Bintang, CEO muda dan sukses, mengajukan kontrak nikah, pada gadis yang dijodohkan padanya. Gadis yang masih berstatus mahasiswa dengan sifat penurut, lembut dan anggun, dimata kedua orang tuanya.
Namun, siapa sangka, kelinci penurut yang selalu menggunakan pakaian feminim, ternyata seorang pemberontak kecil, yang membuat Bintang pusing tujuh keliling.
Bagaimana Bintang menanganinya? Dengan pernikahan, yang ternyata jauh dari ekspektasi yang ia bayangan.
Penuh komedi dan keromantisan, ikuti kisah mereka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Egha sari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6.
"Dua minggu lagi, kita menikah."
Baru juga, Sera mendaratkan bokongnya. Bintang langsung sudah mengucapkan kalimat yang membuatnya ingin segera bangkit dan pergi.
"Secepat itu?" protes Sera, "Apa tidak bisa tahun depan?"
Mampus gue! Ni orang, kenapa buru-buru?
"Hahaha.... Jika harus tahun depan, untuk apa kita harus buru-buru, saling mengenal. Lagi pun, aku tidak mau menghabiskan waktu lebih lama."
Aduh, gimana nih? Berpikir, Sera!
Sera menjadi panik, wajahnya memucat perlahan. Kenapa masalah yang datang seperti bom waktu, yang tiba-tiba akan meledak suatu hari.
"Kak, apa boleh pernikahan kita sederhana saja?"
"Kenapa?"
"Aku masih kuliah, aku tidak mau pernikahan kita terekspos."
"Apa kita berdua artis?"
"Bukan."
"Apa orang tua kita pejabat?"
"Bukan, Kak."
"Lalu, kenapa kau bersikap sok penting?" sindir Bintang. "Apa mungkin kau punya pacar, jadi tidak mau ketahuan?"
Sumpah demi apapun, darah Sera seakan mendidih. Wajahnya memerah menahan amarah, yang seperti akan merobek dada. Ia tertunduk, mengatur ritme napasnya yang memburu.
Sabar, sabar, Sera! Tarik napas, ini bukan apa-apa. Anggap saja, dia burung beo.
"Aku tidak punya pacar, Kak. Aku hanya tidak ingin, teman-temanku tahu."
"Kalau begitu, aku tidak bisa membantumu. Pikirkanlah sendiri."
Aku akan mengingat ini, suamiku! Aku akan membalasmu, tunggu saja!
Sera meminum jus alpukat yang dipesan Bintang untuknya. Mendadak ia sangat haus, karena menahan emosi. Mungkin pulang nanti, ia harus memeriksa tekanan darahnya.
"Aku akan beritahu orang tuaku, tentang pernikahan kita."
"Tidak perlu, orang tuaku akan datang ke rumah mu besok malam. Kau hanya perlu bersikap normal. Ingat, kita punya kesepakatan."
"Iya, Kak."
"Ini," Bintang meletakkan beberapa lembar kertas diatas meja, "baca dan pelajari. Ini semua tentangku. Apa yang aku suka dan tidak, dan juga tentang pekerjaanku."
Sera hanya mengangguk dan mengambil kertas itu.
Lu pikir, lu penting mau dipelajari. Bodo amat!
"Semua sudah beres. Aku pulang dulu. Kita bertemu besok malam."
Sera hanya menatap lurus, pada pria yang akan menjadi suaminya nanti. Dia memilih duduk, untuk menenangkan pikirannya yang benar-benar kacau.
Dua minggu, apa yang harus dia lakukan dalam dua minggu. Dia memang bukan artis. Tapi, kemungkinan untuk bertemu orang-orang yang mengenalnya, adalah bukan hal yang mustahil.
Hah... Sera memijit pelipisnya.
"Non, ayo pulang. Sudah malam. Ibu tadi telpon."
"Lu bilang apa?"
"Lagi ketemuan sama calon suami, Non."
Sera menjatuhkan kepalanya diatas meja, hingga berbunyi.
"Gue pusing, Wita. Gimana caranya, biar pesta pernikahan nantinya sederhana saja. Gue nggak mau ketahuan nikah, sama teman-teman."
"Ngomong ke ibu aja, Non."
"Sudah, nggak ngaruh."
"Bapak?"
"Sama aja."
"Kalo gitu, Non dandan aja yang beda, biar nggak dikenali."
"Caranya?" Sera mengangkat kepala dengan mata menyipit.
"Yah, sewa MUA yang profesional, sekarang kan, dah banyak tuh. Non, minta didandani menjadi orang yang berbeda."
"Emang bisa?"
"Bisa lah, Non. Kalau nggak percaya, coba aja dulu, di make up."
Sera menatap ragu asistennya. Emang bisa, wajahnya berubah hanya karena make up? Apa sebesar itu pengaruhnya?
"Kalau Non mau, aku punya teman, dia make up artis profesional."
