"Dewa Penghancur"
Kisah ini bermula dari seorang pemuda bernama Zhi Hao, yang sepanjang hidupnya selalu menjadi korban penghinaan dan pelecehan. Hidup di pinggiran masyarakat, Zhi Hao dianggap rendah—baik oleh keluarganya sendiri, lingkungan, maupun rekan-rekan sejawat. Setiap harinya, ia menanggung perlakuan kasar dan direndahkan hingga tubuh dan jiwanya lelah. Semua impian dan harga dirinya hancur, meninggalkan kehampaan mendalam.
Namun, dalam keputusasaan itu, lahir tekad baru. Bukan lagi untuk bertahan atau mencari penerimaan, melainkan untuk membalas dendam dan menghancurkan siapa saja yang pernah merendahkannya. Zhi Hao bertekad meninggalkan semua ketidakberdayaannya dan bersumpah: ia tak akan lagi menjadi orang terhina. Dalam pencarian kekuatan ini, ia menemukan cara untuk mengubah dirinya—tidak hanya dalam penampilan, tetapi juga dalam jiwa dan sikap.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jajajuba, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 06: Desa Wi di Serang
Setiap fajar menyingsing, Zhi Hao sudah berdiri tegak di puncak Gunung Qianlong, tempat udara masih bersih dari kebisingan dunia. Kaki kanannya terikat kuat pada ranting pohon cemara yang tumbuh di tepi jurang, sementara tubuhnya melayang di udara, hanya bergantung pada kekuatan tali dan keseimbangan tubuhnya. Matanya terpejam, napasnya teratur mengikuti ritme alam sekitar. Angin gunung berhembus lembut, menantang kestabilan tubuhnya yang sudah berada di ambang batas.
Sore hari, setelah melakukan serangkaian latihan fisik yang telah ditetapkan oleh Kitab Penghancur Surga, Zhi Hao kembali ke puncak yang sama. Kali ini, keringat bercucuran membasahi wajahnya yang tegang, menunjukkan betapa beratnya latihan yang dijalaninya. Kaki kirinya kini yang terikat, dan dia bergantungan terbalik, menghadap ke langit yang mulai berwarna jingga saat matahari terbenam. Setiap gerakan adalah perjuangan, setiap napas adalah upaya mempertahankan fokus dan keseimbangan.
Zhi Hao menggigit bibirnya tatkala angin malam mulai berhembus lebih kencang, menggoyangkan tubuhnya seperti daun yang terombang-ambing. Tapi, tatapan matanya yang terbuka lebar tidak menunjukkan sedikit pun ketakutan. Ini adalah ujian yang harus dia lalui, bagian dari perjalanan seorang pejuang yang tak kenal menyerah. Ia berlatih bukan hanya untuk mengasah tubuh, tetapi juga mental dan ketahanan jiwa dalam menghadapi segala rintangan.
Tanpa seorang Guru yang menjadi Pendamping, hanya mengandalkan sebuah Kitab yang di wariskan. Ia terus memompa tubuhnya, menguatkan Fisiknya dan energi mulai terbentuk pada bagian dadanya. Ada tiga Titik Energi yang bersirkulasi dalam tubuhnya sekarang.
Hari terus berganti, bulan demi bulan berlalu dan sudah lebih dari satu setengah tahun ia berlatih sendirian. Fokus dalam peningkatan kultivasi dan kekuatan Fisiknya serta meningkatkan pemahaman dalam berpedang.
Ledakan kecil yang terjadi di tempat latihan terpencil itu menyebabkan tanah berguncang sejenak. Debu dan asap mengepul di udara, menciptakan suasana yang tampak seperti medan perang kuno. Zhi Hao, yang sedang duduk bersila di tengah hiruk pikuk itu, perlahan membuka matanya. Seulas senyum puas terukir di wajahnya yang tampan. "Sudah cukup lama aku berlatih di sini," gumamnya pelan, sambil merenungi proses panjang yang telah dilewatinya.
Dia menatap ke arah kitab kuno yang tergeletak di sampingnya—Kitab Penghancur Surgawi, sebuah artefak yang legendaris dan penuh misteri. "Hanya seperempat dari kitab ini yang bisa aku serap," lanjutnya, suaranya mengandung semangat dan kepuasan. "Namun, aku merasa kekuatanku telah cukup."
Zhi Hao bangkit berdiri, angin sepoi-sepoi berhembus melewati rambutnya yang hitam dan berkilau. Dia membenahi pakaian latihannya yang terbuat dari kain kasar, menyesuaikan ikat pinggangnya yang terbuat dari kulit. "Aku juga telah mencapai Ranah Bumi sekarang," ucapnya, tidak bisa menyembunyikan kekaguman pada pencapaiannya sendiri. "Ini luar biasa sekali!"
