Berawal dari kesalahan yang Faiz Narendra lakukan di masa lalu, membuat hidup Keluarga Narendra terancam bahaya.
Berbagai teror, dan rentetan penyerangan dilakukan secara diam-diam, oleh pelaku misterius yang menaruh dendam kepadanya.
Namun bukan hanya pelaku misterius yang berusaha menghancurkan Keluarga Narendra.
Konflik perebutan pewaris keluarga, yang dilakukan oleh putra sulungnya, Devan Faiz Narendra, yang ingin menjadikan dia satu-satunya pewaris, meski ia harus membunuh Elvano Faiz Narendra, adik kandungnya sendiri.
Sedangkan Elvano yang mulai diam-diam menyelidiki siapa orang yang meneror keluarganya. Tidak sengaja dipertemukan, dengan gadis cantik bernama, Clarisa Zahra Amanda yang berasal dari keluarga sederhana, dan kurang kasih sayang dari ayahnya selama hidupnya.
Ayah Clarisa, Ferdi tidak pernah menyukai Clarisa sejak kecil, hanya karena Clarisa terlahir sebagai anak perempuan. Ferdi lebih menginginkan bayi laki-laki untuk meneruskan keturunannya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Laksamana_Biru, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13
Ferdi pulang ke rumah dengan langkah cepat, wajahnya dipenuhi kemarahan.
Tok
Tok
Tok
Ia mengetuk pintu rumah dengan keras, membuat Wulan yang sedang duduk termenung terkejut dan bangun dari lamunannya.
"Mas, ada apa?" tanya Wulan dengan wajah penuh kebingungan.
Ferdi tidak menjawab langsung, ia hanya menatap tajam Wulan sebelum akhirnya melangkah mendekatinya. Tanpa basa-basi, Ferdi langsung menampar pipi Wulan dengan keras.
Plakkk
"Argh" ringis Wulan, matanya mulai berkaca-kaca karena rasa sakit dan kebingungannya.
"Apa yang kamu lakukan, mas? Mengapa kamu menampar ku?" ucap Wulan dengan suara yang terputus-putus akibat rasa sakit di pipinya.
"Kemarin kenapa kamu tidak menghormati ibuku?" bentak Ferdi dengan suara yang penuh amarah.
"Apa maksudmu mas?" tanya Wulan merasa bingung.
"Tadi aku habis ke rumah ibu, dan ibu bilang kalau kamu sama sekali tidak menghargai ibu ku, pas ibu dateng kesini, dan kamu justru bersikap cuek dan enggan menjamu ibuku" ucap Ferdi menatap tajam Wulan
Wulan terkejut mendengar ucapan suaminya. Sebenarnya ia sudah berusaha semaksimal mungkin untuk menjamu ibu mertuanya, ketika beliau datang ke rumah mereka.
Namun, Ajeng selalu menolak pelayanan yang diberikan, bahkan sering kali mencaci maki Wulan tanpa alasan yang jelas.
"Mas, sebenarnya aku sudah mencoba menjamu ibu dengan baik. Tapi beliau selalu menolak, dan mencaci maki aku tanpa alasan yang jelas. Aku tidak tahu harus bagaimana", ujar Wulan dengan suara lembut namun tegas.
"Wulan, kamu pikir aku percaya dengan alasan bodohmu itu? Aku tidak butuh penjelasan dari mulut palsumu!" bentak Ferdi sambil menunjuk wajah Wulan
Wulan hanya bisa diam, ia tidak tahu harus merespon apa lagi. Perasaannya campur aduk antara kecewa dan frustasi.
"Mas, kalau boleh jujur aku merasa sedikit tidak nyaman dengan sikap ibumu. Beliau selalu menyalahkan aku atas segala hal, tanpa memberikan kesempatan untuk clear up. Aku juga manusia, aku punya perasaan. Aku juga butuh dihargai" ujar Wulan akhirnya, suaranya sedikit bergetar.
