DASAR MANDUL!
6 tahun sudah, Hanabi Lyxia harus mendengarkan kalimat tak menyenangkan itu dikarenakan ia belum bisa memberikan keturunan.
Kalimat sumbang sudah menjadi makanannya sehari-hari. Meskipun begitu, Hana merasa beruntung karena ia memiliki suami yang selalu dapat menenangkan hatinya. Setia, lembut bertutur kata dan siap membela saat ia di bully mertuanya.
Namun, siapa sangka? Ombak besar tiba-tiba menerjang biduk rumah tangga nya. Membuat Hana harus melewati seluruh tekanan dengan air mata.
Hana berusaha bangkit untuk mengembalikan harga dirinya yang kerap dikatai mandul.
Dapatkah wanita itu membuktikan bahwa ia bukanlah seorang wanita mandul?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dae_Hwa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
ATM8
POV HANABI
BRUGH!
Ibu mertua terjerembab tepat di depan mataku. Wanita baya yang kerap membully ku itu tersungkur akibat pintu yang sengaja ku buka dadakan. Apakah aku jahat? Ah, aku tak peduli lagi.
Jujur, aku ingin tertawa melihat tubuh gempal ibu yang tengah bermanja-manja dengan dinginnya lantai. Apa aku tak kasihan? Tentu saja kasihan, secara, beliau adalah orang yang jauh jauh jauh lebih tua dariku. Terlebih lagi, beliau adalah ibu dari suamiku.
Namun, jika mengingat semua perlakuan buruknya padaku selama enam tahun ini? Entah kenapa rasa kasihan itu hilang begitu saja. Apa aku salah? Ah, meskipun aku salah, aku tak peduli LAGI.
Perkenalkan, aku Hanabi Lyxia, anak semata wayang dari pasangan Paramitha dan Fatur. Dulu hidupku sangat bahagia, kedua orang tua ku sangat menyayangi aku, terutama ibu. Tapi itu dulu, sebelum tante Kemala dan Mayang masuk dalam biduk rumah tangga ayah dan ibu, dan ... sebelum aku kehilangan ibuku.
Semenjak ibu pergi, hidupku bagai di neraka. Ayah selalu memperlakukan aku dengan buruk. Beliau juga menikah lagi, dengan tante Kemala. Tante Kemala dan Mayang, dua orang yang sudah menjadi malapetaka itu diboyong ke rumah ku.
Ayah memerintahkan Mayang untuk menempati kamarku, sedangkan aku? Gudang, ya, aku pindah ke gudang yang sudah tak terpakai. Membersihkan tempat kotor dan menakutkan itu sendirian, dan menjadi penghuni yang cukup lama di ruangan itu.
Pekerjaan rumah? Ha ... ha ... tentu saja aku yang mengerjakan, lalu dua durjana itu yang mengaku-ngaku mengerjakan semua. Mental ku masih cukup kuat untuk tidak kabur dari rumah, saat itu. Apa lebih tepatnya, aku berusaha mati-matian menguatkan diri?
Untung saja saat itu aku di kelilingi dengan sahabat-sahabat yang luar biasa baiknya. Monica, Gavriil dan David, mereka adalah orang-orang yang memiliki peran penting dalam hidupku. Orang-orang yang juga memiliki kisah kelam.
Semenjak menikah dengan Tante Kemala, keuangan ayah semakin merosot. Bahkan saat kelas tiga SMA, toko sepatu milik ayah harus gulung tikar. Akibatnya? Aku harus bekerja sambilan, demi membiayai uang sekolah. Sedangkan Mayang? Adik tiriku itu menempuh pendidikan dengan tenang karena ayah rela mengacak-acak tabungan demi membayar uang sekolah Mayang. Anak tiri bagai anak kandung, anak kandung bagai anak tiri. Lucu bukan?
Setelah tamat SMA aku harus bekerja full time selama satu tahun demi menabung uang untuk masuk ke universitas impian. Tak sia-sia, aku bisa mewujudkan nya dan berhasil mengenakan Toga di kepala ku.
Aku juga berhasil menjadi seorang influencer terkenal yang banyak menerima jasa endorse. Penghasilan ku? Jangan di tanya, aku jamin bahkan bisa mandi uang saat itu. Namun, pada akhirnya ... semua penghasilan ku kandas tak bersisa. Sudah bisa kalian tebak? Yaps, tiga manusia laknat itu lah penyebabnya.
