Mencintainya adalah sebuah keputusan..
Sifat perhatian padaku menutupi pengalihannya...
Yang dia kira...dia yang paling disayang, menjadi prioritas utama, dan menjadi wanita paling beruntung didunia.
Ternyata semua hanya kebohongan. Bukan, bukan kebohongan tapi hanya sebuah tanggung jawab
.
.
.
Semua tak akan terjadi andai saja Arthur tetap pada pendiriannya, cukup hanya dengan satu wanita, istrinya.
langkah yang dia ambil membawanya dalam penyesalan seumur hidupnya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lupy_Art, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 6
Gedung Moreno's Group, pukul 23.35
Benar saja, Arthur tidak pulang malam ini... Diruang Presdir yang masih menyala Tangannya masih bergerak diatas keyboard laptop dihadapannya yang menampilkan banyak angka serta data² lainnya..
Kegiatan itu harus terhenti karna getaran nada dering yang berasal dari ponselnya
Drrrt ......Drrrt
Melihat nama Aryan yang tertera diponsel itu Arthur langsung mengangkatnya
"Katakan!"
"Kau dimana bos? Markas diserang.. Kami butuh bantuanmu disini, mereka mengirim banyak pasukan dan sistem keamanan kita juga diretas"
"sial!" Arthur mengetatkan rahangnya. "Aku segera kesana"
Tutt..
"William!" panggil Arthur pada asistennya
"Ya tuan"
"ambil alih" perintah Arthur pada william untuk menghandle pekerjaannya
Setelahnya Arthur langsung pergi menuju markas ROSAS NEGRAS .
.
.
.
.
Arthur harus masuk ke markas lewat jalan pintas. Melihat pemandangan pertempuran itu Arthur segera mengganti pakaiannya dengan baju anti peluru
Pertempuran darah itupun menewaskan banyak korban...
Arthur berhasil mengalahkan musuh²nya dengan pasukan yang tersisa, tak sia² ia melatih para anak buahnya...
Senyum bangga Arthur melihat kematian musuhnya, namun belum selesai sampai disitu ia harus segera bertindak secepatnya menemukan bos mereka, dalang penyerangan ini.
Ia pun berjalan memasuki markasnya diikuti Aryan yang mengiringinya, "dimana keparat itu?"
"Ada diruang bawah tanah bos"...
.
.
.
Sesampainya diruang bawah tanah sekaligus sebagai tempat eksekusi, Arthur menghampiri pria yang terduduk dilantai dengan tangan terikat dan juga mata ditutup kain hitam...
"katakan...siapa yang menyuruhmu melakukan penyerangan ini?" tanyanya merendahkan badannya mengangkat dagu si pria menggunakan pistol
"Sampai aku mati pun aku tidak akan mengatakannya" teriaknya pada Arthur
Bugh...
"aakkh....." Arthur melayangkan bogeman dirahang pria itu
"jika sampai pagi dia belum mengatakan apapun, siksa dia sampai mau bicara" ucapnya membuat bulu kuduk pria itu merinding
Setelah mengatakan itu Arthur beranjak meninggalkan ruang eksekusi menuju kamar pribadinya di markas itu. Dimarkas ini memiliki banyak kamar..disediakan juga fasilitas yang memadai seperti kolam renang, lapangan berlatih serta tempat Gym bagi para anak buahnya
15 menit...
Setelah membersihkan diri Arthur merebahkan tubuhnya diranjang ukuran king size itu.. Saat memejamkan mata, dirinya malah membayangkan masa lalu saat bersama sang kekasih, kendall. Namun tiba² terlintas wajah sendu Livia yang muncul begitu saja...
Wajah itu, wajah polos yang sendu segera membuat Arthur kembali membuka matanya. mendudukan dirinya lalu mengusap kasar wajah dengan kedua tangannya
"Bre****k" umpatnya..
"Bisa²nya dia muncul lagi dipikiranku" dirinya segera meraih ponsel dan menghubungi Livia..namun panggilan berakhir tak terjawab.
Jelas saja.... sekarang jam 04.00 dini hari, sudah pasti kekasihnya masih tidur..
Tak ingin mengganggu kekasihnya.. Arthur memilih kembali tidur
.
.
.
.
Sementara itu di tempat lain...
pria itu, duduk di kursi kebesarannya sambil menghisap rokok yang ada ditangannya
Sudut bibirnya terangkat
"Ini baru permulaan Arthur... Mari kita main² dulu"
meletakkan rokoknya lalu meraih vodka dan meminumnya sedikit demi sedikit
"Ha ha haaaaa aa hahahaha" tawanya menggelegar memenuhi ruanganan sunyi itu
.
.
.
.
Pagi hari Livia dibuat risau karena sejak tadi ia terus mencoba menelpon Arthur..namun tidak diangkat berujung tidak aktif
'Nomor yang anda tuju sedang berada diluar jangkauan cobalah beberapa saat lagi'
"Ck..." Livia menatap kesal ponselnya
baru bangun tidur ia mengecek ponselnya ternyata ada panggilan dari kekasihnya, Livia khawatir jika terjadi sesuatu pada Arthur. Livia sungguh tidak mendengar dering telpon itu, ia jadi merasa bersalah
"kau dimana Ar... ?...Apa mungkin dia tidur dikantor ya?.. dia bilang kemungkinan tidak pulang." Livia jadi bingung antara menunggu di mansion atau mendatangi Arthur di kantor..
"Atau aku kesana saat antar makan siang saja ya?... Iya...begitu saja." akhirnya Livia memilih menemui Arthur saat mengantar makan siang.
Saat Livia pergi ke ruang keluarga.. Disana ada mommy dan Daddynya..ia memutuskan menghampiri mereka
"Mom... Dad" panggilan Livia mengalihkan atensi mereka dari tayangan televisi..
