Elowen, seorang wanita muda dari keluarga miskin, bekerja sebagai asisten pribadi untuk seorang model internasional terkenal. Hidupnya yang sederhana berubah drastis saat ia menarik perhatian dua pria misterius, Lucian dan Loreon. Keduanya adalah alpha dari dua kawanan serigala yang berkuasa, dan mereka langsung terobsesi dengan Elowen setelah pertama kali melihatnya. Namun, Elowen tidak tahu siapa mereka sebenarnya dan menolak perhatian mereka, merasa cemas dengan intensitasnya. Lucian dan Loreon tidak menerima penolakan begitu saja. Persaingan sengit antara keduanya dimulai, masing-masing bertekad untuk memenangkan hati Elowen. Saat Elowen mencoba menjaga jarak, ia menemukan dirinya terseret ke dalam dunia yang jauh lebih berbahaya daripada yang pernah ia bayangkan, dunia yang hanya dikenal oleh mereka yang terlahir dengan takdir tertentu. Di tengah kebingungannya, Elowen bertemu dengan seorang nenek tua yang memperingatkannya, “Kehidupanmu baru saja dimulai, nak. Pergilah dari sini secepatnya, nyawamu dalam bahaya.” Perkataan itu menggema di benaknya saat ia dibawa oleh kedua pria tersebut ke dunia mereka, sebuah alam yang penuh misteri, di mana rahasia tentang jati dirinya perlahan mulai terungkap.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon adelita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Two Alpha's And Mate
Di Lapangan Shadowclaw
Suasana di lapangan menjadi semakin panas. Loreon berdiri di tengah kerumunan, napasnya terengah-engah, otot-ototnya menegang. Semua pandangan tertuju padanya saat dia menghancurkan pembatas lapangan dengan satu pukulan kuat. Kayu-kayu yang pecah berterbangan ke udara, menambah kekacauan yang sudah terjadi. Tapi itu belum cukup. Emosinya terus memuncak.
Tanpa peringatan, Loreon berbalik dan langsung meninju salah satu rekannya, Vero, yang berada terlalu dekat. Pukulan itu membuat Vero terhuyung mundur, memegangi dadanya yang nyeri. Para anggota pack yang sebelumnya diam membisu, kini tampak cemas dan mundur. Mereka tahu betul betapa berbahayanya situasi ini—kemarahan Loreon yang tak terkendali adalah sesuatu yang bisa menghancurkan apapun di sekitarnya.
Leon, serigala yang terkurung dalam tubuh Loreon, terus bersuara di dalam kepalanya, menambah bahan bakar untuk amarah yang semakin membara.
"Kau benar-benar pengecut, Loreon!" suara Leon bergema keras. "Bertindaklah! Kau hanya terus menunggu, dan sementara itu, dia semakin jauh dari jangkauanmu!"
Loreon mengepalkan tangannya dengan kuat, tangannya bergetar, tanda-tanda emosinya yang tak terbendung. Dia kembali memandang ke arah rekan-rekannya yang kini terdiam, takut mendekat. "Diam, Leon!" serunya dalam hati, suara hatinya bergetar oleh frustrasi. Namun, emosinya semakin tidak terkendali, dan ia melangkah maju, kembali meninju seorang warrior lainnya, Ares, yang menghalangi jalannya.
Suasana semakin kacau, dan tidak ada yang berani mendekat. Namun, ketika suasana hampir mencapai titik puncak, Delta Mattius muncul dari balik bayang-bayang pohon besar di sisi lapangan. Langkahnya tenang, namun penuh wibawa. Sosoknya yang tegap dan berotot segera menarik perhatian. Para anggota pack yang semula terdiam, kini melonggarkan ketegangan mereka.
Mattius mendekat dengan langkah mantap, matanya yang tajam menatap Loreon dengan penuh perhatian. "Loreon," katanya dengan suara rendah namun tegas, "kamu harus mengendalikan dirimu. Ini bukan tempat untuk melampiaskan amarahmu."
Namun Loreon, yang sudah terperangkap dalam kemarahan dan kebingungannya, tidak bisa mendengarkan. "Jangan ikut campur, Mattius!" ia berteriak, suaranya penuh dengan desakan emosi yang menggebu. "Aku tahu apa yang harus kulakukan!"
