Elle, seorang barista di sebuah kedai kopi kecil di ujung kota, tanpa sengaja terlibat perselisihan dengan Nichole, pemimpin geng paling ditakuti di New York. Nichole menawarkan pengampunan, namun dengan satu syarat: Elle harus menjadi istrinya selama enam bulan. Mampukah Elle meluluhkan hati seorang mafia keji seperti Nichole?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Absolute Rui, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 27: Janji Cinta
Sebuah aula besar di jantung kota dihias dengan megah. Lampu-lampu kristal menggantung dari langit-langit, memantulkan cahaya hangat yang menambah kesan romantis di ruangan itu. Meja-meja bundar tertata rapi dengan taplak putih dan rangkaian bunga mawar merah muda dan putih menghiasi setiap sudut. Suara musik lembut dari orkestra memenuhi udara, menciptakan suasana yang sempurna untuk pernikahan yang akan dikenang selamanya.
Nichole berdiri di balik pintu besar yang mengarah ke aula utama, mengenakan gaun pengantin putih panjang yang elegan. Gaun itu memiliki renda halus di sepanjang lengan dan punggung terbuka yang memperlihatkan sisi anggun sekaligus memancarkan kepercayaan dirinya. Rambutnya disanggul dengan beberapa helai dibiarkan tergerai, dihiasi mahkota kecil yang berkilauan.
Di depannya, Elle berdiri dengan senyuman penuh cinta, mengenakan gaun pengantin yang tidak kalah memukau. Gaunnya berpotongan A-line, sederhana namun elegan, dengan detail mutiara di sepanjang pinggangnya. Rambut hitamnya dibiarkan tergerai dengan ikal lembut, memberikan kesan natural namun menawan.
“Siap?” tanya Nichole dengan suara lembut, menatap Elle dengan mata yang penuh kasih sayang.
Elle mengangguk, tetapi matanya berkaca-kaca. “Aku bahkan masih tidak percaya ini nyata. Setelah semua yang kita lalui…”
Nichole menyentuh pipi Elle dengan lembut, membisikkan, “Ini nyata. Aku di sini, kau di sini, dan ini adalah awal dari semuanya. Tidak ada lagi yang bisa memisahkan kita.”
Elle tersenyum, lalu menggenggam tangan Nichole dengan erat. Bersama, mereka melangkah memasuki aula.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Saat Nichole dan Elle berjalan menyusuri lorong menuju altar, seluruh tamu yang hadir berdiri dan memberikan tepuk tangan hangat. Di antara mereka ada wajah-wajah yang sudah akrab: Victor, yang tersenyum bangga dari barisan depan, dan beberapa sekutu lama yang kini terlihat lebih damai tanpa senjata di tangan mereka.
Langkah mereka perlahan, namun penuh makna. Nichole bisa merasakan tangan Elle yang gemetar, tetapi ia menenangkan pasangannya dengan genggaman yang lembut. Saat mereka akhirnya tiba di altar, pendeta tersenyum hangat dan mulai mengucapkan kata-kata yang telah dinantikan semua orang.
“Saudara-saudari sekalian, kita berkumpul di sini untuk merayakan persatuan dua jiwa yang saling mencintai, Elle dan Nichole, yang telah memilih untuk menghabiskan sisa hidup mereka bersama.”
Nichole menatap Elle, dan seolah-olah dunia di sekitar mereka menghilang. Hanya ada mereka berdua, berdiri di depan altar, siap mengucapkan janji yang akan mengikat mereka selamanya.
“Elle,” Nichole memulai, suaranya sedikit gemetar. “Aku tidak pernah tahu apa itu cinta sampai aku bertemu denganmu. Kau mengajarkanku arti keberanian, kesetiaan, dan harapan. Denganmu, aku merasa utuh. Hari ini, aku berjanji untuk selalu melindungimu, mencintaimu, dan mendukungmu, dalam setiap langkah yang kita ambil bersama.”
Air mata Elle mulai mengalir, tetapi ia tersenyum lebar. “Nichole,” ia membalas, suaranya lembut namun penuh emosi. “Kau adalah cahaya di tengah gelapku, tempatku merasa aman dan dicintai. Aku berjanji untuk selalu berada di sisimu, melalui suka dan duka, untuk mencintaimu dengan seluruh hatiku, sekarang dan selamanya.”
