Viona merasa heran dengan perubahan sikap suaminya yang bernama Bara. Yang awalnya perhatian dan romantis tapi kini dia berubah menjadi dingin dan cuek. Dia juga jarang menyentuhnya dengan alasan capek setelah seharian kerja di kantor. Di tengah- tengah kegundahan dan kegelisahan hatinya, sang adik ipar yang bernama Brian, pemuda tampan yang tampilannya selalu mempesona masuk ke dalam kehidupan viona dan mengisi hari- harinya yang hampa. Akankah hati Viona akan tergoda dengan adik ipar dan menjalin hubungan terlarang sengannya karena merasa diabaikan oleh sang suami....?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mommy Almira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
6. Pergi menemui ayah ibu
Pagi harinya seperti biasa Viona dan Bara sarapan bersama. Mereka makan dengan fokus tidak ada yang berbicara. Sesekali Viona melirik pada sang suami yang sejak bagun tidur tidak mengucapkan sepatah katapun. Sepertinya dia masih marah soal tadi malam. Padahal kalau dipikir- pikir kenapa dia harus marah. Memangnya salah Viona apa..? Kan dia hanya meminta Bara untuk ikut memeriksakan diri ke dokter. Tapi dia malah salah paham dan menganggap Viona menuduh dia mandul.
"Mas..." ucap Viona.
"Hem..." jawab Bara tanpa menoleh ke Viona, dia terus fokus menyuapkan nasi ke dalam mulutnya.
"Aku boleh nggak main ke rumah ayah...? Sudah satu bulan ini aku nggak berkunjung ke sana..." ucap Viona.
"Terserah kamu saja..." sahut Bara lalu meminum air putih kemudian bangun dari duduknya dan meraih tas kantornya di kursi meja makan.
"Aku berangkat ke kantor dulu..." ucap Bara sambil berlalu meninggalkan Viona begitu saja.
Viona pun dibuat melongo. Tak biasanya Bara pergi ke kantor dengan cara seperti itu. Biasanya dia berpamitan dengan baik sambil mencium kening serta bibir Viona. Tapi kali ini apa...? Dia pergi begitu saja tanpa menatap ke arah sang istri.
Viona hanya menarik nafas panjang lalu menghembuskannya dengan kasar.
"Mas Bara kenapa sih, apa dia masih kesal soal tadi malam...." gumam Viona sambil menggelengkan kepalanya.
Viona lalu mengambil piring kotor bekas makan dia dan Bara lalu membawanya ke dapur.
"Aduh bu Viona, biar bibi saja yang membereskan piringnya ..." ucap bi Yuni.
"Nggak papa kok bi..." ucap Viona lalu meletakkan piring kotor ke mesin pencuci piring.
"Bi, nanti saya mau ke rumah ayah saya, mungkin pulangnya agak sore. Bibi tidak perlu menyiapkan makan siang untuk saya. Siapkan makan malam saja ya..." sambung Viona.
"Baik bu Viona...." jawab bi Yuni.
Viona pun bersiap untuk pergi ke rumah orang tuanya dengan diantar oleh supirnya yang bernama pak Jaja. Dia mampir ke toko untuk membeli buah tangan untuk ayah dan ibunya.Sesampainya di kediaman orang tuanya, Viona pun lalu turun dari mobil kemudian masuk ke dalam rumah setelah mbak Wiwin membukakan pintu.
"Eh, mbak Viona, mari masuk mbak..." ucap bi Wiwin dengan ramah.
"Terima kasih bi. Ayah sama ibu ada bi..?" sahut Viona sambil tersenyum.
"Ada mbak... " jawab bi Yuni. Viona pun masuk ke dalam.
"Ayah, ibu..." ucap Viona lalu mencium pipi kedua orang tuanya.
"Tumben kamu ke sini..." ucap bu Rima.
"Iya bu, Viona kangen sama ayah dan ibu..." jawab Viona.