Akhirnya, aku memutuskan untuk keluar dari rumah terkutuk itu dan memulai semuanya dari NOL. Karir ku kembali melejit, sampai bisa membeli sebuah mobil yang bernilai cukup fantastis.
Keluarga ku, kembali mencariku. Mereka berusaha menggerogoti pundi-pundi rupiah yang sudah ku kumpulkan dari pagi ketemu pagi. Untung saja saat itu sudah berpacaran dengan Mas Damar. Dia pria yang sangat baik, tutur kata nya begitu lembut dan selalu siaga melindungi aku dari mereka bertiga.
Namun, siapa sangka? Pria baik yang sangat aku percaya itu, pria baik yang membuat aku bersedia menikah dengan nya saat itu, kini tega menusuk ku? Tega menghempas kepercayaan seluas langit milikku ini ke dasar jurang?
Diperlakukan bagai sampah oleh keluarga sendiri dan keluarga suami, di tambah dengan suami menikah lagi? Ah, sudah serusak apa mental ku? TENTU SAJA RUSAK PARAH.
Dan ... kini aku kehilangan arah. Ini bukan tentang aku wanita yang lemah, tapi tentang aku yang ditusuk berkali-kali tanpa henti.
Tapi, pada akhirnya aku mengerti kenapa aku bisa sampai di titik terendah saat ini. Itu semua karena kesalahan ku sendiri, karena aku lah yang mengizinkan mereka untuk menyakiti ku sampai se-dahsyat ini.
Aku Hanabi Lyxia, mulai hari ini ... ku pastikan tak akan ada lagi satupun kata-kata dari mereka yang akan menggetarkan kaki ini, meneteskan air mata ini, juga merusak mental ini. Bagaimana jika aku memulainya dengan ibu mertua?
"Kau?! Kau sengaja ya ingin melukai aku?!" Suara Ibu melengking, beliau masih setia duduk di lantai.
"Haduh, Bu. Suudzon amat jadi orang, Ibu sendiri loh yang tiba-tiba nyeruduk masuk pas aku membuka pintu." Aku mengulas senyuman yang amaaaaat manis.
Ibu beranjak berdiri, sesekali tangannya membersihkan pakaiannya dari debu-debu nakal.
"Kamu pikir aku bodoh? Hah?!" Ibu berkacak pinggang, wajahnya angkuh nian.
'Ya emang bodoh,' sahut ku di dalam hati.
"Dari tadi aku panggil-panggil, kamu gak keluar-keluar! Giliran aku ancam dobrak pintu? Kamu langsung melancarkan aksi busukmu itu, dasar menantu sialan!" suara Ibu semakin lantang.
"Sama," sahutku.
Ibu mengernyitkan keningnya. "Sama apa?"
"Sama, Ibu juga mertua sialan," jawabku enteng.
"A-apa katamu?!" tiba-tiba saja Ibu tergugu tergagap.
Ibu melayangkan tangannya di udara, sudah jelas ia ingin menampar pipi ku yang selalu rutin dipoles dengan skincare mahal ini.
Sontak saja aku juga melayangkan tangan di udara setinggi-tingginya, dia tampar? Ku balik tampar lah! Enak saja, aku tidak mau mengalah lagi!
Saat aku melayangkan tangan di udara, aku menangkap ada getar di bola mata ibu. Ah, ternyata dia tau takut juga? Buktinya, tangan keriput itu terpaku di atas sana.
Grep! Aku mencengkram telapak tangan ibu yang masih setia melayang-layang. Dengan penuh paksa, aku menurunkan tangan beliau.
Tepat setelah adegan itu, Mas Damar menghampiri kami, Mbak Dinar dan Tuti mengekor di belakangnya.
'Oh, ada yang ngadu? Cih!' batin ku.
Melihat Mas Damar mendekat, ibu memasang raut wajah sedih.
"Damar, lihatlah wanita ini, Damar. Dia mengata-ngatai ibu mertua sialan, bahkan dia nyaris menampar ibu!"
"Benar kata Ibu, Dek. Mbak dan Tuti juga dengar wanita ini menyebut Ibu kita mertua sialan." Telunjuk Mbak Dinar mengacung ke arah ku.
Mas Damar menatap ku dengan sorot mata tajam. Ini pertama kalinya Mas Damar menunjukkan ekspresi seperti itu.
