Ana, istri yang ditinggal merantau oleh suaminya. Namun, baru beberapa bulan ditinggal, Ana mendapatkan kabar jika suaminya hilang tanpa jejak.
Hingga hampir delapan belas tahun, Ana tidak sengaja bertemu kembali suaminya.
Bagaimana reaksi suaminya dan juga Ana?
Yuk, ikuti kisahnya dalam novel berjudul AKU YANG DITINGGALKAN
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muliana95, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Nara Masuk Ke Rumah Sakit
Dian setuju. Karena baginya yang penting adalah uang. Dan tentu saja, kekesalannya pada Ana juga dibisa di luapkan.
Dia dan suami pun berencana untuk membeli sepetak tanah di dekat rumahnya. Dan mereka juga kekurangan uang. Jadi, tawaran Kinan merupakan kesempatan yang tidak akan datang kedua kalinya.
Setelah kepulangan Kinan. Dian pun bergegas menuju ke rumah Ana. Karena hari ini merupakan kebebasan untuknya. Sebab Rima sendiri pulang ke kampung suaminya, karena ada pernikahan dari pihak sepupu suaminya.
Untuk membujuk Sahil, Dian tidak akan melakukan hal serendah itu. Pertama, dia harus memastikan jika Ana sendiri yang akan membatalkan pernikahannya dengan Sahil, karena dia ingin namanya baiknya tetap terjaga dengan baik.
Sedangkan Raksa sendiri, dia sudah bekerja di kantor pos yang berada di kecamatannya.
Sampai disana, terlihat Ana juga baru turun dari sepeda motornya bersama dengan Kayla.
"Masuk mbak ..." ujar Ana kala melihat Dian yang baru tiba.
Walaupun hubungannya dengan Dian dinilai tidak baik, tapi tidak mungkin juga di mengusir Dian, yang telah jauh-jauh datang ke rumahnya.
"Aku hanya ingin menyampaikan, lupakan Sahil. Karena dia telah bahagia dengan istrinya. Lagipula, kamu gak akan mau merusak kebahagian mereka kan?" sinis Dian mendekati Ana.
"Kamu tenang aja mbak, atau lebih baik. Aku dan Kayla juga baru pulang dari pengadilan. Karena aku gak minat lagi dengan adik mu." balas Ana.
"Wah, benarkah? Baguslah kalo begitu. Dan ingat, karena kamu udah gak mau lagi jadi istri Sahil. Berarti kamu dan anak-anak sudah tidak mempunyai hak, dengan warisan ibuku." lanjut Dian.
"Emang aku gak berminat kan mbak? Buktinya, sampai sekarang emas itu masih utuh sama mbak Rima. Atau jangan-jangan itu juga mau kamu embat? Karena menurut kabar yang aku dengar, sakitnya ibu gara-gara omonganmu." sindir Ana.
"Kurang ajar ..." Dian mengepal tangannya.
"Satu lagi, biasa orang yang merebut hak orang lain tidak akan bahagia loh. Apalagi orang modelan mbak. Pulang ke rumah aja, saat tahu warisan akan dibagikan. Ibu meninggal boro-boro." lanjut Ana.
Dian hendak menampar Ana. Namun, Kayla yang berada di samping Ana dengan reflek mendorong tubuh Dian. Alhasil, Dian terhuyung ke belakang.
"Awas kalian ya, akan aku pastikan Sahil gak sudi mengaku kalian keluarga." bentak Dian.
"Dan kami tidak membutuhkan itu, buktinya aku bisa hidup walaupun tanpa sosoknya." balas Kayla menatap Dian dengan nyalang.
"Ibu, ayo masuk. Kamu masih beruntung, karena gak ada bang Arkan. Kalo tidak, mungkin kamu akan membawa sakit yang lebih berat." lanjut Kayla.
Dian ngedumel sepanjang jalan. Dia tidak menyangka, Ana yang selama ini lemah lembut bisa begitu kasar. Bahkan jawaban Ana membuatnya sakit hati.
🍁🍁🍁
"Bang, lihat lah, Nara ... Sepertinya dia harus menjalankan cuci darah lagi. Karena akhir-akhir ini, dia sangat jarang untuk buang air kecil." keluh Kinan pada malam hari.
"Benarkah?" tanya Sahil.
"Dia juga mengeluh gak enak badan, serta nafsu makannya menurun." lanjut Kinan.
Padahal, beberapa hari ini, Kinan sengaja membatasi minum air putih untuk Nara. Dia bahkan sengaja beli minuman sachet secara diam-diam agar anaknya meminum itu. Tentu saja Nara senang, apalagi minuman itu, terasa enak di lidahnya.
Ya, tentu saja, Kinan mengancam Nara agar tidak memberi tahu Ayahnya.