"Suami kamu nggak ikut...?" tanya pak Hilman.
"Ayah ini gimana sih, kan Bara tadi ke sini jemput Karin berangkat ke kantor..." sahut bu Rima.
"Oh iya ayah lupa..." jawab pak Hilman.
"Apa..? Mas Bara ke sini jemput Karin...?" tanya Viona kaget.
"Iya, kan memang setiap hari Bara jemput Karin. Lagian kan tujuan mereka sama jadi sekalian aja Bara mampir ke sini dulu jemput Karin. Karin kan belum punya kendaraan, lumayan kan kalau setiap hari diantar jemput sama Bara, itung- itung irit ongkos...." jawab bu Rima.
"Jadi Karin pulangnya juga diantar oleh mas Bara bu...?" tanya Viona.
"Iya lah..." jawab bu Rima.
"Kok mas Bara nggak pernah cerita kalau setiap hari dia antar jemput Karin...?" tanya Viona.
"Memangnya kalau suamimu mau antar jemput adik iparnya sendiri harus laporan dulu sama kamu..? Lagian kan Karin itu sekertarisnya Bara. Jadi wajar aja kalau mereka pulang pergi bareng..." sahut bu Rima.
"I..iya juga sih..." sahut Viona.
"Gimana Viona kamu sudah isi belum...?" tanya pak Hilman.
"Belum Yah, doain ya supaya tidak lama lagi Viona bisa hamil...." sahut Viona.
"Kamu jangan hanya minta doa saja dong Viona, kamu juga harus berusaha, periksa dong ke dokter...." sahut bu Rima dengan jutek.
Iya, bu Rima memang selalu jutek jika bicara dengan Viona. Entah kenapa bawaannya sewot saja kalau ngobrol dengan Viona. Padahal Viona anak yang penurut dan tidak pernah macam- macam. Tapi dari Viona kecil bu Rima selalu saja memarahinya.
Beda dengan Karin yang selalu disayang dan dimanja. Iya, mereka berdua selalu dibeda- bedakan. Waktu kecil setiap pak Hilman dan bu Rima pergi jalan- jalan, Viona tidak pernah diajak. Dia selalu dititipkan pada pembantunya.
Setiap pulang dari bepergian pun Karin selalu dibelikan mainan dan baju baru, sedangkan Viona tidak. Baju dan mainan Viona hampir semua bekas Karin. Umur mereka hanya terpaut dua tahun saja. Badan Karin pun lebih besar dari badan Viona. Jadi baju yang sudah tidak muat di Karin diberikan untuk Viona yang badannya kurus.
Sampai sekarang pun badan Viona mungil dengan tinggi badan seratus lima puluh lima centi meter, dan berat lima puluh kilo. Sedangkan badan Karin tingginya seratus enam puluh lima centi meter dan badan bak seorang model. Tapi keduanya sama- sama cantik. Apa lagi Viona yang terlihat lebih imut dan lebih muda dari Karin hingga orang yang tidak tahu mengira Viona adalah adik Karin.
"Memangnya kamu sudah berobat ke mana saja Viona...?" tanya bu Rima.
"Ya ke dokter kandungan mah. Vio udah konsultasi dan melakukan pemeriksaan ke beberapa dokter , tapi jawabannya sama kalau Viona nggak ada masalah. Viona subur kok. Hanya mungkin Alloh belum ngasih kepercayaan aja kali bu sama Viona..." jawab Viona.
"Apa jangan - jangan yang masalahnya ada di suamimu...?" tanya pak Hilman.
"Ya nggak mungkin lah Yah, namanya suami istri kalau menikah sudah bertahun- tahun belum punya anak pasti masalahnya di perempuannya..." sahut bu Rima.
"Ya kali aja..." sahut pak Hilman.
"Trus reaksi mertua kamu gimana pas tahu kamu belum hamil juga...?" tanya pak Hilman.
"Mereka kecewa sih Yah..." jawab Viona sedih.
