Celia Carlisha Rory, seorang model sukses yang lelah dengan gemerlap dunia mode, memutuskan untuk mencari ketenangan di Bali. Di sana, ia bertemu dengan Adhitama Elvan Syahreza, seorang DJ dengan sikap dingin dan misterius yang baru saja pindah ke Bali. Pertemuan mereka di bandara menjadi awal dari serangkaian kebetulan yang terus mempertemukan mereka.
Celia yang ceria dan penuh rasa ingin tahu, berusaha mendekati Elvan yang cenderung pendiam dan tertutup. Di sisi lain, Elvan, yang tampaknya tidak terpengaruh oleh pesona Celia, justru merasa tertarik pada kesederhanaan dan kehangatan gadis itu.
Dengan latar keindahan alam Bali, cerita ini menggambarkan perjalanan dua hati yang berbeda menemukan titik temu di tengah ketenangan pulau dewata. Di balik perbedaan mereka, tumbuh benih-benih perasaan yang perlahan mengubah hidup keduanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yanahn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Gairah dan Keinginan
Celia mengeratkan pelukannya, menyandarkan kepalanya di dada Elvan. Elvan mengecup puncak kepala Celia dengan lembut, memberikan rasa nyaman yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata.
Setelah beberapa saat, Celia melepaskan diri dari pelukan Elvan. “Kalau kamu kayak gini terus, aku bisa nangis, tahu,” ucap Celia setengah bercanda sambil mengusap sudut matanya.
Elvan tertawa kecil, lalu mengusap pipi Celia. “Kalau kamu nangis, aku akan jadi orang pertama yang menghapus air mata itu.”
Celia mencubit lengan Elvan pelan. “Udah ah, gombalnya nanti aja. Sekarang kita jalan lagi, yuk.”
Elvan mengangguk, dan mereka melanjutkan langkah mereka menyusuri pantai. Celia menendang-nendang air laut yang menyentuh kakinya, sementara Elvan sesekali mengambil kerang kecil di pasir untuk ditunjukkan pada Celia.
“Aku jadi inget waktu kecil, suka ngumpulin kerang kayak gini,” ujar Celia sambil memeriksa salah satu kerang yang Elvan tunjukkan.
“Kalau aku sih lebih sering bikin istana pasir,” balas Elvan. “Tapi selalu dihancurkan sama ombak.”
Celia tertawa kecil. “Mungkin istanamu harus dibangun lebih jauh dari air laut.”
Elvan menatap Celia dan tersenyum lebar. “Atau aku harus bikin istana di hatimu."
Celia memutar bola matanya, “Kenapa sih kamu sekarang jago banget ngegombalnya.”
"Kan gombalin pacar sendiri, daripada gombalin cewek lain. Emang boleh?"
Celia menggeleng sambil tertawa, lalu berjalan lebih cepat meninggalkan Elvan yang masih berdiri di tempatnya. Namun, Elvan dengan cepat menyusul dan menarik tangan Celia, membuat mereka berputar-putar sebentar dan tertawa bersama.
Matahari semakin tinggi, menghangatkan udara sekitar mereka. Setelah cukup lama berjalan, mereka memutuskan untuk duduk di sebuah batu besar yang menghadap langsung ke laut. Elvan menyerahkan tumbler-nya pada Celia.
“Minum dulu. Jangan sampai dehidrasi,” ujar Elvan.
Celia menerimanya, dan meneguknya perlahan. Setelah itu, dia mengembalikan tumbler tersebut pada Elvan. “Makasih.”
Celia tersenyum, lalu bersandar di bahu Elvan. Elvan merangkul bahu Celia, keduanya menikmati kedamaian yang tercipta di antara angin laut yang sejuk dan suara deburan ombak.
Setelah beberapa saat menghabiskan waktu di pantai, mereka memutuskan untuk kembali ke vila. Langkah kaki mereka perlahan mengarah ke jalan setapak yang menuju vila.
Sesampainya di vila, Elvan langsung membuka pintu, sementara Celia melepaskan sandalnya yang sudah basah, lalu mencuci tangan dan duduk di sofa besar yang ada di ruang tengah.
“Aduh, capek juga ya,” ucap Celia sambil mengusap wajahnya.
Elvan tersenyum, meletakkan tumbler-nya di meja dan duduk di sebelah Celia. “Sini, aku pijitin kakinya," ucap Elvan sambil mengangkat kaki Celia ke pangkuannya.
Celia sedikit terkejut dan menatap Elvan, tapi kemudian ia tersenyum. "Emangnya kamu bisa?" tanya Celia sambil menyandarkan punggungnya di sandaran sofa.
Elvan tertawa ringan dan mengangguk, lalu dengan lembut memijat kaki Celia yang kelelahan setelah berjalan jauh. "Pantesan kamu nggak mau olahraga, baru jalan sebentar aja udah ngeluh capek," godanya sambil menekan pelan bagian telapak kaki Celia.
Celia meremas bantal yang ada di sampingnya, merasa nyaman dengan pijatan Elvan. "Iya, iya, aku emang nggak terlalu suka olahraga. Tapi kalau setelah olahraga dapat pijatan kayak gini, aku sih mau aja kalau harus olahraga setiap pagi."