"Tapi, kita gak ada uang Kinan. Kamu tahu sendiri, akhir-akhir ini gak banyak orang yang membutuhkan aku." balas Sahil.
"Bagaimana dengan emas peninggalan ibu?" tanya Kinan memancing.
"Itu hak anak-anakku dengan Ana Kinan." balas Sahil sedikit meninggi.
Karena semenjak mengetahui tentang emas itu, Kinan mulai berubah.
Benar saja, saat mereka masih mengobrol. Nara bangun dan menangis akibat darah segar keluar dari hidungnya.
"Lihat lah, bang ... Kamu ayah yang gagal. Bahkan mementingkan orang sehat, dari pada Nara ..." pekik Kinan mendekati anaknya.
"Kita kerumah sakit sayang ..." ujar Kinan tidak memperdulikan Sahil yang mematung.
Kinan pergi dengan wajah kesal. Dia sengaja pura-pura mandiri dan bisa pergi sendiri. Dia juga berharap agar Sahil mencegahnya.
"Kinan ..." panggil Sahil lengkap dengan jaket di tubuhnya.
"Ini anakku bang, jadi gak usah sok peduli padanya. Kamu urus aja anakmu dan Ana ..." ujar Kinan dengan Nara di gendongannya.
"Nara juga anakku Kinan. Kita akan pikirkan nanti. Yang penting kita bawa dia ke rumah sakit terlebih dahulu." bantah Sahil mengeluarkan sepeda motornya.
"Udah aku bilang, kamu gak usah ikut campur. Biar aku minta tolong sama tetangga aja." balas Kinan.
Dilema, itulah, yang Sahil rasakan. Satu sisi emas yang ibunya tinggalkan memang diperuntukkan untuk Ana. Dan disisi lain, kesehatan Nara juga tidak kalah penting.
Dan untuk uang, tentu saja dia tidak punya. Apalagi, beberapa hari ini dia tidak bekerja. Untuk makan pun, hanya bisa mengandalkan sisa tabungan.
Akhirnya Kinan menaiki sepeda motor, di bonceng Sahil. Mereka pun melaju ke rumah sakit daerah. Rumah sakit terbesar di kabupaten yang mereka tempati.
Sesekali, Sahil menaikan kecepatan sepeda motornya apalagi, jika tidak orang di jalanan.
Saat melewati polisi tidur. Ana sengaja menjatuhkan tubuhnya kebelakang. Dia langsung berteriak kesakitan. Beruntung, helm melindungi kepalanya dan juga kepala Nara.
"Kinan ..." teriak Sahil menghentikan sepeda motornya.
"Kamu gak apa-apa?" tanya Sahil melihat siku Kinan yang terluka. Banyak darah keluar disana.
Begitu juga lutut, ada lecet-lecet disana. Beruntung Nara tidak apa-apa. Karena di peluk oleh Kinan.
"Maaf bang, tadi aku melamun ..." isak Kinan. "Aku memikirkan bagaimana nasib Nara. Karena kita tidak punya banyak uang ..."
"Kamu tenang, biar aku aja yang pikirin ..." balas Sahil.
Kemudian Sahil memapah Kinan untuk kembali menaiki motor.
Akhirnya mereka sampai ke rumah sakit. Begitu sampai ke igd, selain Nara. Kinan juga di rawat. Namun, dia menolak, mengatakan jika ia tidak apa-apa. Dan hanya terluka sedikit saja.
Sahil sendiri bingung, akhirnya dia pun memutuskan untuk mengambil sebagain emas tersebut. Dan sebagian lagi akan diserahkan untuk Ana. Ataupun, dia hanya meminjamnya sebentar, jika ada uang dia akan menggantikannya lagi.
Saat Sahil memberitahukan rencanannya. Kinan tersenyum puas.
"Suruh mbak Dian aja yang antarkan. Karena kemarin dia sempat menanyakan kabar Nara. Dan memberitahu jika ia berada di rumah ibu." bohong Kinan menemani Nara yang sudah berada di ruang rawat inap.
"Emas itu ada sama mbak Rima. Dan mungkin, mbak Dian pun gak tahu ada dimana." balas Sahil.
Ya sudah, aku mengirim pesan untuk mbak Rima. Karena sudah malam. Gak enak mengganggu istirahatnya.
"Baiklah ..." lirih Sahil memejam mata.
"Mbak, ini aku Sahil ... Tentang emas peninggalan ibu, bisa gak besok mbak antarkan ke rumah sakit? Kebetulan, Nara sedang di rawat. Dan mungkin dia akan menjalani cuci darah. Kalo boleh, tolong mbak bawakan sebagian."
ana yg tersakiti,Kinan yg menikmati
dan si Jefri dan firman perlu di ruqyah 😁😁