Alya, seorang sekretaris dengan kepribadian "ngegas" dan penuh percaya diri, melamar pekerjaan sebagai sekretaris pribadi di "Albert & Co.", perusahaan permata terbesar di kota. Ia tak menyangka akan berhadapan dengan David Albert, CEO tampan namun dingin yang menyimpan luka masa lalu. Kehadiran Alya yang ceria dan konyol secara tak terduga mencairkan hati David, yang akhirnya jatuh cinta pada sekretarisnya yang unik dan penuh semangat. Kisah mereka berlanjut dari kantor hingga ke pelaminan, diwarnai oleh momen-momen lucu, romantis, dan dramatis, termasuk masa kehamilan Alya yang penuh kejutan.
[REVISI]
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zaraaa_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
5. Selamat Datang di Albert Group
Pagi itu, Alya memasuki gedung Albert Group dengan langkah ringan. Sepatu ketsnya yang berwarna cerah berpadu kontras dengan lantai marmer hitam yang mengilap. Kemeja bermotif flamingo yang ia kenakan menciptakan suasana berbeda dari para karyawan lain yang rata-rata mengenakan setelan formal.
"Selamat pagi, Alya," sapa satpam di lobi, tersenyum ramah.
"Pagi, Pak Anton!" balas Alya ceria sambil melangkah ke lift.
Sesampainya di lantai kantor, ia langsung menuju meja kerjanya. Meja itu tampak kosong, tapi Alya telah mempersiapkan foto-foto kecil yang ia bawa dari rumah. Ia menyusun foto-foto itu dengan hati-hati di sudut meja. "Perfect!" katanya, tersenyum puas.
Namun, saat hendak membuat kopi di pantry, ia mendapati mesin kopi kantor tidak berfungsi. Ia mencoba menekan tombol beberapa kali, tetapi tidak ada respons.
"Astaga! Kopinya mogok di hari pertama kerja," gumamnya frustrasi.
Dengan cepat, ia mencari Ibu Ratna, kepala divisi administrasi yang terkenal selalu tegas. Alya menemukannya sedang memeriksa berkas-berkas di ruang arsip.
"Ibu Ratna," panggil Alya dengan nada sopan namun mendesak, "Mesin kopinya rusak! Saya harus bagaimana?"
Ibu Ratna mendongak, menatap Alya dari balik kacamatanya. "Mesin kopi? Laporkan saja ke bagian teknik. Itu bukan tanggung jawab saya," ujarnya datar.
"Tapi saya butuh kopi untuk memulai hari saya, Bu!" Alya sedikit memelas.
Ibu Ratna menghela napas panjang. "Kalau begitu, beli saja di kafe di seberang jalan. Tidak sulit, bukan?"
Alya terdiam, lalu mengangguk. "Baiklah, Bu."
Ketika ia kembali dengan secangkir kopi dari kafe, ia bertemu dengan Pak Budi, seorang karyawan senior yang terkenal dengan sifatnya yang perfeksionis.
"Alya," kata Pak Budi, melipat tangannya di depan dada, "Kenapa baru datang? Anda tidak tahu waktu?"
"Saya tidak terlambat, Pak. Saya hanya pergi membeli kopi karena mesin kopinya rusak," jawab Alya dengan nada datar, berusaha tetap tenang.
Pak Budi mendengus. "Seharusnya Anda melaporkan kerusakan itu lebih awal. Itu namanya inisiatif."
Alya hanya mengangguk tanpa menjawab, lalu bergegas kembali ke mejanya. “Hari pertama, tapi dramanya sudah seperti sinetron,” gumamnya sambil menyeruput kopi.
---
Tak lama setelah ia mulai bekerja, David Albert memanggilnya ke ruangannya. Alya berjalan dengan langkah tegas, membawa buku catatan kecil.
"Selamat pagi, Bapak Albert," sapa Alya, tersenyum formal.