Elvan tersenyum lebar, "Kalau kamu mau, aku siap jadi personal trainer kamu. Tapi kayaknya lebih enak jadi personal masseuse aja," goda Elvan sambil memijat kaki Celia dengan hati-hati.
Celia tertawa kecil, menatap Elvan yang kini fokus pada kakinya. "Kamu emang serba bisa ya," ucap Celia sambil mengacungkan jempolnya.
Namun, pijatan Elvan perlahan mulai berpindah dari kaki Celia ke betisnya. Tangan Elvan semakin naik, Celia mulai merasakan sentuhan yang sedikit lebih lama dari yang diinginkan. "Elvan..." Celia mencoba memperingatkan Elvan.
Elvan, yang masih memijat, tidak memperhatikan peringatan itu dan justru semakin mendekat ke paha Celia. Tangan Elvan terus memijat, sentuhan tangan Elvan membuat tubuh Celia gemetar. Celia merasakan matanya semakin berat, dan tubuhnya relaks dalam sentuhan Elvan.
Tangan Elvan bergerak lebih tinggi, jarinya menyusuri lekuk paha Celia. Nafas Celia terhenti sejenak saat sentuhan Elvan semakin intim.
"Elvan," lirih Celia, suaranya hampir tak terdengar.
Elvan menatap Celia dengan tatapan yang penuh dengan hasrat. "Ya, sayang?" bisik Elvan ditelinga Celia.
Mata Celia terpejam saat tangan Elvan bergerak lebih tinggi, dan jari Elvan menyentuh kulitnya. Bibir Elvan menyentuh telinganya, hembusan nafas Elvan membuat tubuhnya semakin gemetar. "Sayang," bisik Elvan sambil menggigit ujung telinganya.
Mata Celia terbuka, pandangannya terkunci pada mata Elvan. Dia melihat hasrat di mata Elvan, antara cinta dan kekaguman. Dan pada saat itu, Celia tahu bahwa dia milik Elvan sepenuhnya, dan tanpa ragu, Celia menarik tengkuk Elvan, bibirnya menyatu dengan bibir Elvan. Saat mereka berciuman, tangan Elvan terus menjelajahi tubuh Celia, sentuhannya mengirimkan gelombang kenikmatan yang menghantam tubuh Celia. Celia merasa dirinya tenggelam dalam momen itu, dan tubuhnya merespons sentuhan Elvan.
Mereka terus berciuman, tangan Elvan terus menjelajahi tubuh Celia, jari-jari Elvan menelusuri lekuk kulitnya. Bibir Elvan meninggalkan bibirnya, dan dia meneruskan ciuman ke lehernya, deru napas Elvan membuat tulang punggungnya menggigil.
Mata Celia terpejam dan dia mengerang pelan. Tangan Elvan menyingsingkan dress yang Celia kenakan dan dengan lembut mendorong punggung Celia ke sofa. Elvan menatap Celia dengan senyum menyeringai. Celia membuka matanya dan membalas tatapan Elvan, lalu tanpa aba-aba, Celia melepas celana Elvan.
Celia merasakan gelombang kenikmatan saat tubuh Elvan menutupi tubuhnya, dan tubuh Elvan menekannya. Bibir mereka bertemu lagi, dan mereka berciuman dalam-dalam, lidah mereka saling bertaut. Celia merasa seperti melebur ke dalam tubuh Elvan. Tangan Elvan menjelajahi tubuh Celia, jari-jarinya menelusuri lekuk buah dada Celia dan meremasnya. Celia mengerang pelan saat Elvan meremas buah dadanya. Gairah mereka semakin kuat, ciuman mereka semakin dalam dan mendesak. Celia merasa seperti kehilangan dirinya dalam pelukan Elvan.
Setelah sama-sama mencapai puncaknya, mereka berbaring di sofa, dan saling berpelukan. Celia menyandarkan kepalanya di bahu Elvan, merasakan kehangatan dan kenyamanan. Mereka berbaring dalam keheningan, menikmati kebersamaan satu sama lain.
Beberapa menit kemudian, Elvan angkat bicara, suaranya rendah dan serak. "Apakah kamu baik-baik saja?" Elvan bertanya, tangannya membelai rambut Celia.
Celia mengangguk, matanya terpejam. "I'm fine," jawab Celia, suaranya nyaris berbisik. Elvan tersenyum, bibirnya menyentuh puncak kepala Celia.
"Aku lapar, perutku keroncongan, ternyata makan kamu tidak membuat perutku kenyang," bisik Elvan di telinga Celia. "Bagaimana kalau kita pesan makanan?"
Celia tertawa mendengar bisikan Elvan, ia mencubit pinggang Elvan. Elvan mengaduh pelan, lalu bangkit dari sofa. "Aku akan pesan sesuatu," ucap Elvan sambil meraih ponselnya.
Celia mengangguk, ia memperhatikan Elvan yang tampak serius dengan ponselnya. Senyum mengembang di bibir Celia. Dia merasa bahagia, benar-benar bahagia.