Salahkah jika aku penasaran dengan yang namanya cinta dan kasih sayang? Salahkah jika aku sangat haus akan dua rasa itu? Sebenarnya, apa itu kasih sayang? Apa itu cinta?
Disinilah aku, tinggal sebagai seorang keponakan, sepupu, serta orang asing dalam keluarga paman yang sangat membenci kehadiranku. Berbagai cacian, siksaan, serta hinaan, semuanya aku terima. Sampai dimana... dia datang. Tiba-tiba saja, tangannya terulur, membawaku entah kemana dengan kata-katanya yang begitu hangat namun menakutkan.
"Jika kamu sangat ingin merasakan cinta dan kasih sayang, mari kita buat bersama. Mulai sekarang, sampai selamanya... akulah tempatmu untuk pulang."- Adam.
"Jika Anda benar-benar rumah saya, izinkan saya untuk selalu pulang dalam dekapan Anda. Saya mohon, jadilah rumah untuk tempat saya pulang, Tuan Adam."- Ayna.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wawawiee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6 Pemandangan Miris
***
Sesuai yang dijanjikan oleh Adam, dirinya membawa Ayna tepat di siang itu ke rumah sakit. Ini pertama kalinya pula Ayna melihat pemandangan mewah dari dalam mobil Adam. Tingginya gedung perkantoran mewah serta pepohonan yg menghiasi jalanan yang ramai itu membuat Ayna berdecak kagum.
Bahkan sepanjang jalanan pun, Ayna tak berhenti-henti ber-wow ria. Ia tak menyadari di sampingnya, Adam tersenyum geli melihat gelagat Ayna yang imut menurutnya.
"Tingginya..." gumam Ayna.
"Ayna."
"Ya?" jawab Ayna tanpa menoleh ke Adam.
Telunjuk Adam menunjuk ke arah gedung tinggi yang bertuliskan Emanuella. Itu adalah kantor pusat dimana Adam bekerja.
"Itu kan..."
"Ya. Itu kantorku. Tempat dimana aku bekerja dan menjalani perusahaan keluarga." ucap Adam.
"Eh? Perusahaan keluarga?" Ayna baru mengetahui fakta jika perusahaan itu adalah milik keluarga, ia mengira kalau Adam lah pendirinya.
"Hehehe, sudah dari kakekku. Kemudian diteruskan sama ayahku tapi beliau sudah tiada sejak aku masih belia. Sekarang, setelah aku kembali dari luar negeri, kakek memberiku jabatan CEO, mungkin buat sementara waktu."
"Sementara waktu?" sungguh, Ayna tak mengerti apa maksud dari perkataan Adam yang baru saja.
Adam tak menjawab, tapi ia hanya tersenyum kecil. Senyuman itu membuat Ayna sedikit curiga.
'Heh. Kenapa juga sementara waktu kalau Ayna sudah ada di sisiku? Kakek tua itu ngga akan mencabut posisiku apalagi menjual perusahaan ke perusahaan lain. Toh ngga segampang itu juga. Pokoknya, kartu AS nya ada di aku.'
Tak terasa, mereka sampai di rumah sakit besar. Sejenak, Ayna juga terperangah dengan kemegahan rumah sakit itu. Bisa dilihat pula kalau kualitasnya bukan main-main. Ini dibuktikan saat pasien sedang berjalan-jalan, mereka tersenyum senang seakan-akan tak ada beban.
"Ayo turun."
"Eh?"
Lagi-lagi, Ayna kembali ragu saat melihat uluran tangan besar Adam. Ia tahu kalau Adam menawarkan diri untuk membantu Ayna turun dari mobil dan membantunya berjalan. Haruskah ia terima?
"T-Terima kasih Tuan..."
Pada akhirnya, Ayna menerima uluran tangan itu. Apa yang dirasakan Ayna, benar-benar membuatnya teringat sesuatu. Tapi apa? Kenapa rasa hangatnya begitu familiar?
'Apa sih? Kenapa aku ngga ingat sedikitpun rasa hangat ini? Rasanya begitu familiar... Tapi aku juga ngga merasa risih...'
Kedatangan Adam dan Ayna menarik perhatian hampir semua pegawai rumah sakit. Mereka tahu Adam, tapi tidak tahu dengan wanita muda di sampingnya. Apalagi wanita itu begitu cantik seperti boneka hidup, bukan lagi sebagai manusia.
"Tuan Agam. Selamat datang. Ada yang bisa-..."
"Tolong periksa kakinya ini. Periksakan juga menyeluruh seluruh tubuhnya. Jangan sampai ada yang tertinggal." titah Adam.
"B-Baik Tuan. Kami laksanakan segera. Mari Nona." dokter itu langsung meminta dia perawat wanita untuk menggandeng Ayna.
Dengan panik pula, Ayna menoleh ke Adam bermaksud menanyakan apa yang terjadi ini.
"Ngga apa-apa, ini juga demi kesehatanmu. Ikuti mereka. Aku juga akan menunggu disini."