"Cukup Wulan! Jangan membuat aku semakin muak dengan kedok palsu yang kamu coba tunjukkan. Aku sudah tahu bahwa kamu sebenarnya tidak suka dengan ibuku! Kamu hanya berpura-pura saja!" Ucap Ferdi dengan nada semakin meninggi.
Wulan terkejut mendengar tuduhan itu. Matanya mulai berkaca-kaca, namun ia mencoba menahan tangisnya. Ia tidak sanggup percaya bahwa Ferdi benar-benar menyalahkannya tanpa memberikan kesempatan untuk menjelaskan.
"Mas, tolong dengarkan aku. Aku mencoba melakukan yang terbaik kemarin. Aku berusaha keras agar ibu merasa nyaman di rumah kita" ujar Wulan
"Aku sudah mengatakan bahwa aku tidak mau mendengar alasan dari mulutmu! Kamu tidak pantas menjadi bagian dari keluargaku lagi. Aku sudah muak! Tinggalkan aku!" bentak Ferdi.
"Kamu menceraikan aku mas?" tanya Wulan yang hampir tidak percaya dengan apa yang barusan ia dengar.
"Ya aku ceraikan kamu, dan tinggal kan rumah ku sekarang juga!" usir Ferdi.
Deg
Jantung Wulan terasa berhenti, ketika mendengar kata cerai , yang dengan mudahnya Ferdi katakan.
"Kamu serius mas?" tanya Wulan sekali lagi untuk memastikan
"Ya aku serius" balas singkat Ferdi.
"Mas, apa alasan kamu menceraikan aku mas?" tanya Wulan sambil menangis.
"Bukannya aku sudah berusaha menjadi istri yang sesuai kamu minta, tapi mengapa kamu tetap menceraikan aku" lanjut nya.
"Karena aku mau cari rahim yang baru" balas Ferdi.
"Hah? maksudmu?" tanya Wulan menatap wajah Ferdi.
"Ya aku mau cari rahim wanita lain yang bisa memberiku seorang anak laki-laki" ujar Ferdi.
Wulan terdiam sejenak, mencerna kata-kata yang baru saja diucapkan Ferdi. Hatinya hancur berkeping-keping, dia tidak pernah membayangkan bahwa suaminya akan menceraikan dirinya hanya karena masalah memiliki keturunan laki-laki. Dia merasa seperti dunia ini runtuh di hadapannya.
"Sudah kubilang kan dari dulu, aku ingin memiliki anak laki-laki. Tapi darimu, selama 19 tahun hanya memberiku seorang anak perempuan!" ujar Ferdi dengan dingin.
Wulan tidak bisa menahan tangisnya lagi. Dia sudah berusaha sebaik mungkin, tapi sepertinya semua usahanya tidak cukup di mata Ferdi.
"Apa kamu tidak mencintaiku lagi, mas?" tanya Wulan dengan suara lirih.
"Cinta tidak cukup, Wulan. Aku butuh anak laki-laki untuk meneruskan keturunan keluargaku. Dan kau tidak bisa memberikannya padaku," jawab Ferdi tanpa belas kasihan membuat Wulan merasa semakin tersayat hatinya.
Dia tidak pernah merasakan kebencian yang begitu besar dari Ferdi sebelumnya. Dan sekarang, dia harus menerima kenyataan pahit bahwa suaminya ingin menceraikannya hanya karena masalah ini.
"Mas, kamu kenapa sih begitu terobsesi dengan anak laki-laki. Semua anak sama mas, entah itu laki-laki atau perempuan" ucap Wulan.
"Ya jelas beda, kalau anak laki-laki tuh pemimpin , dan anak perempuan cuma.." Ferdi berjalan mendekati Wulan dan berbisik,
"Budak pemuas kaum laki-laki, tempat pembuangan sp*rma gratis" lanjutnya sambil tersenyum sinis membuat Wulan marah dan..
Plakk
Tamparan yang keras mendarat mulus dipipi kanan Ferdi, namun Ferdi membalasnya dengan senyuman yang merendahkan Wulan.