“Entah sudah berapa lama waktu yang aku habiskan berlatih disini. Bahkan wajahku sudah tumbuh jenggot.” ujarnya bercermin pada air jernih yang mengalir di dekat kediaman.
"Sekarang harus bagaimana aku bisa melepaskan diri dari sini?" Zhi Hao berbisik pada dirinya sendiri, langkahnya bergema di antara reruntuhan.
Tempat ini, yang kini ia sebut Qianlong, semakin tampak misterius dan mencekam. Tiada sosok manusia yang pernah ia temui selama setahun lebih ia terperangkap, melainkan hanya beragam binatang buas yang menghadang.
Hari-harinya diisi dengan memburu makhluk-makhluk liar itu, sebagai sarana untuk mempertajam insting bertarungnya di medan yang kejam ini.
"Bisakah aku benar-benar keluar dari cengkraman tempat ini?" serunya lagi, suara penuh penantian dan keputusasaan.
Tanpa diduga, seberkas energi misterius tiba-tiba mengitari tubuhnya, dan secara ajaib, ia terlempar keluar dari arena latihan yang telah lama menjebaknya.
Zhi Hao terpaku di tengah pulau yang mulai retak dan runtuh di bawah kakinya. Seiring dengan kehancuran itu, sebuah peti kuno di depannya berubah wujud, berubah menjadi cahaya yang terang benderang dan menerjang langsung ke arahnya.
Saat cahaya memancar dari peti misterius mendekatinya, Zhi Hao refleks mengangkat tangan, bersiap untuk menghadapi datangnya kejutan. Namun, apa yang terjadi berikutnya tidak pernah ia duga; sebuah gelang melingkar di pergelangan tangannya, berubah dari cahaya menjadi materi dalam sekejap.
"Aku tidak bisa tinggal di sini, dan bukan berarti aku mengakuimu sebagai tuanku," suara tegas terdengar dari gelang tersebut, diiringi dengan kilauan dari kepala naga yang menatap intens ke arahnya. Gelang tersebut tampaknya tidak besar, namun tiap detailnya seperti terukir sempurna, berkilauan bagai giok.
"Hah!" Zhi Hao nyaris tidak percaya saat suara itu memenuhi ruang, hanya satu kata yang berhasil meluncur dari mulutnya dalam keadaan kaget yang memuncak.
"Tidak ada waktu untuk berpikir!" tanpa peringatan, dari mulut gelang naga itu memancar sinar yang melesat ke langit, menembus kehampaan. Seketika, sebuah pusaran tercipta dan tanpa ampun menghisap Zhi Hao ke dalamnya.
Mereka muncul di atas langit Desa Wi, yang saat itu dipenuhi kekacauan dan darah. Pertarungan dahsyat sedang berlangsung di bawah. Di tengah hiruk-pikuk itu, sosok tak dikenal tiba-tiba terhempas dari langit dengan jeritan terkejut yang mengiris langit.
Bam!
Suara dentuman yang memekakkan telinga terdengar ketika Zhi Hao menghujamkan dirinya ke tanah. Debu berterbangan naik, menari di udara hingga setinggi lutut.
Semua yang menyaksikan terpaku, tertegun dalam diam yang mendadak.
Pertarungan yang tadinya sengit, seketika terhenti. Kedua pihak mundur, membentuk garis baru dengan wajah penuh kewaspadaan dan keheranan.
Zhi Hao memandangi sekeliling dengan bingung jug. Tiba-tiba ia mendengar teriakan.
"Siapa kamu?" Fu Yao memecah keheningan, nada suaranya penuh dengan ancaman tersembunyi. Ia, pejuang dari Desa Fu, dikenal kejam dalam menjarah desa-desa seperti Klan Wi.
"Mengapa kalian ganggu Desa Wi?" Balas Zhi Hao dengan pertanyaan, matanya menatap tajam ke arah lawannya, tidak terintimidasi sedikit pun.
"Anak muda, minggir atau mati di ujung tombakku!" teriak Fu Yao, suaranya bergema menantang, mengisi udara dengan tekanan yang terasa hampir fisik. Aura kekuatannya terpancar kuat, mencoba meruntuhkan semangat Zhi Hao.
Namun, Zhi Hao tidak bergeming, berdiri kokoh seperti pohon tua yang berakar dalam. Tidak sejengkal pun ia mundur, matahari terbenam membingkai sosoknya yang tak kenal takut…