Kerajaan Avaris yang dipimpin oleh Raja Darius telah menjadi kekuatan besar di benua Estherya. Namun, ancaman datang dari Kekaisaran Zorath yang dipimpin oleh Kaisar Ignatius, seorang jenderal yang haus kekuasaan. Di tengah konflik ini, seorang prajurit muda bernama Kael, yang berasal dari desa terpencil, mendapati dirinya terjebak di antara intrik politik dan peperangan besar. Dengan bakat taktisnya yang luar biasa, Kael perlahan naik pangkat, tetapi ia harus menghadapi dilema moral: apakah kemenangan layak dicapai dengan cara apa pun?
Novel ini akan memuat konflik epik, strategi perang yang mendetail, dan dinamika karakter yang mendalam. Setiap bab akan menghadirkan pertempuran sengit, perencanaan taktis, serta perkembangan karakter yang realistis dan emosional.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zylan Rahrezi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pertempuran di Hutan Gelap
Bab 4: Pertempuran di Hutan Gelap
Angin pagi berembus dingin, membawa aroma tanah basah dan dedaunan yang mulai menguning. Kael memimpin kelompoknya dengan hati-hati, mengikuti jejak besar yang mereka temukan. Mereka bergerak dalam diam, hanya suara langkah kaki mereka yang terdengar di antara desiran angin.
“Kael,” Finn berbisik, menunjuk ke depan. “Lihat itu.”
Kael memperhatikan dengan saksama. Di kejauhan, terlihat sosok besar bergerak lambat di antara pepohonan. Makhluk itu berbadan kekar, dengan kulit kelabu kasar seperti batu, dan tanduk melingkar di kepalanya. Sebuah Troll raksasa, membawa gada besar yang tampak mampu menghancurkan apa saja.
“Troll itu tidak sendirian,” ujar Pak Thalion dengan nada serius. “Ada lebih dari satu.”
Kael mengepalkan tangan. “Kita tidak bisa mundur. Jika mereka menemukan kita, kita tidak akan punya kesempatan.”
Liora mengeluarkan busurnya, memasang anak panah dengan tangan yang sedikit gemetar. “Apa rencanamu?”
Kael berpikir cepat. “Kita harus memancing mereka menjauh dari jalan. Liora dan Finn, kalian serang dari kejauhan. Pak Thalion, kau dan aku akan menghadapi mereka langsung jika perlu.”
Finn mengangguk, sementara Liora menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan diri. “Siap.”
Pertempuran Dimulai
Kael melangkah maju, membuat suara dengan menginjak ranting-ranting kering. Troll pertama menoleh dengan geraman rendah, matanya yang merah menyala menatap Kael dengan amarah.
“Hey, ke sini, makhluk besar!” teriak Kael, berlari ke arah yang berlawanan dari kelompoknya. Troll itu mengaum marah dan mulai mengejar, mengayunkan gada besar yang menghancurkan pohon-pohon di sekitarnya.
Liora melepaskan anak panah pertama, mengenai bahu Troll. Makhluk itu menggeram kesakitan, tetapi tetap fokus pada Kael. Finn juga melemparkan beberapa batu besar ke arah kepala Troll, mencoba mengalihkan perhatiannya.
“Kael, ke kiri!” teriak Pak Thalion.
Kael melompat ke samping tepat waktu, menghindari ayunan gada yang hampir mengenai tubuhnya. Debu dan serpihan kayu beterbangan di udara.
“Sekarang!” Kael berteriak kepada Liora.
Liora melepaskan dua anak panah berturut-turut, kali ini mengenai mata Troll. Makhluk itu meraung kesakitan, kehilangan keseimbangan, dan jatuh dengan suara gemuruh yang mengguncang tanah.
Namun, sebelum mereka bisa bernapas lega, dua Troll lainnya muncul dari balik pepohonan, lebih besar dan lebih ganas.
“Kita dalam masalah besar,” gumam Finn.
Sekutu Tak Terduga
Tepat saat para Troll bersiap menyerang, sebuah cahaya biru terang muncul dari balik pohon. Dari dalam cahaya itu, seorang pria tua berjubah panjang muncul, membawa tongkat yang bersinar. Dengan gerakan tangan yang anggun, pria itu melepaskan semburan energi yang menghantam para Troll, membuat mereka mundur.
“Mundur, makhluk bodoh!” suara pria itu menggema, penuh wibawa.
Para Troll tampak ragu sejenak sebelum akhirnya berbalik dan melarikan diri ke dalam hutan.
Kael dan yang lainnya berdiri terpaku, mencoba memahami apa yang baru saja terjadi.
“Siapa kau?” tanya Kael, masih memegang pedangnya erat.
Pria tua itu tersenyum tipis. “Namaku Eldrin. Aku adalah seorang penjaga hutan ini. Kalian beruntung aku mendengar keributan tadi.”
Pak Thalion tampak terkejut. “Eldrin… legenda tentangmu sudah lama diceritakan di desaku. Apa yang membawamu ke sini?”
“Aku sudah lama mengawasi pergerakan musuh,” jawab Eldrin. “Dan aku tahu tujuan kalian menuju ibu kota. Kalian membutuhkan bantuan jika ingin selamat.”
Kael memandang Eldrin dengan rasa syukur, tetapi juga kecurigaan. “Mengapa kau membantu kami?”
“Karena aku tahu apa yang dipertaruhkan,” kata Eldrin dengan nada serius. “Musuh kalian membawa kekuatan yang tidak bisa kalian hadapi sendirian. Aku bisa membantu, tetapi kalian harus mempercayaiku.”
Kael bertukar pandang dengan Liora dan Pak Thalion, lalu mengangguk. “Baiklah. Kami butuh semua bantuan yang bisa kami dapatkan.”
Awal Aliansi
Eldrin memimpin mereka ke sebuah pondok tersembunyi di tengah hutan, tempat mereka bisa beristirahat dengan aman. Pondok itu penuh dengan ramuan dan benda-benda ajaib yang memancarkan cahaya lembut.
“Tidurlah,” kata Eldrin. “Besok, kita akan memulai perjalanan yang lebih sulit. Kalian harus siap.”
Kael duduk di sudut pondok, memikirkan pertemuan tak terduga ini. Eldrin tampak seperti sekutu yang bisa diandalkan, tetapi Kael tahu mereka masih harus berhati-hati.
“Kael,” suara Liora membuyarkan pikirannya. “Kau baik-baik saja?”
Kael tersenyum tipis. “Aku hanya berpikir… kita akhirnya punya harapan.”
Liora menepuk bahunya. “Kita akan berhasil. Aku percaya padamu.”
Kael menghela napas panjang dan memejamkan mata. Perjalanan mereka masih panjang, tetapi untuk pertama kalinya, ia merasa tidak sendirian.