Ayna dibaringkan di atas brankar. Dan saat disibaknya rok itu, semua dokter dan perawat yang ada di sisinya terkejut. Mereka bahkan sampai menutup mulutnya saat melihat keadaan kaki kanan Ayna.
"Nona... Apa yang sudah terjadi?"
"Lututnya..."
"Sudah berapa lama... Bengkak seperti ini?"
"I-Itu..."
Entah bagaimana pula Ayna akan menjelaskan ini semua, tapi ia akan menduga kalau apa yang terjadi pada kakinya pasti Adam lah yang akan dijadikan tersangka utama. Menjawabnya jujur? percuma saja, tak ada bukti jika luka ini disebabkan oleh Robi dan Yuliana.
"S-Saya... Dipukul keluarga, jadinya ya begini ini..." lirih Ayna.
"Ngga mungkin lah kalau cuma dipukul! Sampai begini nona..." perawat yang menjawab itu akhirnya menangis pilu. Tak kuasa melihat keadaan kaki Ayna.
"Sudah-sudah. Itu ranah pribadi. Nona, kami akan memeriksa kaki nona. Jika masih memungkinkan, maka kami akan menjalankan operasi untuk menyembuhkan kaki nona." ucap dokter sepuh itu.
"Iya dokter..."
Pemeriksaan dilakukan seperti saat Adam memeriksa kaki Ayna pagi tadi, dan seperti biasa Ayna melirih kesakitan. Lalu dilakukan Rontgen, dan disitulah bisa diketahui apa yang terjadi.
***
"Bagaimana Ayna? Apa masih ada harapan kalau operasi?" benar-benar, Adam sangat ingin berharap Ayna sembuh dan bisa berlari kesana kemari seperti dulu.
Dokter itu menghela nafasnya, dan itu cukup panjang. Adam sudah menduganya, pasti ini berita buruk.
"Ini hasil rontgen Nona." dokter itu menyerahkan kertas hitam transparan yang bergambarkan tulang kaki dari lutut sampai mata kaki. Mata Agam melebar, ia memang tak tahu cara membacanya, tapi ia terkejut karena hampir seluruh tulang itu hancur.
"Kalaupun berharap mengoperasi kaki Nona... Itu 50:50, dengan kata lain akan terjadi resiko. Tuan bisa melihat, tulang lututnya sudah hancur, tulang betis patah, tulang jarinya bahkan ada yang patah dua. Lalu, ada urat yang terjepit di antara pecahan tulang itu. Itulah yang menyebabkan nona kesakitan saat di tekan tulangnya."
Tangan berurat itu bergetar, tak percaya dengan apa yang ia dengar barusan. Ucapan penuh umpatan bahkan terdengar dari mulutnya itu.
"Kalau uratnya... Apa masih bisa dioperasi?" tanya Adam penuh harap.
"Seperti yang saya katakan tadi, 50:50. Akan terjadi resiko pada nona nantinya. Jika ada kesalahan... Yang ada kakinya aka diamputasi atau yang lebih beresiko pula, nona akan lumpuh setengah badan."
DEG
Bagai dihantam beban sebesar bumi, hal itu membuat Adam lemas seketika. Harapan yang ia inginkan... Serasa hanya angan-angan semata. Bagaimana ini?
"Dokter... aku mohon... jalankan operasinya. Berapapun akan kubayar, asalkan kaki Ayna sembuh. Kalaupun ngga sembuh 100% ngga apa-apa, asalkan rasa sakitnya menghilang. Aku mohon dokter... Aku mohon..."
"Tuan, jangan begini Tuan... Berdirilah..."
Adam sampai membungkuk, memohon dengan sangat kepada dokter itu untuk menyembuhkan Ayna. Hal itu sampai menarik perhatian beberapa pengunjung rumah sakit.
"B-Baik, kami akan berusaha semaksimal mungkin. Kami akan mengusahakan yang terbaik agar Nona bisa segera sembuh." akhirnya, sang dokter menyanggupi permintaan Adam.
"Terima kasih... Terima kasih banyak dokter..."
***
"Operasi?"
Setelah berbicara kepada dokter, Adam langsung menemui Ayna yang ada di dalam ruangan. Kemudian, ia mengatakan bahwasannya Ayna akan dioperasi.
"Tapi..."
"Ngga apa-apa, kan aku sudah bilang. Demi kesehatanmu, akan kulakukan apapun. Nanti sore, kamu akan dioperasi. Tapi... Entah akan menjamin kamu berjalan normal lagi atau ngga, kita ngga akan pernah tahu. Yang pasti, kamu ngga akan kesakitan lagi."
Ayna terdiam, entah balasan apa yang harus ia berikan kepada kebaikan Adam yang begitu besar dan bermakna ini. Apakah ini adalah hadiah dari Tuhan karena selalu bersabar di setiap keadaan sulitnya? Benarkah Adam ini adalah orang baik kiriman Tuhan?
"Terima kasih banyak Tuan... Saya benar-benar tidak tahu harus berbuat apa untuk membalas kebaikan Tuan... Terima kasih banyak..." ucap Ayna tulus.
