Shofiyah yang memiliki kekasih yang mapan dan baik akhirnya berjodoh dengan lelaki sederhana bernama Ahmad pilihan ayahnya, lika liku pernikahan yang dia alami menjadikan perjalanan rumah tangganya kian kuat dan bisa tetap langgeng hingga tua dan memliki 7 orang anak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ummu Umar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pernikahan Sang Adik Perempuan
Tepat tanggal 25 Maret 2018 adik perempuan ku satu- satunya akhirnya menikah, ini kedua kalinya ayahku menikahkan putri kesayangannya. Beliau memang selalu berdoa untuk diberi umur untuk bisa menjadi wali nikah kedua putrinya dan hari ini impian itu tercapai. Pernikahan yang terjadi tidak jauh berbeda dengan ku konsep islami dan waktu acara pernikahan pun sama hanya berbeda gedung dan pakaian mempelai.
Kembali tangis hari itu terdengar saat ayahku menjadi Wali kembali, yah ayahku memang kembali menangis melepas bungsu perempuan di keluargaku apalagi dialah memang yang terdekat dengan ayah mungkin karena sifat adikku berbanding terbalik dengan karakter ku hanya saja dia juga mandiri secara finansial sejak usia muda.
Adikku yang cengeng dan manja tetapi tegas dalam prinsip tapi walaupun seperti itu dia bukan tipe orang yang akan langsung membalas jika tertindas, ia hanya akan menangis dalam diam dan akan curhat kepada orang yang bisa ia percaya. Berbeda denganku yang memegang prinsip kau jual aku beli.
Itulah mungkin yang menyebabkan aku yang dipercaya untuk melindungi ketiga saudaraku walaupun bukan anak tertua tetapi hampir segala keputusan dirumah kami akulah dan ayah yang menjadi pemegang keputusan.
Aku bukan tipe perempuan yang cengeng apalagi manja karena pribadiku terbentuk harus kuat dan tahan banting semenjak ibuku meninggal menjadi perempuan tertua di keluarga pasti akan menjadi pengganti ibu dalam segala hal.
Menjadi perempuan tertua membuat jiwaku dan karakter ku keras walau dalam hal lain aku tetaplah perempuan yang penuh kasih dan lemah lembut hanya jika ada yang menyakiti saudaraku barulah jiwa barbarku keluar.
Saat sekolah aku selalu mengambil bagian yang menantang seperti kegiatan PMR (palang Merah Remaja) dan bela diri sebagai ekstrakurikuler disekolah berbeda dengan adikku yang lebih menyukai tarian dan musik.. Dia ikut kegiatan ekstrakurikuler menari dan musik disekolah. Kami memang bertolak belakang tapi saling menyayangi dan saling membantu sesama saudara.
Itulah sebabnya ketika dia menikah dan memulai hidupnya yang baru aku sedikit kehilangan dan bahagia secara bersamaan.. Kebersamaan kami sejak kecil selalu terngiang..
Kedua Adikku seperti anak ayam yang selalu mengikuti induknya kemanapun maka aku selalu membawa kedua adikku kesekolah sejak kepaergian ibuku.. Semua Guru ku juga sangat mengenal mereka karena selalu datang ke sekolah setiap hari bersamaku..
"Jangan kita lupakan kau dek nah!! Sering ki datang tengok bapak di makassar dan kakak di Takalar nanti kalau ada waktu kosongta. Baku aturki supaya masih bisa kita jalan dan ngobrol seperti biasa walaupun kita berdua sudah menikah!! ".
Adikku yang mendengar ucapanku malah menabok tanganku dengan gemes..
"Enak aja kakak tu yang harusnya dikasih tau begitu kan kakak yang ada diluar daerah sedangkan aku di Makassarji. Belum pasti juga sibuk sekali, kah belum ada anakku!!". Kita ji itu si bocah ta tukang nangis, mana tidak mau tong diambil orang. Ummi sama abinya serta Abu tuanya ji na bilang orang. Kalau kita ini, baru mau dipegang sudah jerit-jerit sambil nangis!!. Sungut adikku sambil emncolek Umar yang berada di gendongan ku.
"Tidak usah ledekin anakku tunggu saja kalau ada juga anakmu baru mumengerti!!". Ucapku menyoroti kepalanya.
"Ist kakak iya tidak mauja saya anakku cengeng begitu ribet ka nanti kalau mengajarka na seperti umar dende!!". Ku toyor kepala adikku dengan gemes mendengar ucapannya enak aja ledekin anak solehku.
Beginilah cara kami berinteraksi satu sama lain bahkan dengan kedua saudara lelakiku..
Pernikahan pun selesai dan adikku beserta keluarga besar pun kerumahku untuk meminta restu kepada keluarga Ibu tiriku. Benar kami memiliki seorang ibu tiri yang tidak terlalu dekat dengan kami. Berbeda dengan pernikahanku, ibu tiriku tidak datang pada acara pernikahan adikku alasannya dia sakit padahal dia sehat bugar.
