jawaban.
"Dia... "Devan terdiam sejenak kemudian menunduk. Ia tak tau harus menjawab apa pada wanita itu.
"Maaf sayang" Devan memeluk tubuh Arlla erat dan terus mengucap kata maaf. "Maaf"
"Aku minta maaf karena gak bisa jaga kamu dengan bener" Devan mengeratkan pelukannya pada tubuh kecil itu. Ia begitu mencintai Arlla dengan segenap hati dan jiwanya. Ia tak mau melihat wanita itu sedih. Namun apalah dayanya.
Raen masuk ke dalam ruangan menyaksikan adegan pelukan itu di depan matanya langsung. "Ekhem" Raen sengaja berdehem untuk menyadarkan keduanya.
"Gue gatau ada lo" Devan mengurai pelukannya namun tangannya mengusap kepala istrinya dengan lembut. Bentuk kasih sayang Devan yang begitu dalam pada Arlla.
"Biar gue periksa dia dulu" ucap Raen
Devan mengamati setiap pergerakan Raen tanpa ada sedikitpun yang terlewatkan dari pandangannya. "Dokter Raen" panggil Arlla dengan tatapan sendu.
"Anak aku selamat kan? Dimana dia?" tanya Arlla membuat Raen seketika langsung menoleh pada Devan. Pria itu memberi isyarat dengan menggeleng pelan pada sahabatnya itu.
"Kita bahas setelah kamu pulih ya. Kamu gak boleh banyak kepikiran karena nanti kondisi kamu bisa drop" ucap Raen memberi penjelasan.
"Kenapa kalian gak ngasih tau? Kalau anak aku baik-baik aja gak mungkin kalian diem kaya gini" teriak Arlla dengan menangis sembari memegangi perutnya.
"Mas!! Anak kita!!" Devan menarik tubuh Arlla dan memeluknya dengan erat. Sejujurnya ia tak tega melihat Arlla seperti ini. Tanpa sadar pria itupun ikut menangis dengan memeluk tubuh Arlla. Ia tak sekuat itu melihat istrinya menangis seperti ini.
Arlla memukul dada Devan melampiaskan rasa sakitnya. Ia begitu menyayangi anaknya itu terlepas dari fakta jika anak itu bukan anaknya dengan orang yang ia cintai namun ia tetap menyayangi darah dagingnya. Ia baru saja menemukan kebahagiaannya lagi dengan kehadiran anaknya di dalam rahimnya. Namun kenapa Tuhan mengambilnya dengan begitu cepat seolah tak ingin melihatnya bahagia walaupun sedikit saja.
"Sayang udah" ucap Devan dengan mengusap punggung Arlla pelan berharap wanita itu bisa tenang. Hingga akhirnya Arlla emosinya tak bisa lagi di kontrol membuat Raen mengambil tindakan dengan memberikan wanita itu obat penenang.
"Maaf sayang" Devan menggenggam erat tangan istrinya merasa bersalah.
"Dia gak boleh setres dulu" ucap Raen dengan menatap Arlla yang mulai tertidur.
"Aku sangat mencintainya Raen" lirih Devan
"Aku gamau kehilangan dia" Devan menutup matanya yang berair begitu saja. Rasa sakit dan sesak menyeruak masuk ke dalam hatinya.
"Apa aku ga boleh bahagia sedikit aja"
"Aku hanya ingin hidup dengan orang yang aku cintai"
"Tapi setelah ini.... "
"Aku harus memaksa diriku sendiri untuk rela melepas dia dari hidupku Raen" Raen sangat tau betul bagaimana sakitnya Devan saat ini. Ia mengerti posisi Devan yang begitu menginginkan kebahagiannya.
"Dia harus bahagia"
"Dia pernah bilang, kalau kita mencintai seseorang itu gak harus memiliki. Dengan melihat dia bahagia walaupun bukan dengan kita itu juga cinta" Devan menggenggam tangan Arlla dan mengusapnya pelan.
"Aku gatau bisa atau engga lihat dia yang nantinya pergi jauh dari hidup aku"
"Aku gatau bagaimana sakitnya nanti lihat dia dengan orang yang dia cintai"
"Gue yakin lo kuat" Raen merangkul bahu Devan memberikan semangat pada pria itu. Devan, seorang anak yang tak pernah menemukan kebahagiaannya sejak kecil. Kehilangan kasih sayang dari orang tuanya hingga melihat kematian orang-orang yang dia cintai di depan matanya.
"Cinta itu mungkin dengan melepas orang yang kita cintai untuk melihatnya dia bahagia" Devan menoleh mendengar ucapan Raen. Mungkin itu yang akan sebentar lagi terjadi.
"Gue mungkin gak dibolehin bahagia sama tuhan"
"Tapi bahagiaku ada di Arlla. Dia harus bahagia walaupun dengan merenggut kebahagiaanku sendiri" Devan mencium pipi istrinya begitu dalam menyalurkan rasa cintanya pada wanita itu.
"Bahagia selalu ya" Devan mengusap rambut Arlla dan menatap dalam-dalam wajah cantik istrinya itu yang mungkin sebentar lagi ia tidak bisa melihatnya seperti ini.
"Gue selalu berdoa buat kebahagiaan lo" Raen memeluk tubuh Devan. Sahabatnya itu begitu banyak memendam luka. Tubuh tinggi kekarnya menutupi setiap rasa sakit yang ada di hatinya seolah tak ada apa-apa.
...****************...
"Kalau sampai ketemu, itu akan mengancam masa depanku" Seorang wanita berjalan mondar-mandir merasa gusar dengan informasi yang baru saja ia dapatkan.
"Tapi lo gak bisa egois gitu dong"
"Gue harus gitu kalau mau mendapat apa yang gue mau" ucap wanita itu dengan tatapan bengis. Sikapnya yang egois dan lebih mementingkan dirinya sendiri membuat sahabatnya itu muak.
"Tapi cara yang lo pake itu salah"
"Sadar!!"
"Masa depan gue jauh lebih berharga dari apapun" Senyuman sinis tercetak jelas di bibir manisnya.
"Jahat ya lo"
"Bahkan lo ngelakuin hal apapun itu demi apa yang lo mau bisa lo dapetin"
"Lo gak pernah mikirin orang lain dan di otak lo itu cuma diri lo sendiri. Gue muak temenan sama lo"
"Heh!! Kalau lo muak mending pergi jauh-jauh" usir wanita itu tanpa perasaan.
Dengan kesal temannya itu berjalan keluar meninggalkan dirinya seorang di ruangan itu. Hanya suara AC yang terdengar karena hening mengambil alih suasana yang semula panas dengan perdebatan beberapa saat lalu.
"Gue harus lakuin sesuatu. Ini ga boleh terjadi"
Tangannya menggenggam kuat untuk melampiaskan amarahnya. Masa depan yang selama ini ia impikan bisa hancur begitu saja dalam sekejap.
"Gue tau ini salah tapi gue ga peduli"