Aulia Aisha Fahmi Merupakan sepupu Andika, mereka menjalin cinta tanpa sepengetahuan orang tua mereka. Andika adalah cinta pertama Aulia dan ia begitu mencintainya. Namun, kejujuran Andika pada ayahnya untuk menikahi Aulia ditentang hingga Andika perlahan-lahan hilang tanpa kabar.
Kehilangan Andika membuat Aulia frustrasi dan mengunci hatinya untuk tidak menerima pria lain karena sakit di hatinya begitu besar pada Andika, hingga seorang pria datang memberi warna baru di kehidupan Aulia... Akankah Aulia bisa menerima pria baru itu atau masih terkurung dalam masa lalunya.
Penasaran dengan kisah selanjutnya, yuk ikuti terus setiap episode terbaru dari cerita Cinta untuk sekali lagi 😍
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aninda Peto, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CHAPTER 6
"Aku adalah perempuan pemeluk duka, yang akan selalu menikmati litani dalam setiap keadaan dan menjadikannya upeksha disetiap embusan nafasku, karena aku sadar sebuah harsa adalah ilusi yang selalu memenjara chayaku" Seorang perempuan berdiri dari balik jendela kamarnya yang terbuka lebar, menikmati indahnya lautan gemintang yang memancarkan cahayanya serta Candra berbentuk sabit yang menjadi objek perhatian dari perempuan pemeluk duka di antara bintang-bintang.
Bibirnya membentuk garis senyum. Namun, matanya mengeluarkan buliran bening dengan tatapan sendu ke arah Bumantara. Semakin menarik sudut bibirnya yang mengisyaratkan sebuah senyuman, semakin banyak pula air mata mengalir dari sudut matanya. Tangannya hendak menggapai nabastala hanya untuk memeluknya sekadar mengobati kerinduan. Bagaimana bisa ia melakukannya? Perempuan itu hanya sebutir pasir yang tak bisa disandingkan dengan luasnya langit.
Terkekeh meratapi amor fati yang kejam, di keheningan nisha dan di antara gelapnya bentala, perempuan itu menutup matanya dan merasakan serayu yang menerpa kulit, menikmati dinginnya malam yang semakin menusuk tulang.
"Semakin kutatap Bumantara itu, semakin kau terlihat aksa dalam pandanganku... Ironisnya disetiap aku berusaha untuk melupakanmu, semakin banyak pula bayangan wajahmu yang bermunculan...Oh tuan, kau sungguh kejam"
Kilas Balik
"Besok aku sudah tak bersamamu, dan malam ini adalah malam terakhir kita... Aku ingin menghabiskan malam panjang ini berduaan denganmu" Ucap seorang pria yang tengah menatap perempuan yang hanya mengenakan sarung berbahan merah. Keduanya duduk di bibir sungai menikmati instrumen musik alami yang diciptakan oleh air sungai yang mengalir lembut.
Perempuan itu menunduk. Namun, terlihat sudut bibirnya terangkat tipis dan terkekeh kecil seakan menertawakan kegilaan pria di sampingnya. Ia mendesah berat dan mencengkeram kuat tangannya. Kepalanya mendongak, menatap pria di sampingnya, ia pun menggeleng pertanda ia tak menyetujui ajakan pria itu.
"Untuk apa menghabiskan malam panjang bersamaku, jangan membuang-buang waktu dengan perempuan yang tak penting ini... Sudahlah, bukankah kita sudah mengakhirinya, untuk apa meneruskan hubungan yang tak memiliki harapan" Jawab perempuan itu dengan nada sendu. Namun tegas. Andika yang mendengarnya menundukkan kepala, menyadari bahwa apa yang dikatakan Aulia, benar adanya.
Namun, siapa yang bisa mengontrol hati, tak seorang pun bisa melakukannya. Itu adalah sesuatu yang berada di luar kendali manusia. Orang-orang mengatakan bahwa rasa sakit itu akan terasa ketika dia menerimanya begitu pula dengan cinta dan rindu. Bagaimana caranya? Sementara orang-orang yang berada di fase asmara dan terluka sulit melakukannya.
"Sudah kubilang kamu adalah satu-satunya perempuan yang akan menjadi pengisi hatiku, dan tak seorang pun bisa menggeser posisi itu darimu... Kita memang tidak ditakdirkan bersama tapi kita ditakdirkan untuk menciptakan sebuah karya cinta yang akan dibaca oleh jutaan manusia dan akan selalu dikenang... Cinta kita akan selalu dikenang oleh mereka para pembaca" Ujar Andika panjang lebar, menjelaskan dengan penuh ketulusan tentang perasaannya yang juga terasa sakit.
Aulia menggeleng, ia tak mau lagi berbasa-basi dengan Andika. Lebih baik segera membersihkan diri dan pulang. Masih ada hal yang penting dikerjakan daripada menghabiskan waktu yang tak ada manfaatnya.
"Untuk apa mengenang kisah memilukan, yang ada hanya menorehkan luka"
Andika hanya menatap sendu perempuannya itu, mereka adalah insan yang tak bisa bersama, bukan waktu ataupun ruang yang memisahkan melainkan peraturan adat yang wajib diikuti. Begitu sakitnya berada di posisi mereka yang harus mengubur cinta dan rindu yang menyiksa. Rindu yang tak akan pernah tersampaikan walau lewat angin sekali pun, sebab terdapat tembok besar yang menghalangi pesan rindu itu.
