Anastasia, wanita berhijab itu tampak kacau, wajahnya pucat pasi, air mata tak henti mengalir membasahi wajah cantiknya.
Di sudut rumah sakit itu, Ana terduduk tak berdaya, masih lekat diingatannya ketika dokter memvonis salah satu buah hatinya dengan penyakit yang mematikan, tumor otak.
Nyawanya terancam, tindakan operasi pun tak lagi dapat di cegah, namun apa daya, tak sepeser pun uang ia genggam, membuat wanita itu bingung, tak tahu apa yang harus di lakukan.
Hingga akhirnya ia teringat akan sosok laki-laki yang telah dengan tega merenggut kesuciannya, menghancurkan masa depannya, dan sosok ayah dari kedua anak kembarnya.
"Ku rasa itu sudah lebih dari cukup untuk wanita rendahan seperti mu... ."
Laki-laki kejam itu melempar segepok uang ke atas ranjang dengan kasar, memperlakukannya layaknya seorang wanita bayaran yang gemar menjajakan tubuhnya.
Haruskah Anastasia meminta bantuan pada laki-laki yang telah menghancurkan kehidupannya?
IG : @reinata_ramadani
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reinata Ramadani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Daddy?
°°°~Happy Reading~°°°
Setengah perjalanan terlewati, mama Elena terlihat menghentikan langkahnya. Sepertinya sudah cukup jauh untuk bisa mengobrol dengan gadis kecil itu.
"Bisakah kita berhenti sebentar? Nenek lelah."
"Nenek haush? Mau cucu tokullat? Mollin ada dua," tawar Maurin setelah mengambilkan dua susu coklat dari tas kecil miliknya.
Mama Elena terkekeh, bisa-bisanya gadis kecil itu menawarkan susu anak-anak kepada dirinya.
"Tidak, untukmu saja."
Membuat Maurin memasukkan kembali susu coklatnya ke dalam tas kecil yang setia menggantung di pundaknya.
Gadis kecil itupun menaiki kursinya, terlihat kesusahan, membuat mama Elena membantu mengangkat tubuh kecil itu ke atas kursi.
"Tellimakasih nenek."
"Sama-sama sayang." Perempuan itu mencubit gemas pipi chubby cucu perempuannya.
"Oh ya. Kamu disana tadi menunggu siapa? Apa ada yang sakit?"
"Apin shakit nenek, jadi Mollin hallush tunggu Apin shana. Mollin tadi boshan sheukalli tunggu sheundilli shana, Nono shudah pullang, Mollin eundak puna teuman lagi sheukallang."
"Tapi kata Apin, Mollin eundak bolleh nakall, endak bolleh buat mommy shushah-shushah, eundak bolleh buat mommy sheudih-sheudih duga."
"Tadi nenek tidak melihat mommy kamu."
"Mommy kata na mau mandiin Apin shebentall. Jadi Mollin shendilian deh shana."
"Terus Daddy kamu?"
"Daddy?" Seketika wajah itu berubah mendung.
"Kata mommy, daddy lagi keullja jauh, calli uang buat belli mainan na Mollin."
Mama Elena tertegun. Jadi benar, perempuan itu bahkan memilih tak menikah untuk menutupi aib nya?
"Padahal Mollin endak mau mainan, mau daddy aja." Tunduk Maurin mengungkapkan keinginan terbesarnya.
"Kallau daddy pullang, nanti Mollin mau kashih lihat teuman-teuman, biall melleka kena mallah shama daddy, biall melleka kapok. Shallah sheundilli shuka kata-katain Mollin anak hallam. Mollin kan endak shuka."
Mama Elena tertegun, apa gadis kecil itu sudah mendapatkan hinaan sekeji itu di usianya yang masih belia? Lalu, bagaimana dengan perempuan itu, apa mungkin hinaan itu jauh lebih kejam dari yang didapatkan gadis kecil itu?
"Nyonya."
Mama Elena sontak menoleh, menatap pada sang bodyguard perempuan yang baru saja tiba. Menandakan jika ia sudah harus pergi.
"Maurin, teman nenek sudah datang. Ayo nenek antar kamu kembali."
Keduanya lantas kembali ke ruangan Mallfin dengan ditemani sang bodyguard. Disana terlihat Ana yang sepertinya tengah kebingungan mencari keberadaan sang putri.
"Sayang... ."
Gadis kecil itu sontak berlari merengkuh sang mommy.
"Maurin dari mana saja?" tanya Ana khawatir setelah melepas rengkuhannya.
"Tadi nenek itu tellsheshat myh, tullush Mollin antall deh. Itu teuman na nenek shudah datang, tullush gantian deh nenek na yang antall Mollin, hihihi..." Gadis kecil itu cekikikan sendiri, membayangkan tingkahnya yang lucu.
Ana kemudian menegakkan tubuhnya.
"Terimakasih nyonya. Maaf sudah merepotkan anda," sahut Ana sungkan. Melihat penampilan mama Elena yang terlihat elegan dengan balutan mewah itu, dapat Ana simpulkan jika perempuan itu salah satu dari kalangan sosialita. Dan itu yang membuat Ana semakin tak enak hati karena telah merepotkannya.
"Tidak apa-apa. Lagi pula putrimu sangat menggemaskan."
"Oh iya, namamu siapa?" Mama Elena menjulurkan tangannya, meminta berkenalan. Membuat Ana menerima uluran tangan itu dengan sungkan.
"Ana, nyonya."
"Baiklah Ana, saya harap kita akan bertemu di lain waktu." Senyuman itu menyungging di bibir mama Elena. Perempuan itu merasa puas setelah melihat bagaimana karakter dari calon menantunya.
"Nenek pergi dulu ya Maurin."
"Nanti main shini lagi ya nenek, hehehe... ."
"Bye Maurin."
"Bye bye nenek tantik."
🍁🍁🍁
Annyeong Chingu
Happy reading semua
Saranghaja 💕💕💕