"Tentu saja itu benar," jawabku, lalu melempar tatapan sinis pada Mbak Dinar. "Tapi, apakah kalian tuli? Jelas-jelas ibu kalian lah yang memanggil ku menantu sialan terlebih dahulu."
"Hey, mandul! Mulutmu itu y-"
"Mandul teriak mandul, lucu deh!" Aku memotong hinaan Mbak Dinar. Bola mata kakak iparku itu seketika mendelik.
"Apa kata mu? Aku mandul?" Kedua jemari Mbak Dinar mengepal erat.
"Mbak juga belum memiliki keturunan sampai-sampai Mas Akmal menceraikan mu, itu fakta bukan?" sinis ku.
"HANA! STOP!" bentak Mas Damar, wajahnya merah padam.
Tiga wanita di belakang tubuh kekar Mas Damar, tersenyum senang.
Aku tertawa kencang, lalu menatap mereka berempat dengan tatapan mengejek.
"4 lawan 1?"
Mas Damar meraup kasar wajahnya, aku tau, dia tengah serba salah.
"Sekarang, ke inti nya saja. Ada apa Ibu sampai mendobrak pintu kamar ku?" Aku menatap ibu mertua dengan sinis.
"Mendobrak?" alis Mas Damar terangkat satu.
"I-itu loh, Damar. Ibu udah ketuk berkali-kali, tapi, Hana gak menggubris."
"Aku sedang tidur," jawab ku tenang.
"Tapi ini sudah siang, Hana!" Ibu mulai unjuk gigi.
"Biasanya kalian juga bangun siang di saat aku bangun pagi, apa aku pernah protes? Apa salahnya jika sesekali aku ingin bangun siang?"
Ibu semakin menatapku tak suka.
"Tapi, kamu seorang istri! Kamu gak lihat? Dapur berantakan! Sarapan belum di siapkan! Istri macam apa kamu?"
"Apa hanya aku satu-satunya istri di rumah ini?" Aku melemparkan tatapan sinis pada Tuti, hingga adik sepupu ku itu gelagapan.
Ibu unjuk gigi? Aku unjuk taring.
"Tuti juga seorang istri bukan? Apakah semua yang Ibu keluhkan tadi hanya bisa dikerjakan oleh istri pertama saja? Berilah Tuti kesempatan untuk membuktikan bahwa ia juga layak menjadi istri yang baik untuk Mas Damar dan juga bermanfaat untuk keluarga suaminya. Jadi istri itu bukan tentang bisa memberi keturunan saja, tapi, mengurus suami beserta atap tempat tinggalnya juga sebuah kewajiban," jelasku penuh penekanan.
Kali ini, ku pandang lekat-lekat bola mata Tuti yang masih penuh belekan. Raut wajah wanita itu terlihat sangat jengkel. Aku sangat tau, Tuti itu seorang anak yang manja. Dia tak dapat di andalkan dalam pekerjaan rumah tangga. Dan kini, aku melemparkan pekerjaan rumah ini padanya? Tentu saja ia kesal luar biasa.
Pandangan mata ini, ku alihkan pada ibu yang tengah menatapku sengit. Dada nya terlihat kembang kempis, apakah beliau asma?
"Jadi, kamu mau ongkang-ongkang kaki di rumah ini?!" tanya Ibu dengan raut wajah judes.
"Kalau iya, kenapa? Gak boleh aku ongkang-ongkang kaki di rumah ku sendiri?" Aku tak mau kalah.
"Dasar kamu ya, menantu gak guna!" hardik Ibu padaku.
"IBU!" Mas Damar kini membentak Ibu.
"Diam kamu, Damar! Jangan ikut campur! -- Hey, mandul ... omong kosong apa yang kau katakan? Rumah mu? Kau itu hanya menumpang di sini, ini tanah ku, dasar gak tau diri. Sekarang juga, kau kerjakan semua pekerjaan yang terbengkalai itu! Jika kau masih menolak, silahkan angkat kaki dari rumah ini! Aku gak butuh wanita mandul tak berguna seperti mu!"
'Ha ... ha ... apa-apaan ini? Beliau berani mengusirku?!' jerit batin ku.
*
*
*
tapi tetap semangat y Thor buat cerita ny yg lbih bagus lgi👍😘
lanjutkan pokoknya😆😆😆
bener tuh kata David🤭😆😆😆