"Sayang...kemarilah" Livia pun mendekat dan duduk ditengah mereka
"sayang bagaimana pernikahan kalian besok?.. Apa ada kendala, kalau kau butuh sesuatu katakan pada mom atau Dad ya?" ujar Sarah seraya mengusap lembut rambut Livia
"Tidak mom.. Arthur telah menyiapkan semuanya dengan baik, sehingga aku tidak perlu pusing memikirkannya" jawab Livia
"mmm... Dad" panggil Livia ragu²
"Hm..." jawab Damian yang mengalihkan tatapannya dari TV..
" Aku tau ini terlambat, tapi aku ingin tau... Apakah aku masih memiliki keluarga kandung? Aku ingin dihari pernikahanku setidaknya ada saudara atau kerabat yang menyaksikan.." Livia mengutarakan isi hatinya
Damian menatap lurus ke depan.. entah apa yang ada dipikirannya
Livia yang melihat muka air Damian, merutuki permintaannya.. seharusnya tidak perlu meminta hal seperti itu pada orang yang sudah bermurah hati merawatnya sejak kecil
"mm..Dad.. Maaf aku tidak bermaksud, lupakan saja permintaanku," ucap Livia dengan suara bergetar menahan sesak yang mulai menjalar dibenaknya
"aku akan kembali ke kamar"...ujar Livia memilih pergi kembali kemarnya
Sarah yang melihat itu menatap suaminya..
"sampai kapan kamu akan menyembunyikannya? Dia juga berhak tau, honey" ujarnya seraya mengusap lengan suaminya
"Baru kali ini aku merasa takut kehilangan putriku..meskipun bukan anak kandung.. aku merawatnya dari kecil." ucap sendu Damian
"aku juga sangat menyayanginya... namun Aku sedih melihatnya menatap kita kecewa, apapun itu kau harus tetap memberi tahunya, sayang. Dia berhak tau kalau masih memiliki keluarga didunia ini" Sarah terus meyakinkan Damian.
"Kamu benar, aku akan menyusulnya ke kamar" ucap Damian lalu beranjak dari duduknya menuju kamar Livia
.
.
.
Tok... Tok.. Tok...
Perlahan Damian mengetuk kamar putrinya..
Ceklek ...
Livia membuka pintu tampak wajah sembabnya, sepertinya Damian benar² membuat putrinya kecewa
"ada apa Dad?" ucapnya menahan suaranya yang bergetar
"Apa Daddy boleh masuk?" lantas Livia menganggukkan kepalanya memberi jalan Damian masuk kekamarnya
Kini mereka duduk bersebelahan disofa kamar itu.
Damian meraih Putrinya dalam pelukannya.. Saat itupun tangisan Livia pecah
"hiks.....hhee...hiks....hh" Damian mengelus punggung Livia guna memberikan ketenangan disana
"daddy minta maaf.."
"Tidak Dad..aku yang seharusnya minta maaf, hiks... aku tidak bermaksud berkata... seperti tadi, Kalian..hiks.. adalah keluargaku.. Aku sangat menyayangi kalian.. Terimakasih sudah mau merawatku sedari kecil.." ucapnya tersendat sembari menangis didalam pelukan Daddynya
"sstt... Jangan berkata seperti itu nak.. Kami sangat menyayangimu, Daddy tidak siap kehilanganmu nak.." ujar Damian yang mulai meneteskan air matanya.
"Apa yang Daddy katakan...Aku adalah putrimu. Aku tidak akan meninggalkan kalian."
Livia menjauhkan wajahnya, tangannya bergerak mengusap air mata diwajah Damian.
Damian memejamkan matanya merasakan usapan lembut dari putri kecilnya.. Meski sudah berusia 20 tahun. Dimata Damian..Livia tetap putri kecil yang harus selalu dia lindungi
Damian meraih tangan lembut itu lalu mengecupnya
"Daddy akan memberi tahumu sesuatu"
"Tidak Dad, lupakan saja permintaanku tadi"
"Kamu berhak mengetahuinya nak, kamu masih memiliki Keluarga kandung.. kakekmu masih hidup. Dan dia masih mencarimu sampai saat ini"
Livia yang mendengar itu merasakan jantungnya berpacu cepat, "Dad..." Livia mulai menangis lagi
"Saat Umurmu 1 tahun.. Daddy mencari identitas keluargamu. Kau tau...kakekmu adalah orang yang memiliki dunia seperti kita. Dia memiliki banyak musuh dikekuasaannya, kalau kakekmu tau aku mengasuhmu sejak kecil, bisa saja dia membawamu paksa dari kami. Dia akan berpikir aku penyebab kematian orang tuamu"
"Daddy tidak yakin, kakekmu akan mau mendengarkan kami secara baik² tanpa perkelahian"
"jika aku bertemu dengannya.. Aku akan menjelaskannya Dad"
"Daddy akan usahakan menyampaikan pesan secara baik² pada kakekmu" ucap Damian
"Dad...terimakasih" ucap Livia tersenyum menatap wajah ayahnya kemudian menghambur kepelukan Daddynya lagi..
"Apapun untukmu sayangnya daddy.." ujar syang Damian mengecup pucuk kepala putri yang berada dipelukannya.
.
.
.
...----------------...
.
.
.
.
Haaaaii... Jumpa lagi dichapter ini.. Terimakasih udah baca karya aku...
Gimana, kalian suka sama cerita dichapter ini ga?
Coba dong komennya....
Dukung terus karya ini dengan.. tinggalkan jejak vote, like, komen, subscribe, serta share dan beri gift yaaa🥰
Salam sayang untuk semua readers❤❤❤
Kita jumpa lagi dichapter selanjutnya ok