Novel ini terinspirasi dari novel lain, namun di kemas dalam versi berbeda. Bocil di larang ikut nimbrung, bijaklah dalam memilih bacaan, dan semua percakapan di pilih untuk kata yang tidak baku
-Entah dorongan dari mana, Dinar berani menempelkan bibirnya pada mertuanya, Dinar mencoba mencium, berharap Mertuanya membalas. Namun, Mertuanya malah menarik diri.
"Kali ini aja, bantu Dinar, Pak."
"Tapi kamu tau kan apa konsekuensinya?"
"Ya, Saya tau." Sahutnya asal, otaknya tidak dapat berfikir jernih.
"Dan itu artinya kamu nggak boleh berenti lepas apa yang udah kamu mulai," kata Pak Arga dengan tegas.
Bagaimana kelanjutan kisahnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon An, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6
"Atutuh, pengantin baru mah! a'elah, jadi gemes banget tau mbak!" Arin terkekeh.
"Besok kamu juga merasakan kalau udah waktunya."
"Perlu Arin bantu? Mbak mau masak juga kan?"
"Gak usah, kamu boleh duduk Rin. Mbak bisa urus sendirian kok."
Bibir Arin langsung mengerucut, "Nanti Mbak Dinar kecapean lagi loh."
"Gak Rin, insyallah enggak kok."
"Nggak ya Mbak, pokoknya Arin mau bantu." Arin sudah melipat majalah yang dia baca tadi. Dia bangkit, tapi Dinar menahannya.
"Rin, gak apa-apa. Mbak bisa ngerjakan sendiri. Mbak juga terbiasa memasak sendiri sejak belum menikah malahan. Kan kalau Mbak capek juga nanti bisa istirahat. Tenang aja."
Arin mendengus, "Bilang gak capek, tapi bajunya mandi keringet gitu. His Mbak ini..."
Arin terkekeh melihat baju Dinar yang basah, "Ini normal Rin. Cuaca di luar kan panas. Tadi Mbak jalan dari ladang mau ke sini, mungkin ya karna terik, jadinya basah kayak gini lah."
"Tapi Mbak-“
"Udah kamu istirahat aja."
Dinar segera berlari ke atas menuju kamarnya. Arin melihatnya, menggelengkan kepala. "Mbak Dinar memang kayak gitu. Gak heran deh, Mas naruh hati sama Mbak Dinar."
Arin pun melanjutkan membuka majalah, sambil menaikan ke-dua kakinya di atas meja ala-ala bersantai.
Cukup lama Dinar membasahi tubuh, Dinar kemudian mengeringkan dengan handuk. Dinar berakhir melilit tubuhnya dengan handuk putih.
Rambut indahnya yang basah terurai, tetesan sisa-sisa air jatuh menetes dari ujung rambut saat Dinar berjalan masuk ke kamar.
Hari ini, hari yang Dinar tunggu. Kabar kepulangan Vano membuat jantungnya berdebar, merasa bahagia. Dia sangat tidak sabar menemuinya.
Sambil bersenandung Dinar berjalan di depan cermin rias. Dia meraih handuk kecil yang biasa digunakan untuk mengeringkan rambut. Sambil berkaca, dia mengeringkan rambutnya.
Malam itu, malam pertama yang Dinar lakukan cukup berkesan. Vano menyentuhnya dengan begitu lembut. Sentuhannya masih terasa jelas di kulit putihnya, Dinar tersenyum malu mengingat itu semua.
"Kamu mikir apa, Din. Hush! Kok tiba-tiba otak kamu kotor banget," Gumamnya seperti orang bodoh.
Dinar duduk di depan meja rias masih dengan wajah tersipu. Saat Dinar mengeringkan rambut, tiba-tiba di cermin dia melihat kehadiran orang lain, Dinar sontak bangun dan berbalik badan dengan terkejut.
"Astaga!!! Bapak-"
Ternyata Pria itu adalah Pak Arga. Mereka berdua sama-sama terkejut, Pak Arga tiba-tiba saja memalingkan wajahnya, "Handukmu."
Handuk yang Dinar kenakan sudah lolos begitu saja ke bawah. Tubuhnya tidak tertutup apapun, semakin membuatnya malu bukan kepalang. Sial! Apa mungkin Pak Arga sudah melihat semuanya?
Dinar menutup bagian depan tubuhnya dengan satu tangan, sementara tangan satunya meraih ke bawah sedikit merunduk. Dia merasa kesulitan menariknya, sial lagi! Kenapa Dinar semakin panik saja?
Pak Arga malah mendekati wanita itu, membuat Dinar berdegub. Dia mendekat, namun dengan wajah yang tidak menatap tubuh Dinar.
Tangannya bergerak melepas sesuatu di kursi, dan menarik handuk Dinar. Rupanya handuk Dinar tersangkut di paku.
"Handuknya nyangkut." Pak Arga memberikan handuknya, Dinar-pun langsung segera membelit tubuhnya, merasa bersalah.
"Kenapa Ba-Bapak enggak ngetuk?"
"Tadi Bapak udah ngetuk, pintunya kebuka sendiri, jadi, Bapak langsung masuk aja ngecek. Tadinya Bapak cuman mau nyampein, kalau Vano enggak jadi pulang. Dengar informasi dari awak kapal terakhir yang turun, tiba-tiba aja cuaca diprediksi buruk di lautan. Vano masih kejebak di sana, dan segera mungkin bakal turun besok. Itu aja yang mau Bapak sampein, kalau gitu Bapak ke luar dulu, maaf."
Selepas kepergian Pak Arga, Dinar benar-benar kesal. Bagaimana bisa pakai adegan melorot segala?
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Di kamar lainnya, deru napas mulai memberat. Bayangan tubuh polos dengan lekukan yang begitu indah, muncul begitu saja.
Sebelumnya dia sudah memalingkan wajah tidak berniat menatap. Namun, tetap saja, matanya sudah terlanjur menangkap lebih dulu.
Sudah lama sekali dia tidak melihat langsung tubuh polos di depannya. Terlebih bentuknya benar-benar sempurna, darah muda memang membuat akal sehatnya hilang sesaat.
"Sial!" Rutuknya.
Dalam diam, dia bertarung melawan gejolak di dalam dirinya, matanya terpejam, berusaha menetralkan. Bayangan jari kekarnya menangkup dan mencubit puncaknya, membuat bibirnya terbuka sedikit mengerang.
Imajinasinya terlalu nyata, membuat celana yang pria itu kenakan meng-gembung. Puncak pink mencuat yang terekam jelas dalam ingatannya, seolah melambai-lambai menginginkan sapuan hangat darinya.
Bibir yang setengah terbuka itu, tersapu dengan lidahnya berakhi meneguk saliva. Imajinasi membuat pria itu tidak dapat mengontrol lagi, dia butuh pelepasan.
Dari balik pintu, sepasang mata membelalak lebar menyaksikan adegan yang sama, yang sebelumnya dia lihat.
"Apa Pak Arga ngelakukan-nya karna ngeliat aku?" Gumamnya dengan hati bergetar.
...BERSAMBUNG,...
Coba tebak Pak Arga lagi ngapain?😂
Dinar sll membayangkan sentuhan lembut pak arga sll memabukan dan sll ketagihan sentuhan mertuanya...
Pak arga sll memperlakukan dinar sangat so sweet dan romantis bingit dan sll nyaman berada di dekat pak arga....
lanjut thor..