"Kamu berani sekali mengucapkan kata-kata seperti itu, mas. Perempuan bukanlah budak atau tempat pembuangan sp*rma!", tegas Wulan menatap tajam Ferdi Ferdi hanya tertawa sinis.
"Wah, kamu sungguh naif, Wulan. Perempuan itu lebih cocok di dapur, merawat anak, dan memenuhi kebutuhan seksual para pria. Itu tanggung jawab mereka sebagai perempuan" Wulan semakin geram mendengar ucapan tersebut.
Dia tidak terima dengan pandangan Ferdi yang misoginis dan merendahkan perempuan.
"Mas sampai kapan kamu memelihara pandangan sempitmu yang merendahkan seorang perempuan," ucap Wulan dengan penuh emosi.
"Napa hmm?, gak suka, atau nyesel kenapa harus terlahir sebagai seorang perempuan? Yang kerjaannya cuma ngakang, hamil, terus ngakang lagi" frontal Ferdi tersenyum merendahkan.
"Mas, serendah itu kah kamu menilai kaum perempuan? Sadar mas , jika ibu mu juga seorang perempuan" ucap Wulan yang mulai emosi mendengar perkataan Ferdi yang merendahkan seorang perempuan.
Ferdi menguap sebagai respon ia sama sekali tidak mendegarkan perkataan Wulan, dan membuat Wulan semakin emosi.
"Oke, kalau gitu. Kita lebih baik pisah saja. Buat apa aku bertahan demi orang yang sama sekali tidak menghargai seorang perempuan, apalagi itu istrinya sendiri" ucap Wulan
"Lagi siapa juga yang mau bertahan sama kamu, yang rahimnya saja gak bisa kasih aku anak laki-laki" balas Ferdi tanpa rasa bersalah.
Kata-kata itu membuat dada Wulan semakin sesak, dia menghapus air matanya. Karena tidak ingin menunjukkan kelemahannya di depan Ferdi, sosok yang begitu percaya diri dan angkuh.
Dia memilih untuk menyimpan semua amarahnya, namun Ferdi mengetahui betul bagaimana cara memprovokasi emosinya.
"Tapi ngomong-ngomong lumayan sih meski kamu gak bisa kasih aku anak laki-laki, setidaknya kamu udah jadi bekas pemuas nafsu ku. Hahahaha" ejek Ferdi sambil tertawa sinis membuat Wulan semakin marah dan menatap tajam Ferdi
"Kalau dari dulu aku tau sikap kamu seperti ini, aku gak sudi mas nikah sama kamu" teriak Wulan dengan suara gemetar.
Ferdi hanya membalas dengan senyuman sinisnya yang meledek. Dia tahu betul betapa pedihnya kata-katanya bagi Wulan, namun dia tampaknya tidak peduli. Baginya, perempuan adalah objek yang bisa dia hina sesuka hatinya.
"Cih, belagu banget ni betina. Eh kalau dulu kamu gak aku nikahin , mana mungkin ada yang mau nikahin kamu" ujar Ferdi dengan nada mengejek.
Cukup, sudah cukup Wulan menahan emosinya selama ini. Dia merasa seperti sudah tidak dihargai lagi.
Seperti sebuah sampah yang bisa dibuang seenaknya oleh Ferdi. Dia merasa menyesal, menyesal karena telah terjebak dalam pernikahan yang kurang bahagia ini.
"Terserah kamu mas, kita udah pisah kan? Oke gak papa, aku akan pergi, akan aku bawa Clarisa juga untuk ikut bersama ku" ujar Wulan
"Est, gak bisa Clarisa harus sama aku" tolak Ferdi. "Kenapa kamu menolaknya? Bukannya kamu gak menyukai kehadiran Clarisa kan?" tanya Wulan.
"Iya aku memang gak suka. Tapi dia kan anak aku, harus ikut aku lah. Terlebih dia cantik dan masih perawan, kalau di jual lumayan untung kan aku hmm?" balas Ferdi tersenyum sinis.
"Mas Ferdi!"
Plakk
gak bisa berkata kata banyak