Saat rombongan dirumah sang adik ipar pun menghampiri beliau, tapi alangkah terkejutnya kami mendengar ucapan ibu tiriku.
"Saya bukan ji ibumu nak, tidak perlu melakukan hal seperti itu!!". Ucapnya sambil menarik tangannya dan pergi dari hadapan kami semua.
Allahu Akbar kasian adikku dan adik iparku bisa-bisanya dia mempermalukan kami semua seperti ini apalagi sangat adik ipar yang tidak tau apapun tentang kondisi keluarga kami.
Adik iparku adalah seorang pengurus diorganisasi wahdah bahkan soal kepengurusan dia jauh lebih baik dibandingkan kami. Karakternya tidak jauh berbeda dari suamiku hanya berbeda dia seorang ekstrovert walaupun sedikit pendiam.
Dia dan suamiku memiliki sikap yang sama ketika ada yang mereka tidak suka atau mendapat kata-kata serta sikap yang tidak baik maka akan diam saja sambil tersenyum palsu. Entahlah kenapa ayahku mendapat kedua menantu dengan karakter mirip bahkan nama mereka pun hampir sama.
Aku yang merasa tidak enak langsung mengkode ayah, tante dan adikku serta suamiku untuk mengalihkan perhatian agar keadaan membaik. Tante dan ayahku mendekati si Ipar sambil tersenyum suamiku pun ikut duduk disampingnya untuk mengobrol.
Begitupun dengan keluarga besar Aksan yang sedari tadi menyaksikan apa yang terjadi. Sambil berbincang-bincang tanpa suguhan yang layak. Setelah sejam kami mengobrol kami diboyong kerumah keluarganya adik ipar walaupun adikku tidak tinggal disana.
Kami hanya sekedar mengenal dan bersilaturahmi dengan keluarga besarnya. Berbeda denganku adikku tinggal dikos karena dia tidak ingin tinggal dengan mertua dari manapun.
Apalagi mereka berdua memang bekerja sebelum menikah bahkan setelah menikah.
Berbeda denganku yang berhenti 100% dari pekerjaan tetapku hanya jualan online ku yang jalan tapi aku tak pernah memberitahu suamiku kalau aku memiliki pekerjaan sampingan.
Aku berbahagia atas pernikahan adikku, aku berharap dia hidup lebih baik dariku agar tidak membuat khawatir ayah kami seperti beliau mengkhawatirkanku. .
"Baik-baik jaki dek??? Aku bertanya ketika kami semua berada didalam mobil.
"Iye kak tidak apa-apa ja kak!!", alhamdulillah.
"Maafkan sikap dan sambutan yang kamu Terima dirumah ayah tadi!!".. ucapku tidak enak.
"Iye kak tidak apa ji hanya kaget saja dan tidak menyangka!!". Balasnya..
Aku mengkode adikku untuk menenangkan suaminya karena daritadi wajahnya sangat sendu. Adikku mengelus tangan suaminya dengan sayang dan perhatian untuk menguatkan.
Kasian ade-ade baru juga menikah dapat mi masalah mana banyaknya lagi orang.
"Bersabar kita dek doakan saja mudah-mudahan adaji nanti perubahan sikap dari beliau!!".
"Iye kak, doakan kami untuk selalu sabar dan ikhlas".
Aku hanya mengangguk kan kepalaku mendengar jawaban adik iparku ini. Aku cukup terharu dengan sikapnya menanggapi apa yang dia Terima tadi.
Jika itu aku entah apa yang akan terjadi.. Mereka berdua pasangan yang cocok dan serasi dari segi pemahaman dan karakter menurutku.
Perjalanan pun terhenti saat mobil yang kami tumpangi berhenti didepan gang sempit. Memang daerah sini terkenal dengan gang sempit tapi rumah elit, Rata-rata rumah disini bertingkat dan lumayan lebar dan cukup besar.
Kami beserta rombongan lain di berbeda mobil pun turun, sang tuan rumah menyambut kami dengan hangat sangat berbeda dengan suasana dirumahku tadi. Kami pun berbincang-bincang dan makan makanan yang disediakan. Alhamdulillah adikku mendapat keluarga yang baik sama sepertiku setidaknya itulah menjadi hal yang melegakan aku dan ayahku.
Ayahku tersenyum melihat interaksi kami bersaudara. Kami bercengkrama layaknya keluarga besar yang sedang berkumpul. Aku juga mendapati suasana seperti ini dirumah mertuaku jika keluarganya semua berkumpul dirumah nenek, hanya Saja kadang ada kata-kata cukup menyakitkan yang aku dan suamiku terima atas kekurangan suamiku yang masih menganggur hingga hari ini. Suamiku bekerja lepas apa saja yang penting menghasilkan walau tak banyak yang penting iya berusaha.