NovelToon NovelToon
Alastar

Alastar

Status: sedang berlangsung
Genre:Romansa
Popularitas:4.9k
Nilai: 5
Nama Author: Bita_Azzhr17

Alastar adalah sosok yang terperangkap dalam kisah kelam keluarga yang retak, di mana setiap harinya ia berjuang dengan perasaan hampa dan kecemasan yang datang tanpa bisa dihindari. Kehidupan rumah tangga yang penuh gejolak membuatnya merindukan kedamaian yang jarang datang. Namun, pertemuannya dengan Kayana, seorang gadis yang juga terjerat dalam kebisuan keluarganya yang penuh konflik, mengubah segalanya. Bersama-sama, mereka saling menguatkan, belajar untuk mengatasi luka batin dan trauma yang mengikat mereka, serta mencari cara untuk merangkai kembali harapan dalam hidup yang penuh ketidakpastian. Mereka menyadari bahwa meski keluarga mereka runtuh, mereka berdua masih bisa menciptakan kebahagiaan meski dalam sepi yang menyakitkan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bita_Azzhr17, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 26. Lingkaran yang Retak

Ruang rapat itu dipenuhi suara rendah dari obrolan para anggota OSIS dan MPK. Di tengah ruangan, sebuah meja bundar besar menjadi pusat perhatian. Di sekelilingnya duduk belasan siswa dengan berbagai ekspresi—ada yang serius, ada yang gelisah, dan ada pula yang hanya berusaha terlihat sibuk dengan catatan mereka.

Di ujung meja, Alastar duduk dengan postur santai namun tetap menunjukkan wibawa sebagai ketua MPK. Tatapannya sesekali melintas ke arah Frasha, ketua OSIS, yang duduk di seberangnya. Gadis itu tampak tenang, seperti biasa, dengan tatapan dinginnya yang membuat siapa pun enggan berbicara lebih dari yang diperlukan.

Ilva, sahabat Frasha, duduk di sisi lain meja. Namun, tidak ada keakraban yang biasa terlihat antara keduanya. Beberapa hari terakhir ini, ada jarak yang sulit dijelaskan antara mereka, dan hal itu tidak luput dari perhatian Alastar.

“Baik, kita mulai saja,” Frasha membuka pertemuan dengan suaranya yang tegas. Ia meletakkan kedua tangannya di atas meja, pandangannya melingkari seluruh ruangan. “Agenda rapat hari ini adalah pembahasan final untuk acara pekan seni yang akan kita adakan minggu depan.”

Alastar mengangguk ringan. “Kami dari MPK udah menyetujui proposal yang kalian ajukan. Tapi ada beberapa poin yang perlu direvisi, terutama terkait anggaran,” ujarnya sambil membuka dokumen di depannya.

Frasha menatapnya sejenak sebelum merespons. “Anggaran udah kami sesuaikan berdasarkan masukan sebelumnya. Kalau ada keberatan lagi, gue harap kali ini lebih spesifik.”

Nada suara Frasha yang sedikit tajam membuat beberapa anggota lain melirik mereka dengan rasa ingin tahu. Namun, Alastar tidak terlihat terpengaruh. Ia tersenyum kecil, lalu menyodorkan dokumen revisinya ke arah Frasha.

“Coba lihat sendiri,” katanya santai. “Kami hanya ingin memastikan semua transparan.”

Frasha mengambil dokumen itu tanpa berkata apa-apa. Pandangannya fokus pada angka-angka di atas kertas, tetapi Alastar menangkap sedikit ketegangan di wajahnya.

"Tapi, Sha, gue perhatikan lo membuat beberapa perubahan jadwal tanpa konsultasi lebih dulu.”

Frasha menatap Alastar dengan tajam. “Keputusan itu diambil untuk efisiensi. Nggak semua harus lewat konsultasi.”

Saling pandang yang penuh tensi itu membuat suasana di meja semakin tegang. Beberapa anggota OSIS terlihat gelisah, tetapi Ilva justru terlihat tidak terpengaruh. Ia hanya duduk di kursinya, tangan menyilang di dada, tatapan menusuk mengarah pada Frasha. Biasanya, ia adalah orang pertama yang membantu Frasha berbicara atau memberikan masukan, tetapi hari ini, ia hampir tidak bersuara.

