Zanaya sangat tergila-gila pada Revan sejak dari mereka duduk di bangku sekolah, bahkan dia menyuruh orang tuanya menjodohkan keduanya, siapa sangka itu menjadi petaka untuk dirinya sendiri.
Dengan kedua bola matanya sendiri, dia melihat sang suami menodongkan pistol ke arahnya yang dalam keadaan hamil besar, disampingnya seorang gadis bergelayut manja tersenyum menyeringai ke arahnya.
"Ada pesan terakhir zanaya?" Tanyanya dingin.
Zanaya mendongak menatap suaminya dengan penuh dendam dan benci.
"Jika ada kehidupan kedua, aku tak akan mencintai bajingan sepertimu. Dendamku ini yang akan bertindak!" Ucapan zanaya penuh penekanan.
Dor! Dor! Dor!
Tiga tembakan melesat ke arah wanita cantik itu tepat di kepalanya, membuatnya terjatuh ke dasar Danau.
Saat membuka mata, dirinya kembali ke masa lalu, masa dimana dia begitu bodoh karena tergila-gila pada Revan
Tapi setelah mengalami reinkarnasinya, ada takdir lain yang akan menantinya. Apakah itu, silahkan baca!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yulianti Azis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Balasan Bagi Pengkhianat
"Bagaimana kalau kita bedah tapi jangan bius?" usul Zanaya menyeringai
Dokter Allen mengerucutkan bibirnya "Kenapa?" Zanaya mengernyit heran.
"Kamu itu, tidak boleh lebih psikopat dari aku! Pokoknya aku yang harus lebih psikopat" balasnya membuat Zanaya mencibir.
Mereka mulai membedah tubuh kepala pelayan itu tanpa anestesi setelah mereka mengikat tangan dan kakinya.
Jeritan kesakitan membuat para pekerja di dalam sel merinding mendengarnya, mereka bahkan beringsut memundurkan tubuhnya ke dinding sel. Pengawal bahkan gemetar melihat kedua orang itu sangat santai.
"Terus teriak lagi, suaramu sangat bagus!" kata Dokter Allen menyeringai.
"To-long hen-tikan!" lirihnya
"Apa! Kau sangat suka, baiklah!" seru dokter Allen bertambah semangat, mereka memindahkan semua org*n dalam yang sudah diambil lalu disimpan ditempat khusus.
"Makanya jadi orang harusnya bersyukur" nasehatnya, "Udah di tampung dan diberi kerjaan ya setia. Eh, malah berkhianat," celoteh Dokter Allen menggelengkan kepalanya, orang-orang yang mendengarnya tertohok atas ucapan sang dokter.
"Dokter lanjutkan saja! Aku mau kasih oleh-oleh dulu sama mereka, supaya mereka tidur nyenyak," ujar Zanaya berlalu tanpa menunggu jawaban sang dokter.
"Ck, kok aku di tinggal sih! Mana udah enggak seru. Nih orang udah mati saja sih, masa' cuman org*n nya di ambil langsung is dead," Dokter Allen menggerutu, memanyunkan bibirnya layaknya anak kecil.
Zanaya yang berada diruang samping mencibir, "Dasar psikopat sejati." ucapnya yang masih didengar dokter Allen.
"Wah suatu kehormatan mendapatkan gelar itu," sahutnya dari ruangan sebelah dengan tersenyum manis, membuat penjaga bergidik ngeri 'orang dikatain psikopat kok seneng, emang dasar psikopat' kata penjaga dalam hati.
Zanaya tiba di sel yang berbeda, melihat itu mereka beringsut mundur, takut mereka menjadi korban selanjutnya.
Zanaya melihat seorang pelayan, pelayan yang dulu dengan sengaja menyiramnya dengan air panas tepat di tangan kanannya saat akan memberikan hukuman, malah dia yang di tampar oleh Revan suami bejatnya dulu.
Sebab Fani lah yang selalu melindungi pelayan ini, dia juga yang sering mencuri gaunnya, bahkan menghinanya terang-terangan.
"Bawa pelayan itu ke sebelah!" titahnya pada penjaga, pelayan itu mulai ketakutan dia bahkan berontak tapi tenaganya tak cukup kuat
"Kumohon jangan," lirihnya dengan suara ketakutan, apalagi saat melihat Zanaya mengambil pisau daging.
"Ikat badannya di kursi dan letakkan tangannya di meja!" Para penjaga mengikuti kemauan nona mudanya.
Tak!
Sebuah pisau daging menancap di atas meja membuat pelayan itu gemetar ketakutan bahkan penjaga pun meneguk ludahnya kasar.
"Bagaimana apakah kau siap?" tanya Zanaya dengan suara dingin, membuat suasana mencekam.
Tak ada sahutan, Zanaya kemudian menarik pisau daging itu, lalu mengarahkan pada jari pelayan itu, suara teriakan menggema saat satu jari putus dari tempatnya.
"Aaaaa ... "
"Ka-kau ke-jam," lirihnya dengan kilat kebencian dimata pelayan itu.
"Oh, aku kejam? Coba jelaskan siapa paling kejam? Aku kejam karena membalas perbuatan kalian sedangkan kalian, kalian sudah diberi tempat tinggal di gaji serta di perlakukan dengan manusiawi tapi kalian mencoba membunuh orang yang menolong kalian dengan meracuni," jelas Zanaya membuat pelayan itu bungkam seribu bahasa.
"Bahkan anjing saja tidak menggigit tuannya, tapi kalian lebih menjijikkan dari binatang" desisnya penuh dendam.