Adam hanya mengelus lembut kepala Ayna, ia tersenyum lembut.
"Ngga perlu dibalas. Cukup hidup sehat, aman, dan tetap ada itu sudah cukup buatku. Sekarang, kamu persiapkan diri saja ya. Nanti sore operasimu aka dimulai."
"Iya Tuan."
***
Singkatnya, operasi kaki Ayna dimulai.
Sore itu, ketegangan terjadi. karena sebelum Ayna terbius oleh obat bius, ia merinding saat melihat pisau operasi, jarum, bahkan gunting. Kedua matanya bergetar ketakutan.
"Jangan khawatir Nona. Nona nanti akan dibius dan ngga akan merasakan sakitnya disayat. Nona nanti akan tertidur dan ngga akan merasakannya." hibur perawat itu.
Ayna tak menjawab dan ia hanya mengangguk lemah. Tak menunggu beberapa lama, Ayna tertidur tenang. Operasi akan dimulai.
"Operasi, dimulai. lakukan yang terbaik."
"Baik dok."
.
Di mushola...
Adam memohon kepada sang Ilahi agar bisa memberikan Ayna kesembuhan serta kesehatan setelah operasi. Dan ia berharap ada berita baik setelah pengoperasian.
"Amin ya robbal alamin..."
Selesai sholat dan berdoa, Adam kembali menuju ke ruang operasi. Belum saja ia sampai di depan kursi, keburu seorang perawat keluar dari ruang operasi dan memanggil Adam dengan panik.
"Kenapa?"
"Nona Ayna..."
DEG
"Kenapa dengan gadis kecilku?!" teriak Adam frustasi.
"Operasinya berjalan lancar."
"Alhamdulillah Ya Allah..."
Sungguh, Adam benar-benar bersyukur atas berita baik ini. Ucapan terima kasih penuh kesyukuran ia panjatkan terus menerus.
Seorang dokter lalu keluar dan menemui Adam, mengatakan semuanya mengenai keadaan Ayna.
"Urat ototnya sudah kembali ke tempat semula. insyaallah setelah ini Nona tidak akan kesakitan saat berjalan. Tapi, tulangnya memang tidak bisa kami operasi karena kami tak ingin mengambil resiko. Dipasang gips pun yang ada akan terjadi ketidakcocokan antara tulang dan gips itu, jadi kami akan melakukan pemasangan gips jika urat ototnya sudah normal sepenuhnya." jelas dokter.
"Butuh waktu berapa lama untuk normal sepenuhnya?" tanya Adam.
"Sekitar satu tahun. Nona sekarang jika berjalan harus dengan bantuan alat seperti tongkat atau kursi roda."
Adam mengangguk paham. Ia paham jika operasi tulang ini akan beresiko penuh, apalagi kejadiannya sudah begitu lama. Langsung dipasang gips atau mengoperasi tulang yang ada Ayna akan menderita seumur hidup.
"Boleh aku temui Ayna?"
"Silahkan Tuan. Nona sudah sadar."
***
Adam masuk ke dalam, dirinya disambut oleh Ayna yang masih terbaring lemah namun masih bisa tersenyum kecil. Adam dengan suara yang bergetar menyapanya.
"Hai gadis kecil, bagaimana perasaanmu?"
"T-Tuan Adam..."
Adam mendekati Ayna, ia langsung menggenggam tangan mungilnya.
"Terima kasih sudah mau bertahan Ayna. Aku akan melindungimu selalu, mulai detik ini. Kamu ngga akan pernah merasakan yang namanya penderitaan lagi setelah ini. Kupastikan, senyuman penuh kebahagiaan akan selalu terpatri di wajah cantikmu."
***
Sementara itu di mansion besar serba putih...
"Bagaimana bisa?! Apa kalian ngga menjaga di sekitar gudang hah?! Dan sekarang, kalian ngga tahu jejak keberadaannya?!"
Robi murka kepada anak buahnya yang ceroboh karena tak menjaga gudang terbengkalai itu.
"Maaf Tuan... Tapi kami menerima perintah dari Anda, Anda bilang tak perlu menjaga gudang, begitu."
"Apa? Sejak kapan aku memberi titah itu? Kalian ini sudah tertipu! Pasti mereka menculik Ayna! Apa yang akan terjadi padaku kalau tikus got itu menceritakan semuanya tentangku?!"
Di dekat tangga, Yuliana menggigit kukunya. Ia benar-benar ketakutan apabila Ayna ditemukan oleh seseorang yang derajatnya lebih tinggi apalagi Ayna akan membeberkan seluruh kebusukan keluarga Robi.
"Ngga... ngga... Aku ngga mau hidup di bawah lagi... Ngga..."
Sementara Alea, ia hanya menatap datar kedua orang tuanya di dekat vas bunga besar. Tak henti-hentinya ia menghela nafas kesal.
"Cih, apa bagusnya sih mempertahankan si cacat itu? Baguslah kalau keluar dari rumah ini. semoga kamu ngga kembali kesini ya, sekalian saja kamu mati dimakan serigala. Biar tenang hidupku ini."
~Bersambung~