mampir mampir mampir
“Mari kita berpisah,”
“Mas rasa pernikahan kita sudah tidak bisa di pertahankan, mungkin ini memang salah mas karena terlalu berekspektasi tinggi dalam pernikahan ini.” Lirih Aaron sambil menyerahkan sesuatu dari sakunya.
Zevanya melakukan kesalahan yang amat fatal, yang mana membuat sang suami memilih untuk melepasnya.
Namun, siapa sangka. Setelah sang suami memutuskan untuk berpisah, Zevanya di nyatakan hamil. Namun, terlambat. Suaminya sudah pergi dan tak lagi kembali.
Bagaimana kisahnya? jadikah mereka bercerai? atau justru kembali rujuk?
Baca yuk baca!!
Ingat! cerita hanya karangan author, fiktif. Cerita yang di buat, bukan kenyataan!!
Bijaklah dalam membaca.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kenz....567, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dia putriku!
"Kondisi putri anda cukup serius,"
"A-apa dok?!" Kaget Zeva.
"Saya telah melakukan beberapa tes pada pasien, dan hasilnya akan keluar malam ini." Terang sang dokter.
"Prediksi awal saya, putri anda mengalami amnesia. Terjadi pendarahan di otaknya karena mendapat benturan sangat keras, beruntung pendarahannya bisa kami hentikan."
Zeva menutup mulutnya, air matanya yang sempat kering kembali menetes di pipinya. Dia menggelengkan kepalanya pelan, putrinya akan kehilangan ingatannya.
"Marsha gak mungkin lupain bundanya dok! dia tidak mungkin lupa dengan bundanya!" Seru Zeva.
"Anda bisa menemuinya dan jangan membuatnya memaksa untuk mengingat. Pasien akan di pindahkan ke kamar rawatnya,"
"VVIP dok!" Sahut Aaron dengan cepat.
Seketika Zeva menatap nyalang pada Aaron. "Kamu ingin menambahi masalahku hah?! Bagaimana aku bisa membayarnya!" Kesal Zeva, walau begitu dia tetap menangis.
"Aku yang akan bayar," ujar Aaron enteng.
"Gak usah dok, kelas 3 aja. Biar gak mahal, saya gak ada uang," ujar Zeva seraya mengusap air matanya.
"Jangan dok! masukkan kelas VVIP, saya yang akan membayarnya," ujar Aaron tak mau kalah.
Dokter pun menjadi bingung, hingga kahirnya keputusan Aaron lah yang di terima. Zeva kalah telak.
Raihan hanya menatap dua orang itu dengan tatapan bingung.
"Bukannya sudah di bayar sama bang Jacob? kenapa bang Aaron ngaku-ngaku mau bayar?" Batin Raihan.
***
Malam ini, Marsha sudah di pindahkan ke ruang rawatnya. Bocah itu juga sudah sadar bahkan sebelum di pindahkan ke kamar rawatnya. Namun, dirinya masih terlihat bingung.
"Marsha, ada yang masih terasa sakit sayang? ngomong sama bunda, jangan diam aja nak," ujar Zeva. Tangannya meraih tangan mungil putrinya dan menggenggamnya erat.
Namun, di luar dugaan. Bukannya membalas genggaman Zeva, Marsha malah menarik tangannya. Dia memeluk tangannya sembari menatap Zeva dengan takut.
"Marsha," ujar Zeva dengan tatapan tak percaya.
Aaron yang berdiri di sisi brankar Marsha segera mendekat pada anak itu. Dia mengusap rambut Marsha dengan lembut, karena masih terdapat perban luka jahitannya yang masih basah.
"Kamu haus?" Tanya Aaron. Namun, Marsha hanya diam menatap Aaron dengan mata jernihnya.
Aaron tak menunggu jawaban Marsha, dia meraih gelas dan menyodorkannya pada Marsha.
Di luar dugaan, Marsha menyambut gelas itu. Dia minum tidak sabaran, bahkan air itu tumpah-tumpah ke bajunya.
"UHUK! UHUK!"
"Pelan-pelan sayang," ujar Zeva huru-buru mengambil tisu lalu membersihkan mulut Marsha.
Marsha masih batuk, Aaron berinisiatif langsung menaruh gelas dan menepuk pelan leher belakang Marsha.
"Mau makan?" Tanya Aaron.
Aaron meraih bubur yang ada di atas nakas, dia menyendokkan bubur itu dan mengarahkannya pada bibir Marsha.
Lagi-lagi, Marsha menerimanya dengan baik, tanpa berbicara. Zeva menjadi bingung, kenapa putrinya mendadak diam tak ingin berbicara.
"Ay, kenapa Marsha tak mau berbicara." Tanya Zeva pada Ayla yang berdiri di sampingnya.
"Marsha kelihatannya masih bingung kak," ujar Ayla.
Raihan langsung melancarkan aksinya, dia berdiri di samping Aaron dan sedikit merendahkan tubuhnya.
"Hai girl! Apa kamu ingat, siapa namamu? Na-ma?"
Marsha hanya diam, dia menatap Raihan dengan tatapan polos.
"Ck, dimana suara merconmu itu hm? katakan, siapa namamu?" Tanya Raihan.
Marsha mulai membuka bibirnya. "Nama?"
Mendengar suara Marsha kembali, Zeva tersenyum bahagia. Dia menepuk bahu Ayla untuk menyalurkan rasa bahagianya.
"Iya, nama." Sahut Raihan.
Marsha menggeleng kecil.
"Wah, fix. Amnesia nih! Bang! amnesia!" Seru Raihan.
Aaron menatap tajam Raihan yang heboh, mereka sudah panik dan Raihan malah membuat suasana bertambah panik.