"Boleh deh. Besok gue nggak ada kelas. Biar gue ngomong ke mama."
"Oke, Non."
Serasa ada angin segar, menerpa wajah Sera. Meski belum pasti, namun setidaknya ada sedikit harapan.
Saat pulang, suasana rumah ada sedikit berbeda. Sang ibu menyambutnya dengan senyuman, tidak seperti biasa, dia akan di todong dengan banyak pertanyaan.
"Besok malam, orang tua Bintang akan datang."
Jadi namanya, Bintang. Sok, misterius!
Padahal, mereka sudah bertemu tiga kali, tapi Sera baru mengetahui nama sang calon suami.
"Iya, Ma."
Sera melangkah masuk rumah, diikuti sang ibu disampingnya. Kali ini, Bella tidak ikut masuk kamar Sera, hanya sampai depan pintu.
"Besok kamu tidak kemana-mana, kan?" tanya Bella diambang pintu kamar.
"Aku ada kegiatan kampus, Ma. Siang sudah selesai."
"Baiklah. Besok siang, kamu sudah berada dirumah. Banyak yang harus kamu persiapkan."
Cih, emang presiden mo datang. Apa juga yang mau dipersiapkan, batin gue, gitu?
Sera melemparkan tasnya, hingga membentur tembok. Suasana hati yang sangat buruk, apalagi mengingat perkataan Bintang, yang menusuk ulu hati. Pria dengan sifat seperti kutub utara, plus mulutnya seperti mie ayam pedes level lima. Ditambah lagi, sikap orang tuanya yang mengistimewakan sang calon menantu.
Sera teringat sesuatu, saat tak sengaja menatap tasnya tergeletak diatas lantai.
"Baca dan pelajari!"
"Cih, lu penting, gitu?" omelnya, teringat ucapan Bintang sore tadi, "kayak mahluk langka aja lu, mau dipelajari."
Dengan malas Sera melepas pakaian, bersiap untuk mandi. Mungkin, tubuhnya yang lengket membuat otaknya ikut koslet. Sejak pagi, hingga malam, ia tak henti-hentinya mengomel.
"Non," panggil Wita.
"Masuk," jawab Sera yang sudah berganti pakaian.
"Saya sudah buat janji. Kebetulan besok, dia tidak ada kegiatan."
"Oke. Lu yakin, dia bisa rubah gue?"
"Yakin, Non. Tapi, untuk menyakinkan, sebaiknya Non, di make up dulu."
"Ya, sudah. Gue mau tidur."
Setelah Wita keluar, Sera tak sengaja menatap tasnya yang masih tergeletak. Seolah ada sesuatu didalam sana, yang sedang memanggilnya dan meminta pertolongan.
Sembari menghela napas panjang, bercampur kesal. Sera bangkit, memungut tas dan meletakkan diatas meja rias. Karena penasaran, ia akhirnya mengambil kertas yang diberikan Bintang. Baru beberapa kalimat, mata Sera sudah melotot, mulutnya kembali memaki dengan sempurna.
Bab 1. Kegiatan
1.1. kegiatan pagi
- Olahraga, pukul 05.30. Diantaranya, jogging dan angkat beban (wajib ditemani).
"Buset. Lu pikir, gue mau jadi sekuriti." Tanpa sadar, Sera menggebrak meja.
Karena sudah emosi, Sera membaca lembaran kertas lain.
Bab 2. Makanan favorit
2.1. Menu sarapan
- Roti lapis, isi sayuran dan daging.
- Jus buah
- Sup daging dengan potongan sayuran
Karena malas, Sera melangkahi banyak tulisan. Hingga kedua maniknya, membaca yang sepertinya penting, karena ditulis dengan huruf besar.
CATATAN: ISTRI HARUS MENGIKUTI SELERA SUAMI.
"Waaahh, penjajahan nih namanya. Lu, benar-benar ngajak perang."
Murka! Kata yang tepat, untuk kemarahan Sera. Ia langsung bangkit, mondar mandir depan meja sembari bertolak pinggang.
"Ikuti selera makan lu?" omel Sera, "gue harus belajar masak, biar masakin pete sekalian,"
"Ni orang kenapa, ya? Kurang kasih sayang atau kurang perhatian?"
Perlahan emosi Sera mereda, setelah melampiaskannya dengan memaki Bintang, dari jarak jauh. Sebenarnya, itu belum cukup. Tepatnya, ia lebih ingin menghajar pria itu.
Sera kembali duduk dan mengambil lembaran kertas lainnya.
Bab 3. Kewajiban Istri
MENGIKUTI SEGALA PERINTAH SUAMI, TANPA MENGELUH APALAGI MEMBANTAH.
JIKA KETAHUAN MENGELUH DAN MEMBANTAH, KONSEKUENSINYA ADALAH MALAM PERTAMA.
"What? Bangsat!"
🍓🍓🍓
ceritanya bagus, jadi ga sabar nunggu up