> "Rei Jaavu, apakah anda siap meninggalkan dunia ini dan pergi menuju negeri impian anda sekarang?"
"Jepang? Beneran aku bisa ke Jepang?"
> "Jepang? Ya, Jepang. Tentu saja."
Kata-kata itu muncul di layar laptop Rei, seperti tawaran menggiurkan yang nggak mungkin ia tolak. Sebuah sistem bernama "AniGate" menjanjikan hal yang selama ini cuma ada di dalam imajinasinya. Jepang klasik, negeri isekai, atau bahkan jadi tokoh kecil di dalam novel klasik yang selalu ia baca? Semua seperti mungkin. Ditambah lagi, ini adalah jalan agar Rei bisa mewujudkan impiannya selama ini: pergi kuliah ke Jepang.
Tapi begitu masuk, Rei segera sadar... ini bukan petualangan santai biasa. Bukan game, bukan sekadar sistem main-main. Di tiap dunia, dia bukan sekadar 'pengunjung'. Bahaya, musuh, bahkan rahasia tersembunyi menghadangnya di tiap sudut. Lebih dari itu, sistem AniGate seolah punya cara tersendiri untuk memaksa Rei menemukan "versi dirinya yang lain".
"Sistem ini... mempermainkan diriku!!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RE-jaavu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tidak Seburuk Itu: Bagian 7
Bagian 7: Akar Masalah
Hari ini dimulai dengan perasaan aneh di dadaku. Aku memiliki firasat seolah sesuatu yang buruk akan terjadi. Tapi aku mencoba mengabaikannya.
Ketika aku tiba di ruang kelas yang biasa digunakan untuk rapat kelompok, semuanya sudah berkumpul. Renjiro duduk di ujung meja, dengan ekspresi yang tidak bisa kubaca. Haruka, seperti biasa, tampak tenang di sudut ruangan.
“Takumi,” panggil Renjiro dengan nada yang terlalu datar.
Aku menelan ludah, lalu mendekat ke meja. “Ya, ada apa?”
“Kami ingin tahu,” katanya, sambil meletakkan kertas konsep presentasi di meja. “Apa ini rencanamu?”
Aku melirik kertas itu. Kertas itu berisi rancangan presentasi yang aku buat tadi malam setelah berpikir keras tentang bagaimana membuat semuanya menarik. Tapi sekarang, dengan semua mata tertuju padaku, aku mulai merasa ragu.
“Y-ya,” jawabku pelan. “Aku pikir ini bisa membantu kita memenangkan lomba.”
Renjiro menghela napas panjang, lalu menatapku dengan tajam. “Kau yakin ini akan berhasil? Karena, jujur saja, ini terlihat berantakan.”
“Berantakan?” ulangku, merasa dadaku mulai sesak.
“Ya,” tambah salah satu anggota lain, seorang gadis bernama Yuki. “Bagaimana kita bisa menjelaskan sejarah sekolah dalam lima menit tanpa terdengar seperti membaca buku teks?”
“Aku setuju,” kata anggota lain, Kenta. “Presentasi ini terlalu datar. Tidak ada hal menarik yang bisa membuat juri terkesan.”
...****************...
Aku mencoba menjelaskan idenya, meskipun suara mereka terus memotong. “Kita bisa menambahkan beberapa visual… dan mungkin sedikit humor untuk membuatnya lebih hidup.”
Renjiro tertawa kecil, tapi tidak dengan cara yang menyenangkan. “Kau pikir itu cukup? Kita butuh lebih dari itu untuk memenangkan lomba.”
Aku menoleh ke Haruka, berharap dia akan membantuku seperti sebelumnya. Tapi kali ini, dia hanya duduk diam, memperhatikan tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
“Kita hanya punya waktu dua hari untuk memperbaiki ini,” kata Renjiro, nadanya semakin keras. “Jika kita gagal, itu semua salahmu, Takumi.”
“Salahku?” ulangku, merasa darahku mendidih.
“Ya,” jawabnya tegas. “Kau pemimpinnya, kan?”
Aku mengepalkan tangan, mencoba menahan emosi. Tapi kata-katanya terus terngiang di kepalaku. Kau pemimpinnya. Jika gagal, itu salahmu.
...****************...
Setelah rapat selesai, aku mendekati Haruka yang masih duduk di sudut ruangan.
“Kau tidak membantuku,” kataku dengan suara pelan, tapi jelas penuh frustrasi.
Dia menatapku dengan ekspresi datar. “Aku tidak selalu bisa menyelamatkanmu, Takumi-kun.”
“Apa maksudmu?” tanyaku tajam.
Dia berdiri, melangkah mendekat sehingga jarak kami hanya beberapa langkah. “Kau pemimpin tim ini, bukan aku. Jika kau tidak bisa menangani tekanan, bagaimana kau berharap timmu akan mempercayaimu?”
“Aku…” Aku terdiam, tidak tahu harus menjawab apa.
Dia menatapku lama, lalu tersenyum tipis. “Aku akan membantumu. Tapi hanya jika kau bersedia belajar dari kesalahanmu.”
Aku menunduk, merasa dadaku semakin berat. “Aku tidak tahu apakah aku bisa.”
“Kau bisa,” katanya dengan nada yakin. “Tapi pertama-tama, kau harus berhenti menyalahkan dirimu sendiri setiap kali sesuatu tidak berjalan sesuai rencana.”
...****************...
Ketika aku tiba di rumah malam itu, aku merasa terlalu lelah untuk melakukan apa pun. Tapi suara AniGate kembali muncul, seperti biasa, tepat ketika aku ingin menyerah.
> “Rei, tekanan yang Anda rasakan adalah bagian dari perjalanan.”
“Ya, aku tahu,” gumamku sambil menutup mataku. “Tapi kalimatmu itu tidak akan mengubah apa pun.”
> “Anda telah membuat langkah awal. Fokus pada langkah berikutnya.”
Aku mendesah panjang. Meski sistem ini kadang menyebalkan, aku tahu AniGate tidak sepenuhnya salah.
aku mampir ya 😁