Cklek!
Pintu terbuka, seorang suster masuk dengan map di tangannya.
"Tuan Aaron, hasil tes DNA sudah keluar. Dokter meminta saya untuk memberikannya pada anda,"
Seketika kaki Zeva terasa kemas, dia sudah tahu isi dari tes itu. Melihat tatapan cemas Zeva, Aaron semakin yakin dengan dugaannya.
"Apa kamu takut Zeva?" Tanya Aaron.
Zeva menggeleng cepat. Satu sudut bibir Aaron terangkat, membentuk sebuah serigai.
Aaron menerima amplop yang suster berikan, perlahan dia membukanya. Selama Aaron membaca, tubuh Zeva mengeluarkan keringat dingin.
"Zeva, kamu harus jelaskan ini padaku!" Ujar Aaron setelah beberapa menit terdiam.
Zeva menatap Ayla, Raihan yang melihat itu pun turut penasaran dengan hasil itu walaupun dirinya juga sangat yakin kalau Marsha adalah anak abangnya.
"Zeva, kita bicara di luar. Mau aku seret, atau keluar sendiri?"
Ayla segera menggenggam tangan Zeva, dirinya menguatkan Zeva dari tatapannya.
"Kak, Marsha sedang masa pemulihan. Jangan membuat Marsha tertekan, selesaikan segera masalah ini di luar. Aku dan Raihan akan menjaga Marsha,"
Zeva menatap Aaron yang masih menunggunya, dia pun akhirnya memutuskan untuk keluar bersama Aaron.
SREEK!!
"Baca!" Aaron memberikan kertas itu pada Zeva.
Dengan tangan bergetar, Zeva memegang kertas itu. Dirinya membacanya kata demi kata, hingga satu kalimat yang membuatnya meremat kertas itu.
"Hasilnya positif, Marsha adalah putriku. Katakan, bagaimana bisa kamu hamil anakku?" Aaron meletakkan tangan di pinggang nya, netranya menatap tajam Zeva yang kini menundukkan kepalanya.
"Jawab! jangan diam saja! apa kamu berubah menjadi bisu setelah membaca kertas itu?" Sentak Aaron.
Bukannya menjawab, Zeva malah merobek kertas itu. Dia memberanikan diri membalas tatapan Aaron, lalu melempar robekan kertas itu ke langit-langit.
"Bagaimana bisa aku menjelaskannya? kamu yang lebih tahu," ujar Zeva dengan tatakan dingin.
Aaron mengepalkan tangannya, kuku-kukunya memutih. Matanya memerah dengan air mata yang menggenang.
"Kamu pergi begitu saja tanpa mendengar penjelasan dari ku, aku sudah katakan padamu. Aku sudah memutuskan Rio sebelum kamu kembali! Aku mencoba untuk berubah dan hanya mencintai kamu! aku mencoba cukup dengan kehadiranmu!"
"Apa kamu pikir, mudah bagiku menjalani hari-hariku setelah kepergian mu hah?! Marsha hadir di saat rumah tangga kita hancur! aku yang berperan penting dalam hidupnya, bukan kamu! Lalu, apa hak mu menuntutku soal anak?!"
"Kamu lari dari masalah, kamu tidak bertanya padaku apa kurangmu hingga aku berselingkuh. Kamu hanya memandang rendah diriku, dan menganggap bahwa dirimu yang paling BENAR!"
"Aku tidak mengatakan jika perselingkuhan ku di benarkan, tidak! Tapi sikap egois, dan tempramen burukmu mengacaukan kehidupan ku! menghancurkan hatiku!"
Aaron tak menimpali perkataan Zeva, dia hanya diam mendengar kan segala kesakitan Zeva selama ini.
"Saat aku hamil Marsha, cacian dan hinaan adalah makananku dan Marsha sehari-hari. Di tinggal suami di saat hamil adalah sebuah aib bagi masyarakat! Dimana kamu saat itu hah? dimana?! Kamu hanya sibuk mengobati sakit hatimu, sampai kamu tidak sadar jika aku sama-sama sakit. Bahkan bodohnya, kamu tidak mencari tahu yang sebenarnya."
Zeva menjeda perkataan untuk mengatur nafasnya, dia pun kembali menangis. Semuanya dia luapkan pada Aaron yang tengah menatap dirinya dengan tatapan tak terbaca.
"Sekarang setelah kamu tahu Marsha adalah putrimu, aps yang akan kamu lakukan? merebut nya? mengambil hak asuh Marsha dariku? Silahkan saja! tapi langkahi dulu mayatku!! Aku tidak akan rela putriku di asuh oleh calon istri barumu itu!"
Deru nafas Zeva terdengar sangat cepat, wajahnya basah karena air mata yang terus mengalir. Hidungnya bahkan sampai kembang kempis menahan tangis
"Kamu ... kamu hiks ... kamu ...."
GREPP!!
Di luar dugaan, Aaron menarik Zeva ke dalam pelukannya. Zeva bahkan sampai mematung, tak menyangka jika Aaron akan memeluknya.
"Aku benci kamu hiks ... benci!!"
Bibir dan hati Zeva tak sejalan, mulutnya berkata benci. Namun, tangannya malah memeluk balik Aaron.
Keduanya menikmati pelukan kembali setelah sekian lama, lorong rumah sakit menjadi saksinya. Bahwa masih ada cinta di antara keduanya.
__
Seharusnya up sore nih, tapi gak sengaja kepencet buang catatan😭😭 langsung badmood parah😭 padahal pencet sendiri.
Double up yah😍
Gimana-gimana?
Apa yang mau kalian omongin ke Aaron?