Namun, Mattius tetap berdiri tenang, tidak tergoyahkan oleh teriakan itu. Dia tahu betul bagaimana kekuatan batin yang dimiliki oleh Loreon, tapi dia juga tahu batas-batas yang harus dijaga. "Tenang, Loreon. Ini bukan hanya tentang kamu. Ini tentang semua orang di sekitar kita."
Mattius berdiri lebih dekat, berusaha mengurangi ketegangan. Namun, Loreon masih terhanyut dalam amarahnya. Tiba-tiba, sebuah suara berat dan penuh kekuasaan terdengar mengalun, meredakan ketegangan yang semakin memuncak.
Lucian Valtor, Alpha dari klan Valtor, tiba-tiba muncul dengan langkah tegap dari pintu gerbang besar yang mengarah ke istana Valthoria. Seperti bintang yang bersinar terang, tubuhnya yang tinggi tegap dan wajahnya yang tegas memancarkan wibawa yang luar biasa. Di belakangnya, Mattius sudah menundukkan kepalanya sedikit, menghormati kedatangan sang Alpha.
Namun, saat Lucian melangkah lebih dekat, sepertinya kehadirannya malah semakin memicu emosi Loreon. Di dalam benaknya, dia tidak bisa berhenti memikirkan pertemuan sebelumnya dengan Elowen, gadis yang kini menjadi pusat perhatiannya. Terbayang jelas di dalam pikirannya, saat saudara tirinya, Kenneth, menciumnya dengan paksa, mempermalukan Elowen di depan umum. Itu adalah kenangan yang terus menghantui Loreon, membuat urat-urat di leher dan tangannya menonjol akibat ledakan amarah yang tak terbendung lagi.
Tiba-tiba, terdengar langkah berat dari jauh. Semua orang menoleh, dan suasana yang semula kacau itu mendadak hening. Alpha Lucian Valtor muncul dari gerbang besar menuju lapangan. Tubuhnya tegap, ekspresinya keras seperti batu, namun ada kesan wibawa yang memancar begitu besar.
Melihat kehadiran sang Alpha, para warrior langsung bersikap lebih hormat dan mundur untuk memberi ruang. Mattius, yang semula berdiri di dekat Loreon, segera menundukkan kepala, merasakan ketegangan yang ada.
"Apa yang terjadi di sini?" suara Lucian terdengar berat, penuh otoritas. "Saat aku datang, semua orang berlarian menuju sini, ada apa?"
Mattius, yang mendengar pertanyaan itu, langsung mengambil langkah maju dengan kepala tertunduk. "Maafkan saya, Alpha Lucian," jawabnya, "Gamma Loreon telah membuat masalah saat Anda bertamu ke sini."
Lucian menatap Mattius, lalu beralih ke Loreon, yang berdiri di tengah lapangan dengan tubuh tegang dan tangan terkepal kuat. Melihat sikap Loreon yang tidak beranjak dan tidak memberikan jawaban, Lucian mengangkat alisnya, kecewa.
"Loreon?" suaranya terdengar dingin. "Jadi kau yang menjadi penyebab masalah ini? Ternyata, kau tidak pernah berubah, ya?"
Loreon tetap diam, matanya menatap ke depan dengan tatapan kosong, namun emosi di dalam dirinya terus membakar. Tangannya masih terkepal kuat, otot-ototnya bergetar menahan amarah yang meluap. Ia tidak ingin berbicara, tidak ada kata yang bisa menenangkan kebingungannya saat itu.
Lucian mengamati ketegangan di wajah Loreon dengan rasa frustrasi. "Kau benar-benar tidak bisa mengendalikan dirimu, bukan?" katanya dengan nada yang tidak lagi sabar. "Selalu sama saja."
Mattius, yang sudah mendengar percakapan itu, tampak sedikit mengerti. Dia tahu bahwa Loreon dan Lucian selalu berada di jalur yang berbeda—dua saudara tiri yang terjebak dalam permusuhan yang tak ada habisnya.
Lucian selalu berusaha mengenyahkan keberadaan Loreon, berusaha mengambil posisi yang lebih tinggi, sementara Loreon, meskipun merasa diabaikan dan dihina, tetap berjuang untuk mempertahankan posisinya di antara mereka. Terkadang, seakan ada perang yang tak terlihat antara keduanya—Lucian mencoba meraih kekuasaan, sementara Loreon berusaha keras untuk mempertahankan posisi dan kehormatan yang ia miliki.