Rumah Aulia berada di lingkungan sekolah SDN 2 Tiang Bendera, mereka tinggal di rumah dinas yang memiliki empat kamar, kamar orang tuanya terletak di ruang tamu yang berdekatan dengan pintu utama, sementara kamar Aulia berada di depan ruang keluarga yang berdampingan dengan kamar orang tuanya, sementara kamar lainnya adalah kamar yang disiapkan untuk kepala sekolah jika ingin beristirahat dan gudang yang berisi barang-barang sekolah.
Namun, kamar kepala sekolah ditinggali sementara waktu oleh Andika, karena pemiliknya berada di luar kota.
Selain menjadi petani, ayah Aulia bekerja sebagai penjaga sekolah yang bertugas merawat bunga-bunga dihalaman kelas dan memangkas rumput jika sudah tinggi. Selain itu ayah Aulia juga merawat ayam milik kepala sekolah dan dibangun kandang ayam di lingkungan sekolah. Namun berjauhan dengan kelas serta merawat kebun lemon dan pisang.
Jarak SDN 2 Tiang Bendera berada jauh dari perkampungan hanya sedikit rumah yang berjarak lima puluh meter dari sekolah tersebut. Di kampungnya itu terdapat dua SD, satu SMP dan satu SMA.
Kampung Tiang Bendera dulunya adalah sebuah Pulau yang tak berpenghuni, suatu ketika ada seorang penjelajah yang berasal dari Sulawesi tenggara ingin mencari tempat baru untuk dihuni yang sumber daya alamnya sangat baik. Karena dulu, di Sulawesi tenggara, mereka mengalami kesulitan untuk bertahan hidup karena tanah yang dimilikinya tidaklah subur.
Hingga tibalah penjelajah itu sampai di sebuah Pulau tak berpenghuni dengan mengandalkan perahu layarnya yang berukuran sedang. Kemudian, orang tersebut mendapati bahwa tanah di pulau itu sangat subur dan memutuskan untuk tinggal di sana beberapa waktu.
Orang itu mulai memangkas rumput dan pohon-pohon yang menjulang tinggi, ia mulai menanami berbagai macam buah-buahan, sayuran dan tanaman singkong yang mendominasi kala itu. Setelah membangun rumah, dan menjemput keluarganya yang berada di Sulawesi tenggara untuk pindah ke pulau Maluku.
Dan kini, sudah banyak orang yang tinggal di kampung tersebut dengan berbagai macam tanaman serta kehidupan yang damai dan kebutuhan yang serba berkecukupan. Orang itu kemudian menikah dengan perempuan yang berasal dari sukunya dan melahirkan dua anak laki-laki, dan salah satu anak laki-lakinya menikahi dua perempuan bersaudara dan pria itu adalah kakek Aulia dan juga Andika.
Bisa dibilang bahwa nenek moyang Aulia dan Andika adalah sosok yang sangat dihormati dikalangan masyarakat setempat, juga merupakan orang yang menemukan pulau tersebut untuk dijadikan tempat tinggal.
Itulah sebabnya orang-orang di seluruh kampung itu merupakan satu keluarga besar, karena pada zaman dulu, pernikahan dengan beberapa istri atau pernikahan dengan saudari istrinya atau sepupu jauh masih diperbolehkan dan menjadi hal umum di kalangan masyarakat dulu.
Namun, pernikahan antara sepupu pertama sangat dilarang keras, dan akan menyebabkan mala petaka bagi rumah tangga mereka. Kini, Andika dan Aulia merasakan hal tersebut.
Entah bagaimana proses cinta di antara sepupu bisa terjadi bahkan semakin erat di antara keduanya. Cinta yang tak disengaja dan tak disangka-sangka menjadikan mereka asing seakan belum pernah ada hubungan yang terjalin sedikit pun. Aulia bersikeras menutup pintu hatinya rapat-rapat, bukan munafik. Namun, ia merasa kesulitan untuk mengakhiri perasaan cinta itu, dan ia berharap ia dapat menyudahinya sesegera mungkin.
Cintanya sungguh menyiksa batin, ketika ia melihat hubungan orang lain yang dipenuhi dengan kebahagiaan dan ribuan cinta membuatnya sedikit iri. Ia berharap ia bisa merasakan kebahagiaan cinta sesungguhnya, cinta yang membawa kedamaian, serta cinta sederhana oleh seorang pria, yang entah siapa itu. Masih menjadi misteri tentang kisah percintaannya, entah ia akan kembali merasakan cinta atau tidak akan sama sekali.
"Aku adalah perempuan pemeluk duka, dapatkah aku merasakan cinta yang membahagiakan? Cinta yang membawa ketentraman?" Perempuan yang memiliki kornea mata berwarna coklat itu hanya meratap sendu mengharapkan cinta dan perjuangan dari seorang pria tulus, bukanlah pecundang yang pasrah dengan aturan.
.
.
.
.
Lanjut part 7