Amira kira setelah menikah hidupnya akan bahagia tapi ternyata semua itu tak sesuai harapan. Ibu mertuanya tidak menyukai Amira, bukan hanya itu setiap hari Amira hanya dijadikan pembantu oleh mertua serta adik iparnya. Bahkan saat hamil Amira di tuduh selingkuh oleh mertuanya sendiri tidak hanya itu setelah melahirkan anak Amira pun dijual oleh ibu mertuanya kepada seorang pria kaya raya yang tidak memiliki istri. Perjuangan Amira begitu besar demi merebut kembali anaknya. Akankah Amira berhasil mengambil kembali anaknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Non Mey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
kedatangan mantan pacar
Pagi itu, rumah Ratna terasa lebih ramai dari biasanya. Ratna dengan sengaja mengundang Nia, mantan kekasih Angga, untuk datang ke rumah. Nia adalah seorang wanita cantik dengan penampilan glamor. Ia mengenakan pakaian mahal, rambutnya rapi tersisir dengan hiasan jepit berlapis emas, dan aroma parfum mewah tercium setiap kali ia bergerak.
Ketika Nia datang, Ratna langsung menyambutnya dengan hangat. “Nia, kamu cantik sekali. Duh, andai saja Angga dulu tidak bodoh dan tetap memilih kamu,” katanya dengan nada tinggi, sengaja ingin didengar oleh Amira yang sedang membersihkan meja di ruang tamu.
Amira hanya menunduk, mencoba tidak memperlihatkan rasa tidak nyamannya. Ia tahu maksud Ratna adalah untuk menyindirnya, tapi ia memilih diam dan melanjutkan pekerjaannya.
“Ah, Tante, jangan begitu. Angga sudah punya istri sekarang,” balas Nia dengan senyuman kecil, meskipun nada suaranya terdengar penuh kemenangan.
Ratna tersenyum licik. “Iya sih, tapi kamu tahu kan, Nia, seorang pria selalu punya pilihan. Apalagi kalau pilihan yang lama jauh lebih baik dari yang sekarang.”
Nia tertawa kecil, tetapi matanya melirik Amira yang sedang sibuk. Ia tahu Amira adalah istri Angga, dan dari cara Ratna berbicara, ia bisa merasakan bahwa wanita itu tidak menyukai menantunya sendiri.
Ratna mulai berbincang dengan Nia tentang berbagai hal, dari salon kecantikan hingga liburan mewah. “Nia, kamu masih sering ke salon yang di pusat kota itu? Tante dengar mereka punya perawatan baru yang luar biasa. Kulit kamu tetap mulus ya, nggak seperti orang-orang yang nggak pernah merawat diri,” katanya sambil melirik Amira.
Amira merasa pipinya memanas, tapi ia tetap menahan diri. Ia mencoba mengalihkan perhatian dengan membersihkan ruangan lain, tapi setiap kata yang keluar dari mulut Ratna terasa seperti tusukan.
Tidak cukup dengan itu, Ratna juga mulai memamerkan koleksi perhiasannya. Ia mengambil sebuah kotak kecil dari lemari di ruang tamu dan membukanya di depan Nia. “Lihat ini, Nia. Tante baru beli gelang emas ini bulan lalu. Bagus, kan? Kalau kamu yang pakai, pasti tambah cantik.”
Nia memuji gelang itu dengan antusias. “Wah, Tante, ini indah sekali. Pasti mahal, ya?”
“Tentu saja. Kalau pakai ini ke arisan, ibu-ibu lain langsung iri. Memang beda kalau punya perhiasan seperti ini,” jawab Ratna dengan nada bangga.
Amira yang mendengar percakapan itu merasa semakin kecil. Ia tidak pernah meminta hal-hal mewah dari Angga karena ia tahu suaminya sedang berusaha menabung untuk masa depan mereka. Tapi mendengar Ratna dan Nia berbicara seperti itu membuat hatinya terasa sesak.
Setelah beberapa saat, Ratna menggiring Nia ke dapur untuk berbicara lebih pribadi. Ia memastikan Amira tidak mendengar percakapan mereka.
“Nia, Tante serius. Kamu masih sayang sama Angga, kan?” tanya Ratna dengan nada tegas.
Nia terlihat ragu, tapi akhirnya mengangguk. “Tante, sejujurnya, iya. Angga adalah cinta pertama saya. Tapi sekarang dia sudah menikah. Apa mungkin saya bisa merebutnya kembali?”
Ratna tersenyum licik. “Nia, kalau kamu mau, pasti bisa. Angga itu pria yang mudah tersentuh. Kalau kamu sering datang ke sini dan menunjukkan perhatianmu, dia pasti akan ingat betapa cocoknya kalian dulu. Apalagi kalau dibandingkan dengan Amira.”
Nia tampak berpikir. “Tapi, Tante, bukannya itu akan membuat masalah besar?”
Ratna menepuk bahunya. “Masalah besar untuk siapa? Kalau kamu berhasil, Tante akan mendukung kamu sepenuhnya. Tante sudah lelah melihat Amira. Dia itu bukan tipe menantu yang Tante inginkan. Kamu adalah yang terbaik untuk Angga.”
Nia akhirnya mengangguk, meskipun hatinya merasa sedikit ragu. “Baik, Tante. Saya akan mencoba.”
Setelah Nia pergi, Ratna tampak puas. Sementara itu, Amira mencoba menahan air mata saat berada di dapur. Ia tidak mendengar percakapan Ratna dan Nia, tapi ia bisa merasakan bahwa kedatangan Nia bukanlah hal yang baik untuknya.
Malam harinya, Angga pulang dari kerja dan langsung menyadari ada yang berbeda dengan istrinya. Amira terlihat murung dan tidak banyak bicara.
“Mira, kamu kenapa? Ada yang terjadi hari ini?” tanya Angga sambil memegang tangan istrinya.
Amira menggelengkan kepala. “Nggak apa-apa, Mas. Aku hanya lelah.”
Namun, Angga tahu ada sesuatu yang disembunyikan oleh Amira. Ia memutuskan untuk berbicara dengan ibunya.
“Bu, tadi siang ada apa di rumah? Amira kelihatan sedih,” tanyanya.
Ratna berpura-pura tidak tahu. “Oh, tidak ada apa-apa, Angga. Mungkin dia terlalu sensitif. Tante Nia tadi datang, mungkin Amira merasa tidak nyaman. Kamu tahu kan, Nia memang cantik dan menarik.”
Angga merasa jengkel mendengar nama Nia disebut. “Bu, kenapa Ibu mengundang Nia? Saya sudah menikah. Apa Ibu tidak bisa menerima Amira sebagai istri saya?”
Ratna pura-pura terkejut. “Angga, kamu salah paham. Tante Nia hanya teman lama yang datang berkunjung. Itu saja.”
Namun, di hatinya, Angga merasa ada sesuatu yang tidak beres. Ia tahu ibunya masih belum bisa menerima Amira, dan ini membuatnya semakin khawatir tentang masa depan pernikahan mereka.
