Ruby Lauren dan Dominic Larsen terjebak dalam pernikahan yang tidak mereka inginkan.
Apakah mereka akan berakhir dengan perpisahan? Atau sebaliknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon PenaBintang , isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Fakta Baru
"Nyonya Ruby, apa Nona Angelic menitipkan sesuatu padamu?" tanya Amora.
"Umm....." Ruby terlihat bingung menjawabnya.
Amora tersenyum padanya. "Nyonya, berikan padaku barang itu. Kau tidak perlu khawatir, itu hanyalah obatku."
Ruby terlihat terkejut. "Jadi, itu obat untukmu?"
Amora mengangguk dengan tenang. "Benar, Nyonya. Tolong berikan padaku."
Meskipun Amora mengatakan bahwa cairan hijau itu adalah obatnya, tetap saja Ruby merasa tidak percaya. Namun, dia tidak mungkin terus menyimpannya, apalagi Amora sudah meminta.
"Tunggu sebentar, aku akan mengambilnya," kata Ruby. Tanpa menunggu jawaban dari Amora, Ruby segera pergi ke kamarnya.
Ruby mengambil botol berisi cairan hijau itu, kemudian dia membawanya keluar dan memberikannya kepada Amora.
"Terima kasih, Nyonya," ucap Amora, tersenyum hangat kepada Ruby. Setelah itu, Amora melangkah pergi, meninggalkan Ruby sendiri.
Ruby menghela nafasnya. "Bagaimana jika Amora berbohong? Tapi.... aku juga tidak mungkin terus menyimpan botol itu, Angelic pasti sudah memberitahukan kepada pelayannya."
Ruby kini merasa menyesal karena tidak menukar cairan hijau itu dengan air biasa yang diberi pewarna hijau. Dia merasa takut jika cairan itu benar-benar racun mematikan.
"Aku harus hati-hati. Jika cairan itu racun, aku tidak tahu siapa yang ingin mereka racuni," gumam Ruby.
Ruby lalu melihat Robin. Dia mendekati pria itu, namun langkah Robin sangat cepat menuju halaman belakang mansion.
"Robin, tunggu!" teriak Ruby memanggilnya.
Robin menghentikan langkahnya. Dia berbalik dan menatap Ruby yang berjalan mendekat. Robin merasa heran mengapa Ruby tiba-tiba memanggilnya.
"Robin, ada yang ingin aku tanyakan padamu," kata Ruby, setelah dia berdiri di hadapan Robin.
Robin mengerutkan keningnya. "Apa ingin kau tanyakan, Nyonya?"
"Ini tentang Dominic. Aku perlu tahu segalanya tentang suamiku," ungkap Ruby.
Robin langsung memandang ke sekeliling. Kemudian dia menatap kembali Ruby. "Jika ingin bertanya tentang Tuan Dom, di sini bukanlah tempat yang aman."
Ruby mengerutkan keningnya, heran dengan ucapan Robin. "Lalu, harus di mana?"
Robin menghela nafasnya. "Katakan pada Tuan Dom kau ingin pulang sebentar ke rumah orang tuamu. Aku akan mengantarmu, dan kita bicarakan di dalam mobil saja."
"Baik," sahut Ruby, diakhiri senyum sumringah. Dia merasa bahagia karena bisa kembali ke rumah orang tuanya sekarang. "Tapi Dominic tidak akan marah bukan? Biasanya dia tidak suka aku bicara dengannya."
"Coba saja bicara padanya, Nyonya," ucap Robin. Ruby hanya menanggapi dengan anggukan.
*
Ruby mengetuk pintu di ruangan buku. Namun, sudah beberapa kali dia mengetuk pintu, tidak ada jawaban sama sekali dari Dominic.
"Apa aku masuk saja?" gumam Ruby.
Ruby memutar gagang pintu, lalu dia membuka pintu itu perlahan. "Dominic." Suaranya yang lembut memanggil nama suaminya, namun tetap tak ada jawaban.
"Di mana dia?" gumam Ruby.
Ruby melangkah semakin dalam di ruangan buku itu. Dia lalu menemukan Dominic dan berdiri terpaku di depan suaminya yang hanya mengenakan boxer. Wajah Ruby memerah, sementara matanya tak bisa berpaling dari pantulan Dominic di cermin. Pemandangan itu rasanya sulit Ruby abaikan. Tubuh Dominic yang penuh tato, terlihat begitu menggoda.
Ruby menelan kasar ludahnya dan bergumam, "Aku baru tahu dia begitu gagah."
Sementara itu, Dominic yang terkejut mendapati Ruby, ekspresinya berubah menjadi amarah dan malu. Dia segera menyambar handuk yang tergeletak di dekatnya dan dengan cepat melilitkannya di pinggangnya.