“Ilva,” panggil Alastar tiba-tiba, mencoba meredakan suasana. “Ada yang ingin lo tambahkan?”

Ilva menoleh perlahan ke arahnya, lalu ke Frasha. Matanya menyiratkan sesuatu yang tajam, hampir seperti api yang tersimpan lama. “Gue pikir, seperti biasa, Frasha nggak membutuhkan masukan orang lain.”

Ucapan itu membuat ruangan mendadak sunyi. Semua orang menatap Ilva dengan keterkejutan yang sama. Frasha, yang jarang kehilangan kendali, tampak terguncang sejenak sebelum wajahnya kembali dingin.

“Apa maksud lo?” tanya Frasha, nadanya lebih rendah, tapi jelas menyimpan amarah yang ditekan.

Ilva tersenyum miring, tetapi itu bukan senyum ramah yang biasa. “Gue hanya mengatakan fakta. Lo selalu memutuskan segalanya sendiri, Frasha. Lo rasa pendapat orang lain nggak terlalu berarti untuk lo, termasuk pendapat gue.”

Anggota lain terdiam, jelas tidak ingin terlibat dalam konflik ini. Alastar menatap kedua gadis itu dengan alis berkerut, merasakan ada sesuatu yang jauh lebih dalam dari sekadar ketegangan biasa.

“Ilva, ini bukan waktunya untuk membahas hal pribadi,” balas Frasha, nadanya tajam seperti mata pisau.

“Pasti,” jawab Ilva dengan sarkasme. “Karena segala sesuatu yang nggak mendukung keputusan Lo selalu dianggap nggak relevan, bukan?”

Alastar mengetukkan jarinya ke meja, memotong ketegangan. “Oke, cukup. Ini bukan tempatnya untuk menyelesaikan konflik pribadi.”

Frasha menarik napas dalam-dalam, mencoba mengendalikan emosinya. “Kalau nggak ada lagi yang ingin dibahas, rapat selesai.”

Semua anggota mulai meninggalkan ruangan dengan hati-hati, menghindari interaksi lebih lanjut dengan kedua gadis itu. Alastar tetap di tempatnya, memperhatikan Ilva dan Frasha yang masih duduk di kursi masing-masing.

****

Kantin sekolah terasa lebih ramai dari biasanya siang ini. Suara gelak tawa, percakapan yang terhenti sesekali, dan bunyi sendok yang beradu dengan piring memenuhi ruangan. Kayana duduk sendirian di meja dekat jendela, menatap piring makanannya dengan pandangan kosong. Sesekali, ia menggerakkan sendoknya, tetapi pikirannya jauh dari makanan itu.

Tiba-tiba, suara tawa Alastar memecah kesunyian di meja Kayana. “Mau sampai kapan ngelamun, makanan lo keburu dingin,” ujarnya sambil mengacak rambut Kayana, lalu duduk di sebelahnya, dengan wajah penuh kenakalan.

Kayana tersentak, langsung menoleh dan menampar pelan lengan Alastar. “Ih, kaget banget!” ujarnya dengan kesal, sambil menatap Alastar yang tampaknya sedang berusaha menghiburnya.

Alastar tidak peduli dengan reaksi Kayana, justru ia mencondongkan tubuhnya seraya melipat kedua tangan di atas meja dan tersenyum lebar. “Gue juga mau dong,” katanya, membuka mulutnya lebar-lebar, menunggu Kayana memberi suapan.

Semua yang ada di kantin menoleh ke arah mereka, terutama Frasha yang duduk sendirian di meja seberang. Kayana merasa matanya teralihkan ke arah Frasha yang sedang memperhatikan mereka dengan tatapan kosong.

"Semua pada lihat ke sini, gue malu," Kayana berbisik, berusaha menyembunyikan rasa canggung.

Alastar tertawa kecil, malah mencondongkan wajahnya lebih dekat. “Anggap aja kantin kosong, jadi, suapin gue sekarang,” ujarnya dengan penuh percaya diri.

