Seira, 25 tahun, istri dari seorang saudagar beras harus menerima kenyataan pahit. Dikhianati suami disaat ia membawa kabar baik tentang kehamilannya. Zafran, sang suami berselingkuh dengan temannya yang ia beri pekerjaan sebagai sekretaris di gudang beras milik mereka.
Bagaimana Seira mampu menghadapi semua ujian itu? Akankah dia bertahan, ataukah memilih pergi?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon aisy hilyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Taruhan
Zafran duduk bersandar di kursi kebesarannya, menunggu kiriman barang datang sambil membayangkan kehidupannya yang sekarang. Berkali-kali ia menghembuskan napas panjang disaat mengingat sikap Lita yang nyaris tak terkendali.
Pandangannya mengawang, menatap langit-langit ruangan yang tampak lebih suram dari biasanya. Terasa hampa dan kosong, tak ada kebahagiaan yang dirasa di kehidupannya yang sekarang.
Lagi, Zafran mengembuskan napas panjang tatkala bayangan Lita melintas kembali.
"Kok, beli banyak banget, Mas?" tegur Lita pagi tadi dengan nada ketus.
"Iya, sekalian aja sarapan di rumah." Zafran melangkah masuk tanpa peduli pada ketidaksukaan istrinya itu.
Buru-buru Lita beranjak dan menarik tangan Zafran, hati yang kesal karena sindiran warga di warung bertambah kesal dengan sikap Lita yang tak mau mengerti.
"Nggak bisa gitu, dong, Mas. Kamu bilang kita mau sarapan di luar sekalian mau ke gudang. Kenapa malah beli di sini? Aku nggak mau, pokoknya kita sarapan di luar," ucap Lita sembari memasang wajah cemberut dan melipat kedua tangan di dada.
Zafran menghela napas, memutar bola mata jengah dengan perdebatan yang kerap terjadi di antara mereka.
"Ya udah kalo emang kamu nggak mau makan di rumah, biar aku aja yang makan sama Ibu sama orang tua kamu."
Zafran melengos, lagi-lagi tak peduli karena terlalu lelah hati menghadapi sikap keras kepala istrinya itu.
"Mas!" Lita menghentakkan kakinya kesal sambil menyusul Zafran menuju ruang makan.
Suaminya itu sedang menyiapkan sarapan milik Ibu ke dalam mangkuk. Ia melirik Lita yang mendaratkan bokong di bangku dengan sedikit kasar.
"Jangan keras-keras kayak gitu, ah. Kasihan cucu Ibu di dalam perut kamu ini, nanti dia kesakitan," tegur Ibu sambil mengusap perut Lita dengan lembut.
Lita tak menyahut hanya melirik sambil menahan geram di hati. Akhirnya, mau tak mau dimakannya juga lontong sayur itu.
Zafran mengusap wajahnya, bertumpu pada kedua siku di meja. Menutup wajah menepis bayangan Lita yang tak sedap dipandang. Ia menurunkan tangan lagi, beranjak dari duduk keluar ruangan. Meja Lita kosong, belum terisi lagi oleh penggantinya.
"Bos!" tegur Jago.
Zafran yang memperhatikan meja istrinya itu menoleh, memerintahkan sang mandor untuk membelikannya segelas kopi berikut untuknya juga. Duduk di bangku sekretaris, dulu tempat ini dibiarkan kosong seperti sekarang. Sebelum Seira membawa Lita masuk dan memberinya pekerjaan. Saat itu tak ada pemikiran untuk mengkhianati Seira ataupun pernikahan mereka.
Iseng-iseng Zafran membuka laci meja, memeriksa pembukuan. Membuka setiap lembar coretan tangan Lita. Awalnya terlihat normal, tapi lama kelamaan, dahi laki-laki itu mengernyit. Semakin jauh angka-angka yang dicantumkan Lita semakin tidak masuk akal.
"Apa ini? Kenapa berantakan begini? Apa selama ini Lita curang, ya?" Zafran bergumam sambil terus membuka lembar demi lembar buku laporan keuangan gudang.
Zafran menutup buku tersebut dengan kesal, membantingnya ke atas meja sambil mengeratkan rahang. Selama ini dia tidak pernah memeriksanya karena percaya.
"Pantesan pemasukan uang sama barang nggak imbang, tapi kenapa aku nggak curiga?" Zafran mengepalkan tangan kesal.
Namun, perlahan hatinya mulai tenang, mengingat selama ini Lita sangat terbuka soal keuangan. Wanita itu juga selalu memberikan uang hasil penjualan setiap hari padanya.