Langkahnya cepat mendekati Ruby, mata membara menunjukkan rasa terganggu. "Kau!!" serunya dengan suara yang meninggi. Dominic mencengkram lengan Ruby, genggamannya keras menyiratkan kemarahannya. "Kenapa kau masuk tanpa izin!? Aku sudah bilang jangan sembarangan masuk ke ruangan pribadiku, Benalu!" Dominic menggertak sambil mengguncang sedikit tubuh Ruby.
Ruby yang merasa takut dan terintimidasi hanya bisa menunduk, mencoba mencari kata-kata untuk membela diri namun suaranya tercekat di tenggorokan. Atmosfer di ruangan itu tiba-tiba terasa sangat berat, dengan hawa kemarahan yang menguar dari Dominic dan rasa malu serta ketakutan yang memenuhi Ruby.
"Lupakan apa yang kau lihat dan segera tinggalkan ruangan ini!" bentak Dominic, sambil mendorong tubuh Ruby.
"Tu-tunggu," kata Ruby dengan cepat. "A-aku datang ke sini karena mencarimu dan ingin meminta izinmu, aku mau ke rumah orang tuaku."
"Pergilah, jangan pulang lagi ke mansion ini!" ucap Dominic dengan ketus.
Ruby mulai jengkel dan menatap tajam Dominic. Namun, tatapan tajam dari wanita itu tidak terlihat menakutkan, bahkan Dominic merasa sedang ditatap oleh seekor kelinci.
"Tunggu apalagi!? Cepat pergi!" sentak Dominic.
"Kau mengusirku sekarang, aku akan menyumpahimu! Semoga saja kau jatuh cinta padaku dan tidak membiarkan aku pergi dari hidupmu!" ucap Ruby dengan lantang.
"Dasar gila, keluar sekarang! Kau sangat menggangguku!" Dominic kembali mendorong Ruby.
Ruby tertawa. "Kenapa? Kau takut semua ucapanku aka menjadi nyata?" sahutnya dengan nada mengejek. "Dominic, aku cantik bukan? Kau tidak mungkin bisa bertahan lama ketika aku selalu mengganggumu! Kau pasti akan jatuh cinta padaku!!"
Dominic tidak menjawab. Dia sudah sangat jengkel, sehingga langsung menari tubuh Ruby keluar dari ruangan itu dan mengunci pintunya dari dalam.
"Wanita gila!" umpat Dominic.
Sementara itu di depan pintu, Ruby berdiri sambil berkacak pinggang. Lalu, dia menendang pintu itu dengan kuat. "Dasar arogan! Awas saja jika kau sudah jatuh cinta padaku!"
Puas menendang pintu itu, Ruby segera pergi ke kamar dan akan mengambil tas serta ponselnya. Dia lalu segera menghampiri Robin yang sudah menunggunya.
"Robin, aku sudah mendapatkan izin dari kulkas itu. Dia bahkan langsung mengusirku," kata Ruby, seraya masuk ke dalam mobil ketika pintu mobil dibuka oleh Robin.
Robin tertawa kecil mendengar Ruby menyebut Dominic sebagai kulkas. Setelah Ruby duduk di dalam mobil, Dominic segera menutup pintu mobil dan masuk ke kursi kemudi. Dia lalu melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang.
"Jadi........... apa yang ingin kau ketahui tentang Tuan Dom?" tanya Robin, memulai pembicaraan.
"Aku ingin tahu semuanya tentang Dominic. Apa dia pernah jatuh cinta? Apa dia pernah memiliki kekasih? Kenapa sikapnya sangat dingin? Lalu kenapa keluarganya membuangnya. Semuanya, Robin, ceritakan padaku," jawab Ruby, menatap intens Robin melalui spion tengah.
Robin memelankan kelajuan mobilnya. Dia menghela nafasnya sebelum bercerita. "Tuan Dom......... dia pernah jatuh cinta. Tapi wanita itu sudah tiada."
Ruby mengerutkan keningnya. "Sudah tiada? Sudah meninggal maksudmu?"
Robin mengangguk. "Ya, wanita itu meninggal 5 tahun yang lalu. Sejak saat itu, Tuan Dom sudah tidak mau jatuh cinta lagi. Sebenarnya Tuan Dom pernah dijodohkan dengan seorang wanita, 2 tahun yang lalu. Pernikahan mereka hanya bertahan 2 bulan, karena wanita itu lebih memilih bekerja sama dengan keluarga Larsen untuk menyingkirkan Tuan Dom."
Ruby semakin penasaran dan dia mulai mendesak Robin menceritakan tentang Dominic. "Bagaimana nasib wanita yang bekerja sama dengan keluarga Dominic yang lain? Lalu, kenapa keluarga Dominic membuangnya? Apa salah Dominic memangnya?"
"Wanita yang bekerja sama dengan keluarga Tuan Dom, sudah tewas dibunuh," jawab Robin.
"Dibunuh siapa?" tanya Ruby.
"Dibunuh oleh Tuan Dom sendiri," jawab Robin. Ruby langsung terdiam, syok dengan fakta yang baru saja dia dapatkan.
...*************...