Setelah mati secara tiba-tiba, Kazuma Hiroshi, seorang programmer jenius, terlahir kembali di dunia lain sebagai seorang World Breaker, kelas terkuat dengan kekuatan yang tak terbatas. Dilengkapi dengan kemampuan manipulasi mana dan sistem yang bisa ia kendalikan layaknya sebuah game, Kazuma segera menyadari bahwa kekuatannya tidak hanya luar biasa, tetapi juga berbahaya. Dalam dunia penuh monster, sihir, dan ancaman dari Reincarnator lain, Kazuma harus belajar memanfaatkan kekuatannya dengan bijak dan menghadapi musuh yang mengincar kehancuran dunia barunya. Petualangan epik ini menguji batas kekuatan, strategi, dan kemanusiaannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reito(HxA), isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
06. Kota Terasing
Setelah pertempuran sengit dengan kelompok penyerang, Kazuma dan Sylvia melanjutkan perjalanan mereka menuju kota besar. Mereka berdua berjalan dalam diam, masing-masing tenggelam dalam pikiran. Bagi Kazuma, pengalaman bertarung sebelumnya meninggalkan kesan mendalam. Meski ia berhasil melumpuhkan musuh, ia menyadari bahwa dirinya masih jauh dari sempurna dalam mengendalikan kekuatan besar yang ia miliki.
“Apa yang kita hadapi tadi?” Kazuma akhirnya memecah keheningan.
Sylvia menoleh padanya. “Mereka adalah bayangan dari kelompok yang menentang Reincarnator. Biasanya disebut ‘Penjaga Keseimbangan’. Mereka percaya bahwa Reincarnator adalah ancaman bagi tatanan dunia dan harus dihabisi sebelum menjadi terlalu kuat.”
Kazuma mengernyit. “Jadi, tujuan mereka adalah membunuh semua Reincarnator?”
“Benar. Mereka memandang kekuatan kita sebagai sesuatu yang merusak. Dan, sejujurnya, dalam beberapa kasus, mereka mungkin tidak sepenuhnya salah,” Sylvia berkata dengan nada hati-hati.
“Maksudmu?”
Sylvia berhenti berjalan sejenak dan memandang Kazuma. “Reincarnator memiliki kekuatan yang tidak wajar. Banyak dari mereka yang menjadi terlalu ambisius atau bahkan gila karena kekuatan itu. Mereka bisa menghancurkan dunia ini tanpa menyadarinya, hanya untuk memenuhi keinginan mereka.”
Kazuma terdiam, merenungkan ucapan Sylvia. Dunia ini memang berbeda dari apa yang ia bayangkan saat pertama kali tiba. Semuanya tampak seperti petualangan penuh tantangan, tapi kenyataan mulai menunjukkan sisi gelapnya.
"Jadi kita sedang berada di tengah permainan kekuasaan?" Kazuma akhirnya bertanya.
Sylvia mengangguk. “Ya, dan kita hanya bagian kecil dari gambaran besar. Kerajaan, Penjaga Keseimbangan, dan kelompok-kelompok lain semua mengincar kita.”
Kazuma menghela napas dalam. “Bagaimana aku bisa mempercayai siapa pun di sini kalau begitu?”
Sylvia tersenyum tipis. “Itu pertanyaan bagus. Di dunia ini, kau harus memilih siapa yang bisa dipercaya, dan siapa yang harus kau waspadai. Itu tidak mudah, tapi itu bagian dari bertahan hidup di sini.”
Setelah percakapan singkat itu, mereka kembali melanjutkan perjalanan. Kota yang mereka tuju akhirnya mulai terlihat di kejauhan. Kota itu terlihat besar, dengan tembok tinggi yang mengelilinginya dan menara penjaga di setiap sudut. Di atas gerbang utama, bendera kerajaan berkibar anggun di bawah sinar matahari.
“Selamat datang di Rutherham,” kata Sylvia sambil menunjuk ke arah gerbang kota. “Kota ini adalah salah satu yang terbesar di kerajaan dan pusat perdagangan. Kita bisa menemukan banyak informasi di sini.”
Kazuma menatap kota itu dengan rasa ingin tahu. “Sepertinya tempat ini cukup ramai. Apa kita bisa menemukan tempat yang aman di sini?”
“Kita harus tetap berhati-hati,” Sylvia memperingatkan. “Kota besar seperti ini penuh dengan mata-mata dan pihak yang bersembunyi di balik bayangan. Tapi ada juga sekutu yang mungkin bisa kita temui.”
Kazuma mengikuti Sylvia memasuki kota, dan segera disambut oleh hiruk-pikuk pasar. Pedagang berteriak menawarkan barang-barang mereka, sementara orang-orang berlalu-lalang dengan urusan masing-masing. Suasana di sini berbeda jauh dari desa yang sebelumnya mereka lewati—lebih hidup, tapi juga lebih berbahaya.
“Kita butuh penginapan dulu,” kata Sylvia sambil melirik ke arah berbagai kedai dan rumah penginapan di sekitar.
Kazuma mengangguk setuju. Tubuhnya masih terasa lelah setelah pertempuran, dan pikirannya terus bekerja keras memproses semua informasi baru ini. Mereka akhirnya menemukan sebuah penginapan sederhana, terletak di sudut jalan yang agak tenang, jauh dari keramaian pasar.