"Rasanya nggak mungkin Lita curang, tiap hari dia kasih uang itu sama aku. Aku juga selalu tanya sama petugas gudang dan nggak pernah selisih, tapi kenapa jadi begini? Mungkin Lita pusing karena takut aku nggak nikahin dia. Ya udah, tenang aja, Zafran. Jangan bikin istri kamu stres, itu bisa ngaruh sama anak kamu," gumamnya menyemangati diri sendiri.
Ia menghela napas, mencoba berpikir positif soal coretan yang janggal.
"Bos, ini kopinya."
Jago datang membawa gua gelas kopi yang salah satunya ia letakkan di hadapan Zafran.
"Duduk, Jago! Ada yang mau aku tanyain sama kamu," titah Zafran sambil menaruh kembali buku tersebut ke dalam laci.
Jago menurut, duduk berseberangan dengan sang pemilik gudang menunggu pertanyaan darinya.
"Mau tanya apa, Bos? Kayaknya penting dan genting ini," ucap laki-laki berjanggut tebal itu sembari mendaratkan bokong di bangku.
Zafran menghela napas, kenyataan ingin melupakan Seira tak mampu ia lakukan. Rasa penasaran ke mana perginya sang mantan tetap mengganjal di hati.
"Kamu, kan, deket sama Sei. Kali aja kamu tahu di mana Sei? Atau pergi ke mana gitu?" tanya Zafran memberikan lirikan dibalik gelas kopi yang disesapnya.
Jago tampak tenang, tidak terkejut sama sekali dengan pertanyaan dari bosnya. Ia menyeruput kopi dan meletakkan gelas tersebut kembali di atas meja. Jago sudah dapat menebak apa yang ingin ditanyakan Zafran padanya.
"Maaf, Pak Bos. Saya emang sempat liat Ibu, tapi nggak tahu ke mana perginya. Saya lihat dia sama Sari dan Udin, tapi nggak bawa mobil. Jalan kaki keluar perumahan, itu aja. Karena waktu itu saya lagi bawa barang mau diantar ke pelanggan," jawab Jago setenang mungkin.
Dahinya terlipat sedikit, memperhatikan riak wajah Zafran yang berubah gelisah. Ada kekhawatiran yang tak dapat disembunyikan Zafran dari mandornya itu.
Mantan Seira itu menganggukkan kepala, tak melihat kebohongan di mata Jago. Ia menyesap kopinya kembali sebelum membahas hal lain.
"Oya, gimana kerjasama kita sama restoran yang terkenal itu? Apa ada kendala?" tanya Zafran teringat pada kerjasamanya dengan sebuah restoran besar dan terkenal di kota mereka.
Senyum yang diukir Jago membuat tenang hati Zafran, setidaknya tetap ada kabar baik yang akan dia dengar.
"Kemarin sempet ada kendala, Bos. Sedikit, tapi udah kita tangani. Pemilik restoran itu pengen beras super anti gagal, dan gudang kita punya yang dia minta. Dia juga berani bayar mahal, Bos, dua kali lipat. Katanya, puas sama kualitas beras yang kita punya," papar Jago.
Zafran tersenyum puas mendengar itu, manggut-manggut kepalanya membuat Jago ikut merasa senang.
"Ikat yang kuat, Jago. Jangan sampe lepas," katanya sambil mengepalkan tangan di depan dada.
Dilanjutkan dengan obrolan membahas hal lain sambil menikmati kopi masing-masing. Obrolan mereka berhenti disaat yang ditunggu datang.
Sementara di tempat lain, wanita dengan pakaian seksi tengah duduk di sebuah cafe bersama tiga orang lainnya. Mereka asik berbincang, membicarakan keberuntungan masing-masing.
"Kamu hebat, ya, Lita. Kok, bisa Bos Zafran itu pindah sama kamu. Padahal, kan, dia cinta mati sama istrinya itu," goda salah satu wanita yang duduk bersamanya.
Lita tersipu, duduk dengan elegan sambil memainkan kartu di tangan. Tadi pagi ia meminta kartu tersebut dari Zafran meskipun setengah memaksa dan setengah mengancam.
"Iya, dong, berarti aku menang taruhan. Sesuai janji kalian ... sini, aku mau hari ini juga, ya," ucap Lita memainkan tangannya meminta.
Hatinya teramat senang hari itu, bisa mendapatkan kartu kredit juga mendapat uang taruhan yang tidak sedikit.