abella dan sembilan teman dekatnya memutuskan untuk menghabiskan liburan musim dingin di sebuah kastil tua yang terletak jauh di pegunungan. Kastil itu, meskipun indah, menyimpan sejarah kelam yang terlupakan oleh waktu. Dengan dinding batu yang dingin dan jendela-jendela besar yang hanya menyaring sedikit cahaya, suasana kastil itu terasa suram, bahkan saat siang hari.
Malam pertama mereka di kastil terasa normal, penuh tawa dan cerita di sekitar api unggun. Namun, saat tengah malam tiba, suasana berubah. Isabella merasa ada yang aneh, seolah-olah sesuatu atau seseorang mengawasi mereka dari kegelapan. Ia berusaha mengabaikannya, namun semakin malam, perasaan itu semakin kuat. Ketika mereka semua terlelap, terdengar suara-suara aneh dari lorong-lorong kastil yang kosong. Pintu-pintu yang terbuka sendiri, lampu-lampu yang padam tiba-tiba menyala, dan bayangan gelap yang melintas dengan cepat membuat mereka semakin gelisah.
Keesokan harinya, salah satu teman mereka, Elisa, ditemukan t
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Doni arda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31: Perang Tanpa Akhir
Langit pagi masih belum muncul, malam itu terasa kayak nggak ada habisnya. Isabella terus berjalan di belakang penjaga hutan yang menuntunnya keluar dari lorong kastil. Napasnya masih berat, dan darah dari luka di tangannya mulai mengering. Di pikirannya, wajah Zoe dan Alex terus muncul, bikin dadanya sesak.
“Lo yakin kita bakal aman?” Isabella nanya dengan suara pelan, matanya melirik ke belakang setiap lima detik.
Penjaga hutan itu nggak menjawab. Dia cuma ngangguk kecil sambil tetap melangkah. Tapi sikapnya yang dingin bikin Isabella nggak bisa percaya sepenuhnya.
“Lo nggak jawab gue, Bang! Kita aman nggak, sih?” Isabella akhirnya berhenti, suaranya meninggi.
Penjaga itu menoleh, matanya tajam menatap Isabella. “Denger, anak muda. Di sini, nggak ada yang aman. Tapi kalau lo terus diem di tempat, mereka bakal nemuin lo lebih cepet.”
Isabella ngehela napas panjang, mencoba ngeberesin pikirannya. Tapi sebelum dia bisa ngomong lagi, suara langkah kaki terdengar dari arah lorong belakang mereka.
“Lo denger itu?” bisik Isabella, suaranya gemetar.
Penjaga itu langsung mengangkat senapannya, wajahnya serius. “Diam di belakang gue.”
---
Serangan Brutal
Dari ujung lorong yang gelap, muncul lagi sosok pria bertopeng. Tapi kali ini, dia nggak sendirian. Ada dua orang lain yang juga memakai topeng menyeramkan, masing-masing membawa senjata tajam.
“Siap-siap lari kalau gue bilang, ngerti?” penjaga itu berbisik.
“Lari? Gue capek lari terus, Bang!” Isabella protes, tapi matanya tetap mengawasi gerak para pria bertopeng itu.
“Lo mau mati sekarang?” penjaga itu nanya dingin.
Sebelum Isabella bisa jawab, salah satu pria bertopeng berteriak keras dan langsung menyerang mereka. Penjaga itu nembak sekali, pelurunya kena bahu salah satu penyerang. Tapi dua orang lainnya masih terus maju, mata mereka penuh amarah.
“LARI!” teriak penjaga itu.
Isabella nggak punya pilihan lain. Dia langsung berbalik dan lari sekuat tenaga, sementara suara tembakan terus terdengar di belakangnya.
Tapi larinya nggak jauh. Di depan, salah satu pria bertopeng muncul entah dari mana, menebas kapaknya ke arah Isabella. Dia langsung menjatuhkan diri ke lantai, kapak itu cuma lewat beberapa senti dari kepalanya.