"Kau pikir aku akan mengalah begitu saja, Lucian?" pikir Loreon dalam hatinya, meski ia tidak mengucapkannya. Semakin Lucian berusaha untuk menyingkirkannya, semakin keras Loreon berusaha bertahan. Satu hal yang ia tahu pasti, dia tidak akan pernah membiarkan saudara tirinya itu merusak apa yang sudah menjadi miliknya, termasuk posisinya dalam dunia ini.
Apa kau merasa terancam, Loreon?" Lucian bertanya dengan nada yang tajam, matanya menyempit saat menatap saudara tirinya. "Aku tahu, kau pasti iri padaku karena aku lebih berhak atas mate kita, Elowen. Kan? Kau tahu, bukan, bahwa aku adalah yang pertama memiliki hak atasnya? Bukan seperti kamu yang selalu berusaha merebutnya."
Seketika, Loreon merasa seolah ada api yang menyala di dalam dirinya. Elowen—gadis yang selama ini menjadi pusat amarah dan kegelisahannya—berada di tengah persaingan tak terhingga ini. Kedua saudara tiri itu saling berebut, dan Loreon tidak akan membiarkan Lucian merenggut Elowen darinya.
"Tidak akan pernah, Lucian!" Loreon hampir berteriak, suara penuh kebencian yang terpendam. Tangannya terkepal erat, mencengkram rasa sakit yang semakin menggerogoti hatinya. "Elowen adalah mate-ku, dan itu tidak akan pernah berubah! Kau hanya perusak yang berniat menghancurkan kehidupan kami. Kau tidak tahu apa-apa tentang cinta yang kami miliki, kau hanya ingin memiliki segalanya, menguasai segalanya."
Lucian melangkah lebih dekat, wajahnya semakin dekat dengan wajah Loreon. "Apa yang kau katakan, Loreon? Kau pikir dengan semua kebodohanmu, kau bisa memenangkannya? Kau tidak lebih dari seorang anak kecil yang tidak mengerti bagaimana dunia ini berjalan! Elowen sudah memilihku, dan itu adalah kenyataan yang harus kau terima."
Lucian terdiam sejenak, matanya menyempit. Dia tahu betul apa yang akan dikatakan berikutnya, dan meskipun hati kecilnya bergejolak, dia tetap menatap Loreon dengan keteguhan.
"Aku yang telah membayar semua hutang keluarganya, Loreon. Lunas!" Lucian berkata dengan penuh keyakinan, suara dalam dirinya penuh dengan determinasi. "Sedangkan kau? Apa yang sudah kau lakukan untuknya? Tidak ada yang lebih dari sekadar janji kosongmu yang hanya menghancurkan hidupnya. Apa yang bisa kau berikan padanya selain kebohonganmu?"
Loreon meledak, rasa sakit dan kemarahan yang terkumpul begitu lama kini meledak tak terkendali. "Apa yang kau lakukan padanya? Kau pikir uang bisa membeli cinta, Lucian? Kau hanya seorang penakut yang tidak berani jatuh cinta, bukan? Lebih baik kau mundur sekarang juga dan berikan dia padaku, karena Moon Goddess pasti akan memberikanmu pasangan lain, dan kau harus menunggu 1000 tahun lagi untuk bisa merasakan cinta sejati!"
Lucian berdiri diam, matanya penuh dengan tantangan, meskipun di dalam hatinya, kata-kata Loreon menusuk begitu dalam. "Aku tidak perlu menunggu 1000 tahun untuk mendapatkan apa yang sudah menjadi takdirku, Loreon. Elowen adalah pilihanku, dan aku tidak akan mundur."
Loreon mendekat dengan penuh emosi, setiap kata yang keluar dari mulutnya seolah mendorong dunia mereka ke jurang kehancuran. "Kau pikir bisa mengalahkanku dengan uang dan statusmu? Tidak! Elowen adalah mate-ku! Aku akan melindunginya, apa pun yang terjadi. Aku sudah menanggung banyak untuknya. Aku telah mengorbankan segalanya untuknya. Kau, Lucian, hanyalah orang yang datang belakangan, berharap bisa merusak semua yang aku perjuangkan."
Lucian menatap Loreon, kemarahan di dalam matanya juga mulai terbakar. "Jangan mengira aku akan menyerah hanya karena kau mengatakan begitu, Loreon. Elowen akan memilih siapa yang terbaik untuknya, dan aku yakin dia akan memilihku."
oh iya mampir juga yuk dikarya baruku, judulnya ISTRI PENGGANTI TUAN ARSEN😁🙏