---
Di dalam kamar penginapan, Kazuma duduk di dekat jendela, memandangi pemandangan kota di bawah. Sylvia sedang memeriksa peta yang mereka bawa, merencanakan langkah berikutnya.
“Kita butuh informasi lebih banyak tentang apa yang terjadi di dunia ini,” Sylvia berkata tanpa menoleh. “Terutama soal gerakan kerajaan dan Penjaga Keseimbangan.”
“Apa yang kita cari di sini?” Kazuma bertanya, masih memandang keluar.
“Kota ini memiliki salah satu perpustakaan terbesar di kerajaan. Selain itu, ada beberapa informan yang mungkin bisa membantu kita,” jawab Sylvia. “Tapi kita harus berhati-hati. Seperti yang aku katakan sebelumnya, tempat ini penuh dengan mata-mata.”
Kazuma mengangguk. “Baiklah, kalau begitu besok kita bisa mulai mencari tahu lebih banyak. Tapi apa ada hal lain yang harus aku pelajari sekarang?”
Sylvia menoleh dan menatap Kazuma serius. “Ya, kau perlu lebih menguasai kemampuan tempurmu. Kekuatanmu luar biasa, tapi jika kau tidak bisa mengendalikannya, itu akan membahayakan kita semua.”
Kazuma mengangguk perlahan. Ia tahu Sylvia benar. Dalam beberapa pertempuran terakhir, dia sering kali merasa terlalu bergantung pada keberuntungan, bukan keterampilan. Bagaimanapun, ia belum benar-benar menguasai kemampuan barunya.
“Besok kita akan berlatih,” Sylvia menambahkan. “Ada tempat di luar kota yang cocok untuk latihan. Tapi kita harus melakukannya secara diam-diam.”
Kazuma hanya bisa mengangguk. Dunia ini tidak memberinya banyak waktu untuk bersantai, dan ia harus siap menghadapi apa pun yang datang.
---
Pagi berikutnya, mereka berdua meninggalkan penginapan dan berjalan keluar dari kota, menuju area yang lebih sepi di sekitar hutan kecil di luar tembok kota. Di sana, mereka mulai latihan.
“Baik, Kazuma,” Sylvia berkata sambil mengeluarkan pedangnya. “Hari ini kita akan fokus pada kontrol mana-mu. Aku ingin melihat seberapa jauh kau bisa menyesuaikan kekuatanmu.”
Kazuma berdiri tegak, mengumpulkan energinya. Dia mengangkat tangan dan mulai merasakan aliran mana di sekitarnya, seperti yang diajarkan Sylvia.
“Ayo mulai dengan yang sederhana,” Sylvia melanjutkan. “Gunakan sihir api, tapi jangan terlalu besar. Fokus pada efisiensi dan akurasi.”
Kazuma mengangguk dan mulai melantunkan mantra. Dalam sekejap, bola api kecil muncul di tangannya. Dia mencoba mengendalikannya, memastikan ukurannya tetap stabil. Perlahan, dia mengarahkannya ke sebuah target yang dibuat dari kayu di depan mereka.
Boom!
Bola api itu mengenai target dengan akurat, meskipun Kazuma bisa merasakan ledakan itu lebih besar dari yang dia harapkan.
“Bagus,” Sylvia mengangguk puas. “Tapi kau masih terlalu banyak menggunakan energi. Cobalah lebih efisien. Semakin sedikit mana yang kau gunakan, semakin banyak serangan yang bisa kau lancarkan.”
Kazuma menarik napas dalam-dalam dan mencoba lagi. Kali ini, dia memperhatikan aliran mana dengan lebih cermat, mengurangi jumlah energi yang dia salurkan ke mantra. Bola api yang muncul lebih kecil, tapi jauh lebih stabil.
Dia menembakkan bola itu lagi, dan kali ini, ledakan yang terjadi lebih terkendali. Sylvia tersenyum kecil. “Itu lebih baik. Kau mulai memahami esensinya.”
Latihan itu berlangsung selama beberapa jam, dengan Sylvia terus memberikan bimbingan dan tips. Kazuma mulai merasa lebih nyaman dengan kekuatannya, meskipun dia tahu masih banyak yang harus dipelajari.
Ketika matahari mulai terbenam, mereka memutuskan untuk berhenti. Kazuma duduk di tanah, terengah-engah, tapi puas dengan kemajuannya. Sylvia duduk di sampingnya.
“Kau sudah jauh lebih baik,” Sylvia berkata dengan nada lembut. “Tapi masih banyak hal yang harus kita pelajari.”
Kazuma mengangguk, meskipun tubuhnya terasa lelah. “Aku tahu. Tapi aku siap.”
Sylvia menatap ke arah matahari terbenam. “Baiklah. Besok, kita akan mencari informasi di kota. Semakin cepat kita tahu siapa yang mengincar kita, semakin baik.”
Kazuma hanya bisa mengangguk. Hari ini adalah langkah kecil, tapi penting dalam perjalanannya di dunia ini. Dan dia tahu, tantangan yang lebih besar masih menanti di depan.