“LO GILA APA?!” Isabella berteriak sambil mencoba bangkit. Tapi pria itu langsung menarik rambutnya dan mendorongnya ke dinding.
“Gue nggak akan mati di sini!” Isabella berteriak sambil meraih pisau kecil dari sakunya. Dia menusuk pria itu berkali-kali di perut, darah memercik ke wajahnya.
Pria bertopeng itu mundur, terhuyung-huyung, sebelum akhirnya jatuh ke lantai.
Isabella berdiri dengan napas terengah-engah, tangannya gemetar melihat darah di pisau dan bajunya. Tapi dia nggak punya waktu buat mikir panjang. Dari belakang, dia mendengar penjaga itu berteriak.
“BELLA! CEPET KE SINI!”
Dia langsung lari ke arah suara itu. Penjaga hutan itu masih berusaha ngelawan dua pria bertopeng lainnya, tapi pelurunya udah habis. Salah satu pria bertopeng berhasil menebas kaki penjaga itu dengan kapaknya, bikin dia jatuh ke lantai.
“Lari, Bella! Jangan pikirin gue!” teriak penjaga itu.
Tapi Isabella nggak mau ninggalin dia. Dia ngambil salah satu batu besar yang ada di lantai dan menghantam kepala salah satu pria bertopeng dengan sekuat tenaga. Pria itu jatuh, topengnya pecah, dan wajahnya yang penuh luka terlihat jelas.
Penjaga itu bangkit dengan susah payah, tangannya menahan luka di kakinya. “Lo beneran gila, ya?” katanya sambil mencoba berdiri.
“Lo juga, Bang,” jawab Isabella dengan senyum kecil yang dipaksakan.
Tapi kebahagiaan mereka nggak bertahan lama. Pria bertopeng terakhir berdiri di depan mereka, memegang pedang besar. Matanya penuh dengan kebencian.
---
Korban Lagi
Penjaga itu mencoba maju untuk ngelawan, tapi dia terlalu lemah. Pria bertopeng itu langsung menyerang, dan pedangnya menebas leher penjaga itu dalam sekali ayunan.
Isabella cuma bisa teriak histeris melihat tubuh penjaga itu jatuh ke lantai. Darahnya membanjiri lantai dingin kastil itu.
“Lo mau jadi selanjutnya?” pria bertopeng itu berkata dengan suara serak, suaranya terdengar menyeramkan.
Isabella nggak jawab. Dia cuma berdiri diam, matanya memandang tajam ke arah pria itu. Di dalam pikirannya, dia tahu kalau dia nggak bakal selamat kalau dia nggak ngelawan sekarang.
Dengan seluruh keberanian yang tersisa, Isabella menyerang pria itu. Dia menendang pedangnya hingga jatuh ke lantai, lalu mencoba menusuknya dengan pisau kecil yang dia bawa.
Pertarungan mereka brutal. Isabella berhasil melukai pria itu di beberapa bagian tubuhnya, tapi dia juga kena pukulan keras di wajahnya. Darah mengalir dari hidung dan bibirnya, tapi dia nggak berhenti.
Di momen terakhir, Isabella berhasil merebut pedang pria itu dan menebasnya dengan seluruh tenaga yang dia punya. Pria itu jatuh ke lantai, darahnya mengalir deras.
Isabella berdiri di sana, tubuhnya gemetar, napasnya berat. Dia nggak percaya kalau dia masih hidup. Tapi dia tahu ini belum selesai.
---
Sendiri di Tengah Kegelapan
Sekarang, Isabella benar-benar sendirian. Dia duduk di lantai kastil yang dingin, memandangi mayat pria bertopeng itu.
“Semua orang udah mati...” dia berbisik pada dirinya sendiri.
Tapi dia tahu kalau dia nggak bisa menyerah. Dia harus keluar dari tempat ini, apa pun yang terjadi.
Dengan sisa-sisa kekuatan yang dia punya, Isabella berdiri dan mulai berjalan lagi. Tapi di dalam hatinya, dia tahu kalau malam ini masih belum selesai. Dan mungkin, dia nggak akan pernah keluar hidup-hidup dari sini.