Setelah mereka saling bertukar cincin, pendeta tersenyum hangat. “Dengan ini, aku menyatakan kalian sebagai pasangan suami-istri. Nichole, kau boleh mencium pasanganmu.”
Nichole melangkah mendekat, memegang wajah Elle dengan kedua tangannya, lalu mencium bibirnya dengan lembut. Tepuk tangan dan sorak-sorai tamu menggema di seluruh aula, namun bagi mereka berdua, hanya ada keheningan manis di dunia kecil mereka.
Setelah upacara selesai, pesta pun dimulai. Tamu-tamu menari, menikmati makanan mewah, dan saling bertukar cerita. Namun, di tengah semua kemeriahan itu, Nichole dan Elle memutuskan untuk melarikan diri ke taman kecil di belakang aula.
Di bawah sinar bulan yang redup, mereka duduk di sebuah bangku taman, saling menggenggam tangan. Angin malam yang sejuk membawa aroma bunga melati, menambah keintiman di antara mereka.
“Bagaimana rasanya menjadi istriku sekarang?” tanya Nichole dengan senyuman nakal.
Elle tertawa kecil, menyandarkan kepalanya di bahu Nichole. “Rasanya… seperti mimpi. Tapi kalau ini mimpi, aku tidak ingin bangun.”
Nichole mengusap lembut rambut Elle, lalu menatapnya dengan penuh cinta. “Aku juga merasa seperti itu. Setelah semua yang kita lalui, aku hanya ingin menghabiskan sisa hidupku membuatmu bahagia.”
Elle mengangkat kepalanya, menatap mata Nichole. “Kau sudah membuatku bahagia, Nichole. Setiap detik bersamamu adalah hadiah.”
Nichole tersenyum, lalu mendekatkan wajahnya ke Elle. Ciuman mereka kali ini lebih mendalam, penuh gairah yang selama ini terpendam. Elle merasakan tangannya ditarik ke dalam pelukan Nichole, dan ia tidak menolak.
Namun, di tengah gairah itu, Nichole tiba-tiba berhenti. “Elle… aku tidak ingin terburu-buru. Aku ingin ini menjadi spesial untukmu.”
Elle tersenyum, lalu menyentuh pipi Nichole dengan lembut. “Semua yang kita lakukan bersama sudah spesial, Nichole. Aku percaya padamu.”
Dengan penuh kelembutan, mereka saling membiarkan diri hanyut dalam cinta mereka, di bawah sinar bulan yang menjadi saksi dari awal baru yang indah.
Malam itu, setelah pesta selesai dan semua tamu pulang, Nichole dan Elle kembali ke kamar suite mereka di hotel. Kamar itu dihiasi dengan lilin-lilin kecil dan kelopak bunga mawar yang tersebar di atas tempat tidur.
Nichole menggendong Elle melewati pintu, membuat Elle tertawa kecil. “Nichole, kau tahu ini sangat klise, kan?”
Nichole tersenyum nakal. “Tapi kau menyukainya, kan?”
Elle mengangguk, wajahnya memerah. “Ya, aku menyukainya.”
Nichole menurunkan Elle dengan hati-hati ke tempat tidur, lalu duduk di sebelahnya. Mereka saling memandang dalam diam untuk beberapa saat, sebelum Elle memecah keheningan.
“Aku mencintaimu, Nichole.”
Nichole meraih tangan Elle, menggenggamnya erat. “Aku juga mencintaimu, Elle. Lebih dari yang bisa kuungkapkan dengan kata-kata.”
Malam itu menjadi malam yang penuh keintiman dan cinta, mengukuhkan hubungan mereka yang tidak lagi berdasarkan kontrak, tetapi cinta sejati. Di tengah ketenangan malam, mereka berdua akhirnya menemukan rumah yang sesungguhnya: satu sama lain.
...THE END...
Aku membaca sampai Bab ini...alurnya bagus cuma cara menulisnya seperti puisi jdi seperti dibuat seolah olah mencekam tpi terlalu..klo bahasa gaulnya ALAY Thor...maaf ya 🙏...Kisah yg melatar belakangi LN dn itu soal cium" ketua mafia hrsnya lebih greget ngak malu"... klo di Indonesia mungkin sex tdk begitu ganas krn kita mengedepankan budaya timur..ini LN sex hrnya lbih wau....dlm hal cium mencium..ini mlah malu" meong 🤣🤣🤣🤣🤣