"Ya jelas kecewa lah, Bara itu kan anak pertama keluarga tuan Bobby, anak kebanggannya, tentu saja orang tuanya mengharapkan cucu darinya sebagai penerus perusahaannya yang besar itu. Apa lagi dia belum punya cucu laki- laki kan. Itu adiknya Bara anaknya cewek semua...." sahut bu Rima.
"Yah, belum rejekinya kali bu..." ucap pak Hilman.
"Hah, dasar aja Bara nya yang lagi apes punya istri nggak bisa hamil. Harus nya dulu waktu tuan Bobby mau melamar Viona, ayah tawarkan saja Karin untuk menjadi menantunya. Kalau Karin yang jadi suami Bara, ibu yakin sekarang anaknya sudah banyak..." ucap bu Rima.
"Ya mau gimana, tuan Bobby maunya Viona yang jadi menantunya. Lagian waktu itu Karin kan baru masuk kuliah, masa mau dinikahkan..." sahut pak Hilman.
"Kok ibu ngomongnya kayak gitu sih bu...?" tanya Viona sedih. Padahal Viona datang ke sini ingin dihibur oleh kedua orang tuanya diberi semangat agar kuat menghadapi masalahnya karena belum juga dikasih momongan. Tapi apa yang dia dapat , ucapan sang ibu malah membuatnya sedih. Apa bedanya ucapan bu Rima dengan mamah mertuanya. Sama - sama menyakitkan buat Viona.
"Eh Viona, ibu itu kasihan sama Bara. Dia sudah ingin banget punya anak..." ucap bu Rima.
"Iya bu, Viona ngerti, bukan cuma mas Bara aja yang ingin punya anak, Viona juga ingin bu. Tapi mau bagaimana lagi kalau memang belum saatnya dikasih..." sahut Viona.
Bu Rima pun tersenyum sinis pada Viona.
"Kamu harus bersyukur Viona, walapun kamu nggak bisa ngasih Bara anak, tapi Bara masih sabar dan setia sama kamu. Coba kalau laki- laki lain, mungkin sudah menikah lagi sama perempuan di luar sana..." ucap bu Rima.
Viona pun kaget dengan ucapan sang ibu. Dadanya bergemuruh. Iya, beberapa bulan terakhir ini sikap Bara cuek sekali padanya. Setalah mendengar ucapan sang ibu, Viona jadi berfikiran aneh- aneh. Jangan - jangan sikap cueknya Bara karena dia memiliki perempuan lain.
Viona langsung menggelengkan kepalanya untuk mengusir pikiran buruknya. Dia tidak boleh berfikir seperti itu. Bara suami yang baik dan perhatian selama ini. Dia tidak akan mungkin mengkhianati Viona. Justru Viona yang merasa bersalah karena sudah berciuman dengan adiknya Bara yaitu Brian.
Memang sih itu semua bukan kemauan Viona , itu semua karena Brian terlebih dulu yang menciumnya secara tiba- tiba. Tapi masalahnya lama- kelamaan justru Viona menikmati l*matan- l*matan lebut yang dilakukan oleh Brian. Dan tak segan- segan Viona juga membalas l*matan demi l*matan tersebut.Dia begitu menikmati ciumannya bersama Brian. Viona merasa justru dirinya lah yang telah berselingkuh dan mengkhianati Bara.
"Ayah ibu, Viona pamit ya..." ucap Viona.
"Lho kok buru- buru sih...? Nggak mau makan siang di sini...?" tanya pak Hilman.
"Enggak Yah lain kali aja..." jawab Viona.
Viona pun lalu berpamitan pada kedua orang tuanya lalu pergi dari kediaman ayah dan ibunya. Viona meminta pak Jaja sang supir untuk mengantarnya pergi ke Kantor Bara. Tapi sebelumnya dia mampir ke toko kue membeli cake untuk diberikan pada sang suami sebagai tanda permintaan maaf atas kejadian kemarin malam.
Bersambung...