"Pagi, Alya," balas David, duduk di kursi kerjanya yang besar. "Hari ini, semua jadwal siang saya batalkan."
Alya mengangkat alis, bingung. "Bapak ingin saya mengganti jadwal pertemuan-pertemuan itu?"
"Tidak perlu. Saya ingin Anda menemani saya makan siang," jawab David santai.
Alya terkejut. "Makan siang, Pak?" tanyanya, memastikan ia tidak salah dengar.
David mengangguk. "Ya. Saya ingin mengenal Anda lebih baik."
Alya sempat ragu, tetapi ia menyetujui permintaan itu. "Baik, Pak. Saya akan menemani."
---
Restoran tempat David membawa Alya terlihat mewah dengan interior bergaya klasik. Begitu masuk, aroma masakan Italia langsung menyambut mereka.
"Silakan pilih apa pun yang Anda suka," kata David sambil menyerahkan menu kepada Alya.
Alya membaca menu dengan hati-hati. "Pak, makanannya kok mahal semua ya?" tanyanya setengah bercanda.
David tertawa kecil. "Jangan khawatir soal harga. Pesan saja yang Anda mau."
Setelah makanan mereka dihidangkan, David mulai berbicara tentang masa kecilnya. "Dulu, saya tumbuh di keluarga yang sederhana. Orang tua saya selalu menekankan pentingnya kerja keras."
Alya mendengarkan dengan seksama, sesekali mengangguk. "Jadi, Pak Albert mulai membangun perusahaan ini dari nol?"
"Ya. Tidak mudah, tapi saya selalu percaya pada visi saya," jawab David, matanya menerawang.
Alya tersenyum. "Saya kagum, Pak. Tidak semua orang punya keberanian seperti itu."
David balas tersenyum. "Lalu bagaimana dengan Anda, Alya? Apa yang membuat Anda memutuskan untuk menjadi sekretaris?"
Alya tertawa kecil. "Sebenarnya ini tidak direncanakan, Pak. Saya hanya berpikir bahwa saya suka organisasi, suka bekerja dengan detail. Jadi, saya mencoba melamar di sini."
David mengangguk, tampak tertarik. "Dan saya rasa Anda akan membawa warna baru di Albert Group."
Alya tersipu. "Terima kasih, Pak. Saya harap saya bisa memenuhi ekspektasi Anda."
Saat makanan penutup dihidangkan, Alya tidak bisa menahan diri untuk berkomentar. "Pak Albert, saya tidak menyangka Anda suka makan sebanyak ini. Tadi saya pikir bos itu selalu menjaga porsi makan."
David tertawa keras. "Saya selalu lapar, Alya. Mungkin karena kerja otak saya tidak pernah berhenti."
Alya tertawa ikut menanggapi. "Kalau begitu, saya harus belajar menyamai energi Bapak."
Setelah selesai makan, David menatap Alya dengan ekspresi puas. "Terima kasih sudah menemani saya hari ini. Saya merasa lebih santai."
"Sama-sama, Pak. Saya juga merasa senang mendengar cerita Bapak," jawab Alya dengan tulus.
---
Ketika mereka kembali ke kantor, suasana menjadi lebih ringan. David tampak lebih santai, dan Alya merasa lebih percaya diri.
"Baik, Alya," kata David sebelum kembali ke ruangannya. "Jangan ragu jika Anda membutuhkan bantuan. Saya percaya pada kemampuan Anda."
"Terima kasih, Pak. Saya akan berusaha sebaik mungkin," jawab Alya sambil tersenyum lebar.
David mengangguk dan menutup pintu ruangannya. Alya duduk kembali di meja kerjanya, mengambil foto-foto kecilnya dan memandangnya dengan senyum puas.
"Ini baru awal," gumamnya. "Tapi saya yakin, semuanya akan baik-baik saja."
Meski hari itu penuh tantangan, Alya tahu bahwa ia telah memulai sesuatu yang besar di Albert Group.