Kayana hanya bisa mendengus, tersenyum paksa sambil terus menyuap makanan itu ke mulut Alastar.

Namun, saat suapan itu hampir masuk, tiba-tiba sebuah tangan menepuk keras punggung Alastar. “Hup!”

“Anjing!” Alastar tersedak, matanya melebar karena kejutan. Dengan sigap, ia memegangi dada dan menoleh dengan kesal ke arah orang yang baru saja mengganggunya.

Falleo, Barram, dan Faldo tertawa terbahak-bahak, ikut duduk di meja yang kini semakin ramai.

“Itu kode alam, agar tidak menebar kebucinan tolol tanpa status yang jelas,” Barram berseloroh, masih tidak berhenti tertawa.

Alastar hanya memutar bola mata. “Iri, ya, lo?” gumamnya sambil menyandarkan punggung di kursi.

"Iri kok sama orang yang perasaannya aja belum pasti," sindir Barram, Falleo dan Faldo terkekeh.

Sementara itu, Kayana merasa suasana di meja mereka semakin tidak nyaman. Semua orang yang ada di kantin sekarang seolah memusatkan perhatian pada mereka, apalagi setelah Frasha yang duduk di meja seberang itu menatap mereka terus-menerus.

Tanpa berkata apa-apa, Alarick duduk di meja Frasha, tepat di depan gadis itu, menyeringai sedikit. “Ngapain liatin terus?” tanyanya dengan nada datar, matanya menatap tajam.

Frasha, yang sepertinya baru tersadar dari lamunannya, memalingkan wajahnya dan mulai mengaduk minumannya dengan canggung. “Nggak ada apa-apa,” jawabnya singkat, meskipun nada suaranya terdengar seperti menyembunyikan sesuatu.

Alarick mengangkat alis, menyelidik. “Udah mulai suka sama Alastar?” tanyanya dengan nada sedikit menggoda, meski intonasinya tetap datar.

Frasha tidak langsung menjawab. Ia mengatur napasnya, berusaha menjaga ketenangan. “Nggak perlu gue jawab, Lo udah tahu, perasaan gue cuma buat siapa,” jawabnya akhirnya dengan dingin, mencoba menutup percakapan.

Alarick terdiam, sebuah senyuman tipis terukir dari bibirnya. "Sha, ayo balikan sama gue," ajaknya. Frasha menatapnya terkejut.

Kayana yang berada di meja lain, memperhatikan situasi ini dengan janggal. Ia bisa merasakan adanya ketegangan yang tak terucap antara Frasha dan Alarick.

1
Metana
Moa nih
Metana
terlalu berat beban mental untuk anak remaja
Metana
Faldo bener juga ini bukan urusannya, tapi di satu sisi kesian juga kayana. Tu anak bisa metong.
Metana
Sumpah, susah banget namanya Gunuardan jadi belibet wkwkwk
Metana
Terharu jadinya, Terima kasih yah alastar sudah mau nemenin/Kiss/
Metana
Ingin rasanya masuk dan menusuk
erta
Saya suka ketegasan Frasha... lanjutkan Thor
Anonymous
Alastar kenapa sih hrs pusing² mikrin kayana terus
erta
singkat aja Thor, siapa yg jadi ubi?😆
aca
hmmm males Thor dr awal ne bagus kij jd kanaya ma alastar jd males
aca
dr awal kn uda bnr ma fasha hadeh np jd ma cwek sok polos kek kanya
aca
lebih suka frasa g kayak Kanaya dia kek munafik gt sok polos sok baik pdhl munafik
Robitasari
PU nya Alastar.
aca
peran utama siapa sih Thor frasa apa kanaya
aca
Kanaya tipe tipe gadis munafik
aca
frasa jangan serakah klo lu punya pcr ywda skg cmburu aneh lu
aca
nama nya bagus bagus
lgtfav
Barram sepertinya punya dendam kusumat sama Kayana😂
Farldetenc: Ada karya menarik nih, IT’S MY DEVIAN, sudah End 😵 by farldetenc
Robitasari: Faldo kak😭🙏
total 2 replies
erta
lanjut thor
erta
👍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!