Tak! Tak! Tak!
Zanaya memotong-motong jar* pelayan itu satu persatu dengan santai, membuat siapa saja yang mendengarnya merinding. Bahkan pelayan itu berulangkali pingsan tapi di bangun kan lagi dengan menyiram jar*nya yang terpotong dengan jeruk nipis plus garam .
Darah terciprat di wajah cantiknya, terlihat seperti iblis cantik. Puas dengan memotong semua jarinya, dia menyuruh pengawal untuk mengobati agar tidak cepat mati.
"Well, sepertinya kau sangat menikmatinya," ujar dokter Allen bersedekap dada dengan senyum manisnya.
"Apa dokter telah selesai?" tanyanya balik tanpa menghiraukan ucapan sang dokter, berlalu meninggalkan sel itu.
"Ck, kau sungguh dingin!" dokter Allen berdecak sebal, "Kalau kau seperti ini, tidak ada pria yang menyukai mu," nasehatnya sok bijak, mengikuti langkah Zanaya keluar dari penjara bawah tanah.
"Sepertinya aku tak perlu menikah," Dokter Allen melotot tidak percaya, "Bukankah seharusnya dokter yang terlebih dahulu yang mencari jodoh sebelum menjadi perjaka tua" sambungnya lagi santai dengan nada ejekan.
Dokter Allen mendengus, "Ck, tak berkedip pun, wanita langsung datang padaku," ujarnya percaya diri yang hanya di abaikan Zanaya.
"Ck, Dasar gadis beku!" gerutu dokter Allen saat Zanaya naik ke atas lantai 3.
Hingga sebuah suara mengagetkannya "Bersihkan dirimu lalu kita makan siang bersama!" ajak Kakek Gerald yang sudah ada dibelakang dokter Allen.
"Baik tuan," Dokter Allen membungkuk hormat berlalu ke kamar yang sudah disediakan untuknya.
Kakek Gerald menggeleng pelan, sudah berapa kali dia menegur Dokter Allen agar memanggilnya kakek tapi Dokter Allen tidak mau. Dia merasa sungkan.
Zanaya membuka pintu kamarnya, mendapati Azay yang sedang berjoget tidak jelas dengan musik keras yang Zanaya tahu dari Korea. Jangan lupa Zanaya selama pelatihan tertutup dia juga belajar beberapa bahasa asing.
"Apa yang kau lakukan?" Zanaya mengernyit keningnya heran melihat tingkah penjaga ruang ini makin hari makin bikin pusing.
Azay mematikan musiknya, "Ini nona, Azay belajar dance dari girls band korea yang lagi viral itu, baby monster nama grupnya, membernya cantik-cantik lagi," cerocos Azay dengan gaya alay nya. Azay bisa menyentuh benda apapun tapi dia tak terlihat oleh orang lain.
"Terserahlah, tapi jangan sampai membuat orang-orang takut," ancam Zanaya, yang di angguki mengerti. Azay kembali menekan play lalu melanjutkan dance nya.
Zanaya berlalu ke kamar mandi membersihkan diri dari darah yang terkena di tubuhnya.
Setelah keluar dari kamar mandi terdengar ketukan pintu.
"Yah, Mah?" Zanaya menyembulkan kepalanya, yang terlihat rambutnya masih basah.
"Ayo kita makan siang!" Zanaya mengangguk "Sejak kapan kamu suka lagu Korea?" tanya mama Liona mengernyit heran.
"Sejak tadi Ma. Yah, udah Zay keringkan rambut dulu," Tanpa menunggu jawaban sang mama Zanaya menutup pintu. Mama Liona berlalu meninggalkan kamar sang putri.
"Nona kenapa?" tanya Azay polos, melihat wajah masam gadis cantik itu.
"Gara-gara kamu nih, jadinya mama nanya sejak kapan aku suka lagu Korea," jawabnya mendelik sinis ke arah Azay.
"Yah, enggak apa-apa lah. Lagipula, juga bagus tahu lagunya," sahutnya tak merasa bersalah, membuat Zanaya mendengus.
Di meja makan sudah formasi lengkap plus dokter Allen, sambil menunggu Zanaya.
"Mama yang masak kali ini?" tanya Zanaya pasalnya para pelayan semuanya di penjara.
"Iya, ayo makan! Allen makan yang banyak yah nak," sahut mama Liona membuat dokter Allen mengangguk senang,
Di keluarga Dixon, dia sangat di perlakukan dengan baik. Bahkan di anggap anak, hal yang tak pernah didapat dari kedua orang tuanya. Mereka makan dengan khidmat tanpa adanya pembicaraan.
"Zay motor sport kamu udah ada didepan," ucap sang papa saat mereka telah berada di ruang keluarga setelah makan siang.
"Benarkah Pah?" Mata Zanaya berbinar, melihat sang papa mengangguk, "Kalau begitu, Zanaya mau lihat, ah." Dia bergegas keluar rumah membuat semua orang menggeleng.
Ternyata sebuah motor sport keluaran terbaru dengan warna hitam dan ada putihnya juga, sedangkan motor sang kakak berwarna hitam plus merah.
Zanaya mengelus motornya itu, setelah itu dia kembali ke ruang keluarga, berlari memeluk sang papa, "Makasih Papaku sayang".
Semua tingkah laku Zanaya tidak luput dari pengamatan Dokter Allen, dia menyimpulkan Zanaya jika berada di tengah-tengah keluarga dia ceria tapi di luar dia dingin.
kereen abis